BAB 31

302K 13.3K 464
                                    

Gerimis mulai turun dari langit menjadi latar belakang proses berpulangnya Ben menghadap Tuhan. Tak banyak yang datang, hanya beberapa teman dan tetangganya samping rumah. Ibunya menangis sesegukan diatas pundak teman kerjanya, ia menangisi betapa malang anaknya bahkan saat hari kematiannya tak banyak orang yang bersimpati untuk datang.

Kabar memang cepat menyebar luas, kasus kematian Ben diceritakan banyak media massa dalam berbagai versi yang hampir semuanya tidak benar.

Sejak kemarin Jake berada di kantor polisi menjalani proses pemeriksaan, sementara Stella terduduk lemas di ruang tunggu bersama Marie setelah ia juga menjalani pemeriksaan sebelum Jake. Matanya bengkak karena tangisannya yang tak berhenti dari kemarin, dia hanya memikirkan Jake.

Polisi memasang garis kuning di sepanjang tempat kejadian dan juga rumah Ben guna penyidikan.
Ponsel Stella berdering, ia melihat nomor tak dikenal dilayar ponselnya.

     "Halo.." ucapnya dengan sisa-sisa suara.

     "Nona Johnson?"

     "Dengan siapa ini?"

     "Kami petugas kepolisian yang sedang melakukan  penyidikan di kediaman Tuan Ben, apakah Nona Stella Johnson bisa datang kemari ada yang ingin kami perlihatkan."

Stella bergegas bangkit dari duduknya, "Ibu, aku akan keluar sebentar. Ibu tetap disini."

     "Ka..u kemana?"

Ia tidak menggubris pertanyaan Marie hanya fokus pada langkahnya lalu mengendarai mobil menuju rumah Ben.

Setelah sampai disana, banyak petugas kepolisian yang memenuhi rumah Ben. Tidak sedikit pula tetangganya atau orang yang hanya sekadar lewat ikut memperhatikan rumah Ben yang di penuhi garis kepolisian.

     "Nona Stella, kemarilah." seorang polisi memanggilnya untuk masuk ke kamar Ben.
Ia menunjukkan sebuah video di laptop Ben, dalam video berdurasi kurang dari 3 menit itu Ben merekam dirinya sendiri.

Hai Stella..
Saat kau melihat video ini, mungkin aku sudah mati di tangan Jake. Itu lah yang ku harapkan.
Sekarang hm.. pukul sebelas malam, dan mungkin menjadi malam terakhirku.
Stella.. maafkan aku selama ini selalu menyakiti mu, hal itu sangat berat ku lalui. Aku ingin membunuh diriku sendiri saat melihatmu menangis karena perbuatan yang kusengaja. Jika bukan karena dendam Ibu ku, aku tidak ingin jauh dari mu Stella.
Ibu ku tidak dapat melupakan kematian Ayah ku saat bekerja membangun perusahaan Ayah mu, berkali-kali ia menyalahkan Ayah mu padahal kasus itu murni kecerobohan dari Ayah ku.
Ibu ku ingin kau menderita, jika aku tidak melakukan itu maka Ibu ku akan membunuhmu dengan tangannya sendiri. Tentu hal itu tidak dapat aku biarkan, aku tidak ingin kehilangan dua wanita yang ku cintai.
Maka dari itu aku berpura-pura membenci mu dan merencanakan semua ini.
Dan tadi pagi aku bertemu Bianca, ia memiliki misi yang sama dengan Ibu ku untuk menyingkirkan dirimu dan kami merencanakan makan siang dengan mu, ia tidak tau rencana yang ku buat sendiri. Mungkin ia akan kabur keluar negeri saat tau jika aku mati.
Ku mohon maafkan Ibu ku. Suami dan salah satu anaknya telah meninggalkan dirinya. Kau boleh membenci ku tapi jangan Ibu ku.

Air mata Ben turun namun bergegas ia menghapusnya, lalu kembali tersenyum pada webcam laptopnya dan melanjutkan perkataannya.

