but she

534 32 0
                                    

bel pulang sekolah sudah berbunyi semenjak 15 menit yang lalu. Tetapi Lian masih saja tetap berdiri di depan pintu kelasnya. Semua teman-temannya sudah pulang. Termasuk ketiga sahabatnya. Sudah 15 menit ia terpaku tanpa berbuat apa-apa. Namun otaknya justru berpikir keras tentang omongan Rano tadi di lapangan basket. Ia bingung. Ia bukan mau menghindar dari semua. Lian tau, semakin dia menghindar, semakin rasa itu tumbuh besar dan menyiksanya. Ia tau menghindar bukan cara terbaik untuk menyelesaikan masalah. sekalipun itu masalah kecil. Otaknya bahkan hampir saja meledak memikirkan semuanya. Ia terlalu bingung untuk memecahkan semuanya. Dan akhirnya Lian bertekat untuk menemui Rano. Ia tidak mau menghindar lagi. Lian mulai melangkahkan kakinya menuju parkiran. Sampai di parkiran, ia terdiam. Dari jarak 5 meter terlihat seseorang tengah duduk di atas motor ninja merah. Ternyata Rano tidak main-main. Rano benar-benar menunggu dirinya. Lian mendekati Rano. Tapi ia hanya terdiam. Tidak berani berkata apapun. Sampai akhirnya Rano tersadar kalo di sampingnya telah berdiri cewek yang di tunggunya.

"Baru keluar?"

"Iya, sory telat" Lian menjawab dengan pandangan menunduk

"Gakpapa. Ya udah yok cepetan naik"

Lian naik ke motor ninja merah itu. Si pemilik menyalakan motornya. Dan sepersekian detik kemudian motor itu menghilang dari parkiran.

***

Ternyata motor ninja merah itu membawanya ke rumah besar itu lagi. Rumah milik Rano atau keluarga Rano? Entahlah. Tapi yang jelas lagi-lagi kaki Lian menginjakkan kerumah itu lagi. Untuk ke sekian kalinya. Lagi dan lagi. Entah apa motivasi Rano mengajak Lian ke rumahnya. Lian hanya terdiam di depan pintu.

"Lo mau diem di situ sampe subuh?"

"Enggak"

"Ya udah, masuk yuk"

Rano melangkahkan kaki menuju rumahnya, di ikuti Lian di belakangnya. Mereka naik menuju lantai 4.

"Duduk dulu aja, gue mau ambil minum"

Lian hanya menganggukkan kepalanya. Ia memilih duduk di dekat jendela besar. Lian mengamati sekelilingnya. Ternyata suasananya masih sama. Entah kenapa dia lebih suka duduk di dekat jendela besar ini. Rasanya seperti menemukan ketenangan yang selama ini ia cari.

"Ini di minum" Rano menyodorkan secangkir kopi ke arah Lian. Dan untuknya sendiri satu cangkir.

"Makasih"

"Tau gak? Ini tempat favorit gue sambil minum kopi" Rano memandang ke arah jendela besar yang ada di samping kirinya.

"Oh ya? Boleh gak kalo ini juga jadi tempat favorit gue?"

"Tentu" Rano menjawab dengan senyuman

"Lo masih suka kopi hitam ini?"

"Selalu" jawab Rano di iringi kekehan pelan.

Keduanya diam. Rano menyesap kopinya itu sedikit kemudian meletakkannya kembali. Sedangkan Lian hanya memainkan bibir cangkirnya. Belum berniat untuk meminumnya.

"Maaf" tiba-tiba kata itu muncul dari mulut Lian

"Untuk?"

Lian diam. Ia memilih menyesap kopi di hadapannya dengan seksama. Memilih merasakan rasa kopi buatan Rano. Rasanya lumayan. Tapi tentu saja masih enak kopi buatan Lian. Ia meletakkan cangkir itu,dan meneruskan ucapannya.

"Untuk penghindaran gue atas lo selama ini" Lian kembali memotong ucapannya. Ia menarik nafasnya dalam-dalam sebelum ia melanjutkan lagi. "Bukan gue bermaksud menghindar dari lo, tapi gue cuma.."

"Gue ngerti" Rano memotong ucapan Lian. "Gue paham. Tapi setidaknya lo bilang biar gue gak salah paham sama lo"

"Maaf, gue cuma belum siap sama semuanya, gue tau gue salah" kini mata Lian mulai berkaca-kaca. Kepalanya tertunduk lesu.

"Iya, gue tau"

"Maaf udah buat pikiran lo jadi kacau, maaf"

"sebelum lo minta maaf gue juga maafin lo"

"Bener?" Kini mata Lian berubah menjadi berbinar binar

"Iya"

"Sekarang gue gak akan menghindar lagi" Lian berkata lirih, namun masih di dengar oleh Rano.

"Janji?"

"Iya janji" Lian mengaitkan jari kelingkingnya ke jari kelingking Rano sebagai pertanda perjanjian.

Keduanya saling pandang, melempar senyum. Mungkin bagi Lian semua memang sudah selesai, tapi tidak bagi Rano. Ada satu hal yang harus di selesaikanny agar tidak terjadi kesalahpahaman. Siapa yang tau bahwa ada dua orang yang di buat bahagia dan sakit di waktu yang bersamaan. Siapa yang tau sejak tadi ada seseorang yang berdiri diam mematung di dekat sofa, mendengar semuanya, mendengar setiap kata yang mengalir dengan lancar dari mulut kedua anak manusia yang sama sama menaruh perasaan. Dan seseorang itu adalah Melati. Melati sudah mendengar semuanya. Dari awal ia sudah mendengar percakapan antara Lian dan Rano. Dan kini ia sudah tau, hati Rano untuk siapa. Ternyata bukan untuknya, melainkan dia orang lain yang berhasil mencuri hati Rano. Ingin menangis tapi tidak bisa, ingin rasanya berteriak kencang, tapi apa daya Melati? Ia hanya bisa menahannya, menangis di dalam hati, menangis tanpa suara. Hanya dirinya saja yang tau bagaimana rasa sakit itu. Lidahnya bahkan kelu untuk hanya mengucap satu kata saja. Melati langsung pergi dari tempatnya. Memilih lari keluar dari rumah itu entah pergi kemana. Yang jelas Melati tidak ingin melihat itu lagi.

***

Jangan lupa vote and comment ya, salam jomblo 😍😍 kalo mau follow ig ku @andinienggar, kalo mau follback dm atau comment aja

-AFTER RAIN-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang