Gubuk Impian

650 28 0
                                    

Hari ini entah ada angin apa, sekolah Lian memulangkan semua muridnya lebih awal. Ah, memang surga dunia anak sekolahan.  Hal yang paling Lian suka ketika sekolah adalah, yang pertama jam kosong, kedua istirahat, ketiga libur, dan ke empat pulang lebih awal. Hari ini dirinya tidak berangkat bareng Rano, dia juga tidak akan pulang bersama Aldo.  ia memilih berangkat di antar abangnya dan pulang naik taksi. Lian masih tidak ingin melihat muka Rano karena kejadian kemarin. Entah, Lian juga tidak tau dengan alasan yang muncul dari hatinya itu. Apakah ia cemburu? Ah, lupakan hal itu. Biarkan itu menjadi rahasia Lian dan hatinya. Ia berjalan santai menyusuri lorong demi lorong kelas untuk mencapai parkiran. Kedua telingannya di sumpelin dengan headset, mulutnya sedikit membuka mengikuti setiap lirik yang di dengarnya dari headset putihnya. Dan ketika kurang dari 100 meter ia sampai di parkiran, tiba-tiba ada sebuah tangan yang menyeretnya. Lian kaget setengah mati. Ia meronta melepaskan diri dengan sekuat tenaganya.

"Tolong!!! Tolong!!" Lian menjerit-jerit.

"Heh! Bego! Stttt!! Ini gue Rano. Makanya melek dong!" Tangan yang tadi menggeretnya ngomong dengan santainya seperti tidak terjadi apa-apa. Lian yang mengenali suara itu memberanikan diri membuka matanya. Dan detik kemudian ..

"Anjir!! Tai!! Gue kira gue di culik, taunya lo! Dasar manusia gak guna lo!" Lian memukul dada dan punggung Rano dengan keras. Ia mencak mencak gak karuan.

"Sakit bego!" Rano mengelus elus bagian badannya yang di pukul Lian.

"Bodo! Lagian siapa suruh lo nyeret-nyeret gue? Hem? Di kira gue karung beras apa?" Lian menatap Rano tajam, tapi detik kemudian, benar saja, ketika Lian menatap wajah Rano, sekelebat kejadian kemarin menguak kembali di pikiran Lian. Jujur. Ia masih penasaran. Jujur semenjak kejadian itu hatinya tidak tenang. Seperti ada yang mengganjal.

"Elah, bentukan lo aja udah mirip" jawab Rano dengan tampang watadosnya.

"Sekali lagi lo ngomong gitu, pulang tinggal nama lo!" Lian menekankan setiap katanya, dengan telunjukknya menuding muka Rano.

Rano kicep. Ia tidak ingin membuat gadis di depannya ini marah. Jika itu terjadi, maka Rano sama saja membangunkan singa yang tidur di diri Lian.

"Piss deh, iya maaf"  Rano memelas

"Gak. Gak gue maafin" Lian melengos

"Ah elah, kok lo gitu sih? Ya udah deh gue traktir ice cream deh,  mau?"

Ketika mendengar kata ice cream mata Lian langsung berbinar " serius lo!?"

" iyalah, kapan sih gue gak serius sama elo?" Rano tersenyum miring

"heleh, elo kan playboy cap kampungan yang sukanya ngasih janji manis ke semua cewek"

"sembarangan! mau kaga  nih?"

"Mau dong, iya gue maafin, tapi bellin ice cream" Lian sudah seperti anak kecil ketika meminta ice cream. Rano langsung bingung. Gadis di depannya ini benar benar moody dan sulit di tebak.

"Apakah hanya dengan sebuah kata ice cream saja bisa ngubah sifat lo secara drastis jadi kaya gini? Tau gitu mah gue beliin ice cream segrobak grobaknya, biar kalo marah gak jadi marah" Rano membatin dalam hati.

"Ya udah lo bareng gue aja"

"Tapi nanti gue pulangnya di anter plus di beliin coklat. Gak mau tau, titik." Lian mengancam

-AFTER RAIN-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang