BAB 5

537K 25.2K 529
                                    

Kelas terakhir hari ini -drama- telah usai, jam menunjukkan pukul 3.00 p.m. semua orang berhamburan keluar dari kelas, tapi tidak untuk aku yang masih ingin duduk sejenak di dalam kelas. Hari ini aku sedikit memperhatikan raut wajah gelisah pada Jake, sesekali aku mendapatinya memperhatikan aku. Mungkin dia masih merasa tidak enak dengan ucapannya kemarin. Aku tidak marah padanya, hanya saja aku sedang tidak ingin diganggu untuk saat ini.

"Stella..." Jake mengampiri bangku ku, lalu berdiri dihadapanku.
"Ikutlah dengan ku," lanjutnya serta menggenggam pergelangan tangan ku menjauhi kelas.
"Apa yang kau lakukan Jake, lepaskan. Aku tidak ingin kemana-mana" kataku tanpa perlawanan.

Ia tidak memperdulikan ucapanku dan terus menarik ku menuju parkiran mobil dihalaman sekolah. Entah sejak kapan, semua orang memperhatikan kami, tak sedikit pula yang berbisik satu sama lain. Setampan itu kah Jake dimata mereka? ucapku dalam hati.
Jake membukakan pintu mobil audi berwarna putih tulang itu lalu menyuruhku masuk kedalamnya. Tanpa butuh waktu yang lama mobilnya melesat menjauhi halaman Violet High School.

Disepanjang jalan hanya suhu dingin yang terasa, tanpa obrolan hangat ataupun suara radio. Aku menggosok kedua lengan ku yang terasa dingin, melihat itu, Jake mengatur suhu AC mobilnya. Bagi ku suhu dingin terasa bukan karena AC, namun kecanggungan diantara kami begitu terasa.

Jake berkali-kali berdehem seperti memberi isyarat padaku untuk memulai obrolan. Namun aku mengharukannya, aku lebih memilih mengamati pemandangan kota disepanjang jalan. Ia kemudian memutar radio dalam mobilnya, pilihannya jatuh pada sebuah lagu berjudul can't take my eyes off of you .

"Saat aku berumur 17 tahun, aku kehilangan sosok Ayah dalam keluargaku,"
Aku mengalihkan pandangan ku dari sisi jalan menuju Jake.
"...Ia sangat kasar, tidak punya perasaan, dan dalam hidupnya tersemat prinsip Harta Tahta Wanita...." lanjutnya.

Ia terdiam cukup lama, kemudian kembali melanjutkan perkataannya, "Hampir tujuh hari dalam seminggu ia selalu memukul atau berkata kasar pada Ibu ku, setiap malam selalu ada wanita baru yang ia bawa kedalam rumah kami. Hingga akhirnya Ia benar-benar mencintai seorang gadis berumur setengah dari umurnya dan rela meninggalkan Ibu ku yang sangat setia kepadanya. Coba kau bayangkan, ia mencintai seseorang yang umurnya
hampir sama dengan ku. Axel, adik ku, saat itu berumur 15 tahun yang beberapa hari lagi menginjak 16. Ia sangat kecewa dan tidak tahan dengan keadaan dalam rumah kami, lalu ia menghabisi nyawa Ayah ku dan Axel bunuh diri. Ibu ku shock atas kematian suami dan anaknya, membuatnya jatuh sakit dan stres. Ia menyalahkan diriku dengan apa yang terjadi karena aku tidak bisa mencegah Axel saat berbuat hal itu tengah malam. Semakin lama ingatannya memudar, yang ia ingat hanya Axel..."

"Jake..." ucapku lirih.

"Aku belum selesai bercerita bodoh, dengarkan saja." timpalnya sembari mengusap ujung matanya menahan air mata yang akan mengalir. Disaat seperti ini ia masih saja membuat lelucon dengan mengatai ku, b o d o h. Benar-benar lelaki yang gila.

"....Sejak saat itu aku tidak ingin menginjakkan kaki ku kedalam rumah. Aku memutuskan untuk bersekolah di asrama, kebetulan aku juga sangat mencintai seni"

"Omong-omong kau akan membawa ku kemana?" tanya ku.

"Sudah lama aku tidak pernah mengunjungi Ibu, asal kau tau, kau adalah orang pertama yang ku ajak berbagi cerita pribadi ku selama ini"

Mobil Jake berhenti disebuah rumah sakit internasional khusus kejiwaan. kami melangkah menuju pintu utama, lalu seorang suster mengantar kami menuju kamar 110. Seorang wanita berumur sekitar 45 tahun sedang berdiri menghadap jendela besar kamarnya. Tubuhnya kurus serta rambut panjang tergerai menutupi setengah dari punggungnya yang terbalut baju pasien berwarna biru muda.

"Ibu..." Jake berjalan mendekati wanita itu sementara aku ikut berjalan disampingnya. Bibirnya bergetar, raut wajahnya berubah menjadi ketakutan, sorot matanya memancarkan kesedihan yang mendalam.

Wanita itu membalik badannya, terlihat garis bibirnya menyimpulkan senyum hangat. matanya meneteskan air mata kasih sayang, "Axel...."

deeegg...

Hati ku terasa sesak saat wanita itu menyebut nama Axel, bukan Jake.

"Bagaimana kabar Ibu? maafkan Jake, maksudku maafkan Axel baru bisa menemui Ibu sekarang" Jake memeluk wanita yang paling dicintainya itu penuh dengan cinta.

"Ibu selalu menanti kedatangan Axel, sepanjang hari Ibu berdiri di jendela itu melihat orang dibawah sana berharap itu adalah Axel," wanita itu juga memeluk Jake lembut.

"Ap...apakah Ibu tidak merindukan Ja...Jake?" tanya Jake pada Ibunya ragu-ragu.

Wanita itu mengernyitkan dahi, lalu berkata

"Jake....?"
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Bersambung....
Please comments and votes:)

STELLA.Onde histórias criam vida. Descubra agora