Sampaikan permohonan maaf ku pada Jake, katakan padanya bahwa dia tetap menjadi sahabat serta kakak bagiku.
Aku mencintaimu Stella..

Kaki Stella mendadak lemas, ia terduduk di lantai dan air matanya kembali turun. Ia tak tau jika selama ini Ben dilanda delima begitu besar. Ia tak tau bahwa Ben sangat mencintainya dan rela menyakiti perasaannya sendiri demi orang-orang yang dia cinta.

Seorang polisi membantunya bangkit, lalu mengantarnya ke kantor polisi sembari membawa laptop itu sebagai bukti untuk membebaskan Jake.

Stella berlari menuju Marie, ia memeluk Marie sangat erat dan menangis sejadi-jadinya.

     "Ada apa, Stella?"

     "Ben..."

Tak lama kemudian, Jake keluar dari ruang pemeriksaan karena ia terbukti tidak bersalah. Yang ia lakukan termasuk dalam upaya pembelaan diri, dan video Ben mengaku tentang rencana yang dirinya buat.

Jake memeluk Stella erat, ia juga telah menonton video Ben di ruang pemeriksaan. Dugaannya selama ini terhadap Ben sangat salah, ia menjadi bodoh sampai tidak tau jika sahabatnya telah banyak berkorban untuknya.

Mereka menunjungi tempat pemakaman Ben yang tidak ada lagi orang disana, hujan tetap turun seakan ikut bersedih karena kehilangan sosok Ben.
Stella memeluk Jake dibawah payung hitam, ia tak dapat menyembunyikan tangisan air matanya.
Sesekali Jake mengelus pundak Stella untuk menenangkannya.

     "Kau berengsek, Ben. kau meninggalkan kami, tidak seharusnya kau begini.." ucap Jake dengan kata makian, ia tak dapat menahan emosi karena marah, sedih, sakit hati, dan kecewa bercampur menjadi satu, "..kau membuatku membunuh sahabatku sendiri." lanjut Jake diselingi tangisannya.

     "Tenangkan dirimu, Jake." kata Stella pelan.

Mereka berdoa bersama untuk Ben dan memohon pada Tuhan agar memberikan tempat indah dan nyaman yang dapat ditinggali Ben di kehidupannya yang baru.

Setelah kurang lebih satu jam mereka berada disana, Jake dan Stella memutuskan untuk kembali pulang. Daya tahan tubuh Stella semakin melemah karena kaget dan juga lelah, ia hampir terjatuh saat berdoa di makam Ben sehingga Jake menggendongnya menuju mobil.

Sesampai dirumah, mereka membersihkan diri serta mengganti baju yang kebasahan. Sementara Marie didapur sedang menyiapkan sup kacang untuk menghangatkan tubuh mereka.

Mereka bertiga makan bersama, suasana kaku sangat terasa. Tidak ada satupun orang yang berbicara, akhirnya Marie mencoba untuk mencairkan suasana.

     "Stella, beberapa makanan habis. Temani Ibu berbelanja, ya?" segala upaya dicoba Marie untuk membangkitkan semangat Stella dan melupakan segala sesuatu yang telah terjadi.

     "Maafkan aku, Ibu pergi sendiri saja untuk saat ini Aku tidak ingin kemana-mana. Ibu bisa minta tolong Jake." ucap Stella yang duduk dari kursinya lalu masuk dalam kamarnya.

     "Aku hanya ingin istirahat, Ibu bisa pergi sendiri atau memanggil taxi." begitu juga Jake, ia bangkit dari duduknya menunggalkan mangkuk sup yang belum setengah dimakannya kemudian ia masuk ke kamarnya.

Marie mendengus pelan, "Baiklah.." ia menyendokkan kembali sup itu ke dalam mulutnya.

Bersambung...


Kasian ben:( huhu..
Jangan lupa klik vote dan tulis komentar kalian untuk update yang cepat:)

STELLA.Where stories live. Discover now