BAB 34

303K 11.9K 307
                                    

"Hey Baby, aku akan sampai dalam 45 menit."

"Baiklah, aku akan menunggumu."

"Stella.."

"Ya?"

"Aku mencintaimu, sangat mencintaimu."

"Aku juga mencintaimu. Cepatlah, aku punya hadiah untukmu."

"Oh.. Aku tidak sabar melihat hadiahku. Tunggu aku, aku mencintaimu."

Lalu sambungan telepon terputus...

Stella tidak pernah menyangka itu akan menjadi kalimat terakhir yang didengarnya dari mulut Jake sebelum saat ini Jake sedang berjuang melawan maut di ruang operasi.

Air matanya tidak berhenti mengalir, suaranya tak lagi terdengar namun ia tak dapat menghentikan air mata yang membasahi kedua pipinya. Tubuhnya lemas, kakinya tak mampu lagi menopang tubuhnya. Ia terduduk di deretan kursi tunggu bersandar pada bahu Monica, sesekali Monica mengucapkan kalimat penyemangat mencoba untuk menenangkan Stella. Rambut panjangnya dielus lembut, ia tak kuasa menahan tangisnya melihat sahabatnya yang selalu melewati liku kehidupan berat.

Sementara Marie, sejak datang ke rumah sakit sudah tidak sadarkan diri sehingga dibawa ke unit gawat darurat.

"Tenangkan dirimu, Jake akan baik-baik saja."

Namun sia-sia, apapun yang dikatakan oleh Monica tidak dapat membuat rasa gelisah di benak Stella luluh. Tak lama kemudian, ia mengangkat kepalanya dari bahu Monica, menatap sahabatnya itu lekat-lekat dengan kedua matanya yang memerah.

"Kau tunggu disini, aku akan segera kembali." Kata Stella sembari bangkit dari duduknya.

"Kau mau kemana? Stella!"

Dihiraukannya teriakan Monica, ia tetap berjalan cepat keluar dari rumah sakit. Setengah berlari, Stella menuju gereja terdekat dari rumah sakit. Dirinya yang berantakan berjalan seperti orang kebingungan ditambah isakan tangis membuat orang-orang disekelilingnya menatapnya iba.

Ia masuk ke dalam gereja megah di persimpangan jalan, tidak banyak orang beribadah disana, terlihat dari banyak bangku-bangku yang tidak terisi. Stella duduk di salah satu bangku paling depan. Ia mengatupkan kedua tangannya didepan dada, matanya terpejam, dalam hatinya ia berteriak keras kepada Tuhan.

"Tuhan.. selama ini aku tidak peduli padaMu, aku tidak pernah meyakini diriMu, bahkan pujian tidak pernah keluar dari mulutku. Aku tidak pernah meminta apapun padaMu, Tuhan. Mereka berkata bahwa Kau mengasihi umatMu serta akan mengabulkan semua doanya jika meminta kepadaMu. Sekarang dengarkan doaku, selamatkan Jake aku tidak bisa hidup tanpa dirinya dia akan menjadi seorang ayah, aku tidak sanggup jika anakku kelak menanyakan ayahnya dan aku tidak bisa menjawab.. Aku tidak masalah jika harus ditukar dengan nyawaku. Tuhan... kabulkan permintaanku maka aku akan percaya padaMu."

Stella menghela nafas, lalu membuka matanya pelan. Ia duduk didalam gereja cukup lama, matanya tidak dapat lepas memandangi langit-langit gereja berukiran indah. Perlahan ia dapat menghentikan tangisannya, dan merasa tenang berada disana seperti kedamaian yang telah lama hilang, kembali lagi menyelimuti dirinya.

Tim dokter keluar ruang operasi bertepatan dengan kembalinya Stella dari gereja. Stella menghampiri dokter itu sembari menggoncang kedua bahunya, "Katakan padaku bagaimana keadaan Jake, dokter?"

"Tenangkan dirimu Nona, operasinya berjalan lancar. Ada pendarahan di otak, kita tunggu saja sampai dia sadarkan diri. Sebentar lagi Tuan Jake akan dipindahkan ke ruang rawat inap."

STELLA.Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt