BAB 4 :: "Baik-baik saja"

4.5K 495 134
                                    

Suasana hening menyelimuti makan malam kali ini. Reina yang biasanya terus berceloteh mendadak jadi sangat diam. Mana mungkin ia bisa bercanda seperti biasa setelah meninggalkan kakaknya dalam keadaan sakit. Reina takut terjadi apa-apa.

"Reina," panggil Arlan, tetapi gadis itu tak menyahuti. "Reina, Sayang?"

"Eh, iya, A?"

Semua yang ada di sana serempak menoleh seraya menautkan alis.

"Aa?" tanya Elena.

Reina gelagapan. Kenapa ia bisa sampai keceplosan menyebut kakaknya. Erland sudah berpesan agar Reina tidak dulu memberitahukan keberadaannya pada ayah, bunda, apalagi Renata. Erland ingin menenangkan diri sekarang. "Ehm ... itu, Bunda, aku tuh lagi ingat-ingat pesan Aa. Kata Aa, mungkin Aa baru bisa pulang besok, soalnya sekarang Aa masih di Bogor. Ada pertemuan apa gitu aku gak ngerti."

Arlan dan Elena langsung percaya, tapi tidak dengan Renata. Perempuan itu ragu pada pernyataan Reina. Puluhan pesan yang dikirimnya sama sekali tidak mendapat balasan, sementara Reina bilang kalau Erland mengabarinya. Apakah pria itu sengaja mengabaikan pesannya? Ketika semua beranjak meninggalkan meja makan, Renata buru-buru menemui adik iparnya untuk mempertanyakan apa yang sebenarnya terjadi.

"Rei, tunggu."

Reina menghentikan langkahnya. "Apa, Teh?" sahutnya dengan nada malas. Mendengar apa yang dikatakan sang kakak tadi membuat Reina enggan berhadapan dengan Renata. Bagaimanapun perempuan di hadapannya ini sudah membuat Erland sangat terluka.

"Sebenarnya Aa dimana?"

"Teteh dengar sendiri 'kan tadi aku bilang apa? Jadi, gak ada pengulangan."

Renata sedikit kaget dengan perubahan sikap Reina padanya. Seperti ada kemarahan dalam setiap kata yang dilontarkannya. "Kamu marah sama Teteh?"

"Nggak, biasa aja. Aku cuma mau bilang, jangan menyia-nyiakan orang yang sudah sangat tulus mencintai Teteh karena belum tentu Teteh bisa mendapat yang lebih tulus dari dia ketika nanti Teteh kehilangan dia," kata Reina sembari melangkah pergi meninggalkan Renata yang masih mematung ditempatnya.

Sekarang jelas sekali kalau Reina marah terhadapnya. Entah alasannya apa.

***

"Lama tidak bertemu, Erland

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Lama tidak bertemu, Erland. Udah gede aja."

Erland yang kini di pembaringan sembari meringis kesakitan memaksakan sebuah senyum. "Iya, Dok. Dokter juga makin tua aja."

Dokter Fabian terkekeh. "Tadinya saya berharap kalau kamu akan mengajak saya bertemu di sebuah kedai kopi. Kamu mentraktir saya, supaya saya bisa mencicipi kesuksesan kamu. Rupanya kita malah kembali dipertemukan di sini. Dasar anak nakal!" seru Dokter Fabian seraya menekan beberapa titik di perut Erland.

"Ah, itu ... itu sakit, Dok. Sshh .... " Erland menjerit tertahan ketika Dokter Fabian berhasil menemukan titik sakitnya. Tadi sepeninggal Reina, Erland benar-benar sudah tidak tahan dan akhirnya memutuskan menghubungi Dokter Fabian. Karena merasa kondisi Erland pun darurat, Dokter Fabian mengirim serta sebuah ambulans untuk membawa Erland ke rumah sakit.

Without youWhere stories live. Discover now