"iyaa mbak Liann"

Lian berlalu meninggalkan Alfa menuju kamarnya untuk berganti pakaian.

Baru saja dia memasuki kamarnya, ralat, kamarnya dan kamar Bara, dia menemukan Bara shirtless. Alias telanjang dada. Menampakkan perutnya yang kotak-kotak kayak roti sobek. Lian yang ngeliat itu langsung mupeng.

"kenapa? Masih kagum sama aku? Hmm?" Bara sengaja mendekati Lian.

Lian yang di dekati Bara memundurkan langkahnya. Setiap Bara maju satu langkah, Lian mundur satu langkah. Begitu terus, sampai akhirnya Lian mentok di sudut dinding. Kini Bara mempersempit jarak di antara keduanya. Semakin dekat semakin dekat. Kening mereka menyatu.

Dan sedetik kemudian, ciuman lembut mendarat di bibir Lian yang mungil. Lian menikmati ciuman Bara. Dia membalasnya. Bibir Lian adalah candu bagi Bara.

Bara semakin liar, dia mulai mencium tengkuk Lian. Lian yang sadar, menjauhkan diri dari Bara. Bara heran.

"kenapa?"

"kamu gak inget sama baby kita?" Lian menunjuk perutnya yang membesar itu.

Bara menganggaruk tenguknya yang tidak gatal.

"kamu mau anak kita sundulan?" Lian setengah marah

"ya maaf, habis kamu sih bikin aku kecanduan" Bara nyengir, sejenis nyegir orang dengan tampang tak berdosa.

Semenjak kehamilannya yang ke dua ini, Lian jadi cepat marah. Moodnya juga cepat berubah ubah. Kadang nyidam yang aneh-aneh. Yang membuat Bara harus mencari saat itu juga, walaupun itu tengah malam. Karena Bara di ancam sama Lian, kalau gak nurutin apa yang jadi kemauan Lian, nanti anaknya ileran. Tentu saja Bara tidak mau anaknya ileran.

Bara membungkukkan badan sejajar dengan perut Lian

"maafin ayah ya nak, tadi ayah khilaf, lupa kalo sekarang baru ada kamu, baik-baik ya di sana" Bara mencium perut Lian, mengelus elus perut Lian penuh sayang.

"kita jadi kan?"

"jadilah, Alfa di ajak enggak?"

"ajak aja, biar dia tahu om nya"

☔☔☔

Di sinilah Bara, Lian dan anak mereka berada. Di sebuah pemakaman umum khusus keluarga Wijaya. Nisan yang bertuliskan nama Rano sudah berwarna kecoklatan. Kini makam itu sudah di tumbuhi rerumputan yang segar.

Bara meletakkan bunga di dekat nisan. Lian menaburkan bunga di makam Rano. Mereka sejenak berdoa untuk Rano.

Lian diam. Lagi-lagi dia teringat dengan Rano beserta kenangannya. Rano yang baik, Rano dengan segala kelucuannya, Rano dengan segala ide gilanya, Rano dengan segala keanehannya, dan satu lagi, Rano dengan keterbukaannya mau menerima hati Lian yang mati. Mau memupukkan dan mencoba menumbuhkan hati Lian yang luka.

"haii Ran, apa kabar? Gue sama Bara baik-baik aja. Oh iya, elo nambah satu keponakan lagi lho, doain ya semoga cewek" Lian mencoba berkomunikasi dengan gundukan makam di depannya, seolah-olah Rano ada di depannya, bukan gundukan tanah.

"halo bro, gimana kabar lo? Pasti baik dong ya? Semoga aja baik-baik. Gue udah tepatin janji gue buat jaga tuan putri lo" giliran Bara yang berbicara.

"om Lano! Alpa di sini, tapan tapan kita main baleng ya? Alpa tunggu om Lano ke rumah Alpa" Alfa tampak bersemangat, seolah gundukan tanah itu bisa menjawab apa yang di bicarakan. Seperti bisa mengerti apa yang dia bicarakan. Tapi mustahil. Yang ada gundukan tanah itu diam dan membeku.

Tak Terasa air mata Lian menetes. Bara memeluk istrinya itu. Mengusap punggungnya perlahan.

"jangan di tangisin lagi dong yang, kasian Rano, kan kamu pernah bilang sama dia kalo kamu bahagia"

Lian diam. Dia hanya memeluk Bara lebih erat dari sebelumnya. Berharap dengan begitu dapat sedikit menenangkannya.

"kita pulang yuk?"

Lian menganggukkan kepalanya. Dia berdiri.

"Alfa, ayo sayang, kita pulang"

"Dadah om Lano! Nanti maen ke lumah Alpa ya?" Setelah itu Alfa berlalu meninggalkan makam Rano, diikuti Bara dan Lian di belakangnya.

Lian bersyukur, karena sekarang bahagianya itu datang melimpah. Ia tahu kebahagiaannya sekarang ini tidak di dapatkan dari hasil instan, melainkan melalui kerja keras, bahkan ada yang harus di korbankan dan jadi korban. Maka dari itu Lian tidak mau menyia nyiakan kebahagiaannya kali ini.

Ia tahu, sekarang dia sudah memiliki Bara yang mencintainya, dan juga dua anak yang menambah warna dalam hidupnya. Dia sekarang bisa menerima semuanya dengan hati ikhlas. Sepenuhnya, hati Lian untuk Bara. Lian sudah menyimpan Rano di sudut terdalam pikirannya, sudut terdalam hatinya. Bukan untuk di cintai atau di sayangi, tapi untuk di kenang. Agar suatu saat nanti dia akan selalu ingat dengan Rano. Laki-laki yang pernah ada di hidupnya. Sempat membuatnya jatuh cinta, sempat membuatnya menaruh rasa sayang, dan yang penting sempat membuat Lian bangkit dari keterpurukannya. Dari Rano, Lian belajar, jika cinta tidak harus memiliki. Jika memang kamu benar-benar cinta tulus dari hati, relakan dia bahagia dengan jalan pilihannya sendiri.

☔☔☔

Haii!!! Akhirnya ekstra part nya jadi jugaa, ini part terakhir dari cerita AFTER RAIN.




FOR YOUR INFORMATION!

Saya membuat new story teman-teman!! 😊 judulnya HIDDEN. Jangan lupa baca ceritaku yang baru itu ya! Tinggalkan jejak kalian juga ya! Thanks 😍😍

Biar mudah carinya ini dia cover HIDDEN

SELAMAT MEMBACA!!

-AFTER RAIN-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang