BAB 12

445K 22.7K 1.6K
                                    

Hasil pengumuman aku ditempatkan pada kelompok Grande. Tidak masalah, mungkin keberuntungan ku terdapat pada kelompok ini. Jujur saja aku sedikit iri pada mereka yang dapat masuk dalam Wolfy, tapi ya sudahlah tentu saja bergabung dalam grup Grande tidak akan buruk.

Hari ini adalah pertemuan pertama kelas vokal, grup Grande memilik aula kecil disamping lapangan basket untuk berkumpul. Kami saling berkenalan dan sedikit berbagi cerita tentang kehidupan sehari-hari. Mereka cukup menyenangkan dan ramah padaku.

"Okay.. okay.. tolong dengarkan aku," seorang wanita sekitar berumur 35 tahun berdiri di depan kami. Sepertinya wanita itu akan menjadi pembimbing grup Grande. "Berapa jumlah keseluruhan dari kalian?" lanjutnya.

"19 ma'am" Kylie menjawab pertanyaan itu. Dia juga masuk dalam grup Grande tahun lalu. Setiap tahun mereka hanya merekrut tidak lebih dari 10 orang. Jadi dua tahun ini kami berjumlah 19 orang.

"Baiklah.. perkenalkan nama ku Harley Angelina, kalian dap..."

"Permisi" ketukan pintu serta suara familiar yang akhir-akhir ini jarang menghiasi telinga ku terdengar cukup lantang.

"Apakah masih ada tempat untuk ku disini? Aku murid prioritas." Aku menolehkan wajahku pada sumber suara, dan benar disana berdiri seorang Jake Walter yang menyandarkan tubuhnya pada daun pintu serta menggenggam amplop coklat murid prioritas.

"Tentu saja, kami masih berjumlah 19" ucap Kylie serta memandang ku dengan senyum penuh arti.

Jake melangkah memasuki aula lalu memberikan amplop tersebut kepada Mrs. Harley Angelina, ia kemudian berjalan mendekati ku tentunya semua orang dalam aula menatapnya heran. Mereka saling berbisik, seorang Jake Walter mengikuti kelas vokal dan memilih grup Grande. Jika mereka dan tentu saja aku berada diposisi Jake, dapat dipastikan saat ini aku sedang berlatih dengan Wolfy.

"Hai Stella," ucap Jake didekat telinga ku sebelum ia duduk di bangku belakang ku.

Kata sapaan singkatnya tadi, mampu membuat jantung ku berdetak sangat cepat. Ya Tuhan kau kenapa Stella!

Pertemuan pertama kami hanya saling berkenalan dan mengenali jenis suara masing-masing. Tapi lumayan melelahkan, Aku memijat tengkuk leher ku perlahan untuk melemaskan leher ku yang kaku.

"Sampai berjumpa minggu depan, Stella!" ucap Kylie yang berjalan beriringan dengan ku menjauhi aula. Kami berpisah di sudut lorong karena tujuan ku berbeda dengan Kylie.

"Stella" seseorang memanggilku membuat tubuhku berbalik ke belakang. Mendapati Jake yang tersenyum sangat manis padaku. Aku mendekatkan diri padanya dan membalas tersenyum juga padanya.

"Hai! Apa kabar?" Oh My God! apa yang kau tanyakan Stella! kau bertingkah seperti tidak mengenalnya!.

Jake menautkan kedua alisnya bingung lalu berkata, "Baik, ikut lah dengan ku" tangannya dengan cekatan meraih tangan ku.

"Kemana?"

Tidak ada jawaban darinya.

Kami duduk di bangku taman tengan kota, satu cup vanilla latte ku genggam erat untuk menghangatkan suhu telapak tangan ku, sementara Jake telah menghabiskan kopi kesukaannya beberapa waktu yang lalu.

"Lihat lah langit sangat indah saat matahari akan terbenam," ucapnya seraya menunjuk lukisan Tuhan di angkasa. Yaa memang indah, warna oranye mendominasi langit.

"Jake.."

"Hm.." responnya masih menatap langit.

"Apa alasan mu memutuskan untuk masuk kelas vokal?"

"Kau."

Oke, jawaban gurauan itu cukup membuat ku gugup.

"Jake, aku serius." ucapku sesantai mungkin untuk menutupi salah tingkah.

"Kau ingin dengar?" kali ini ia menatap ku sangat dalam dan hangat. Aku hanya mengangguk mantap.
"Karena....... kau." katanya dengan wajah konyol.

Aku memutar kedua bola mataku, lelaki ini tidak akan pernah menjadi serius! maki ku dalam hati.
Melihat ekspresiku yang kesal, Jake tertawa ringan dan tangannya mengacak kepala ku gemas membuat tatanan rambut ku sedikit berantakan.

"Baiklah.. baiklah.. Aku mengikuti kelas vokal karena setelah ku pikirkan aku terlalu memaksa untuk menulis sebuah lagu," Ia menghela nafas berat, lalu ia melanjutkan kata-katanya "..aku mulai merasa bakatku pada vokal".

Aku tersenyum mendengar pengakuan Jake, akhirnya ia dapat menyadari kelebihan pada darinya.

"Lalu mengapa kau memilih Grande? jika aku adalah dirimu tentu saja aku akan memilih Wolfy!"

"Ya, itu lah kau. Berbeda dengan diriku" ucapnya dengan tawa lepas.
Jake Walter! kau sangat menyebalkan.

"Kau selalu bercanda saat aku bertanya," ungkap ku kesal. Wajah ku menatap jalanan lurus, tapi dapat ku lihat dari sudut mata ku ia menatap ku dengan senyum kecil tapi indah.

"Karena aku mencintai mu"

degg...

aku menolehkan wajah ku menatapnya, disitu terdapat wajah tanpa gurauan, tanpa tawa, ataupun konyol seperti biasanya. Sorot matanya tajam, rahangnya menjadi tegang, dan wajahnya memiliki aura keseriusan.

Aku mencoba untuk tertawa untuk mrncairkan suasana, "ha..ha..ha... kau sangat lucu Jake"

"Aku tidak sedang bercanda, Stella Johnson"

Baiklah, jika Ayah ku berbicara serius pada ku ia selalu menyebut nama lengkap ku. Oke aku tidak tau apa yang harus aku lakukan sekarang. Haruskah aku menciumnya? ah tidak! atau haruskah aku mengatakan padanya oh my god Jake aku juga sangat mencintaimu kemudian memeluknya erat? oh oh tidak Stella! buang semua pemikiran gila mu itu. Tenang, kau harus tenang!
Pikir ku berkecimuk tanpa henti.

"Kau tidak perlu menjawabnya. Aku tau ini aneh, dan tentu saja aku juga cukup mengerti kau tidak mencintaku. Tapi ku mohon biarkan aku selalu dekat dengan mu, aku berjanji akan membuatmu mencintai ku"

Aku menelan ludah dengan susah payah, aku tidak mengerti perkataan Jake ini hanya bercanda atau dia sedang berlatih untuk kelas drama. Tapi aku sangat ingin berkata 'aku juga mencintai mu'

Dan kata-kata itu hanya mampu ku ucapkan dalam pikiranku.




BERSAMBUNG.

STELLA.Kde žijí příběhy. Začni objevovat