BAB 14

423K 20.3K 356
                                    

"Tiga minggu lagi, Ayah. Ku mohon"
sudah terhitung satu setengah jam lamanya ponsel ku mencium telinga ku, di seberang sana terdengar suara orang yang paling aku cintai dan sedang aku rindukan. Aku memohon kepada Ayah ku untuk datang pada pementasan drama tiga minggu lagi.

"Ya.. ya.. Ayah akan percepat pekerjaan sehingga dapat segera pulang"

"Janji?" meski umur ku menginjak 18 tahun tapi aku masih saja manja padanya.

"Baiklah, Ayah selalu kalah jika dengan mu" ucapnya disertai tawa ringan yang sangat aku rindukan.

"Aku merindukan mu, Ayah"

"Ayah lebih merindukan mu,"

Aku tersenyum manis, begitupula hati ku ikut tersenyum. Ingin sekali rasanya memeluk Ayah, dan menceritakan segala yang terjadi beberapa minggu ini. Tentang Jake, teman baru, kelas vokal, dan banyak lagi. Aku sangat menunggu kedatangan Ayah.

"Ayah harus menutup telepon, Stella. ada banyak pekerjaan telah menanti. Jaga dirimu baik-baik"

"Jaga dirimu juga" ucapku kemudian telepon terputus.

***

Aku keluar dari kamar tidur ku lalu menatap kamar Jake sebentar, masih tertutup rapat. Pasti dia masih tertidur pulas.
Ku buka lemari es untuk mengambil se kotak susu sembari mencari adakah yang dapat ku makan pagi ini. Ternyata hanya ada beberapa minuman kaleng dan tiga kotak susu.
Karena perut ku sangat lapar aku memutuskan untuk membeli beberapa makanan di kafetaria.

Di kafetaria tidak terlalu banyak orang seperti saat hari sekolah pada jam istirahat. Berhubung ini hari libur jadi hanya ada beberapa orang yang hanya sekadar membeli roti atau sekotak susu.

Aku melihat Ben, teman Jake, berdiri di depan loket pembayaran dengan sebotol air mineral di tangannya. Ia memakai hoodie abu-abu serta celana pendek berwarna senada, kedua telinganya terpasang earphone. Sesekali telapak kakinya mengetuk-ngetuk lantai seperti menikmati setiap intonasi lagu yang sedang ia dengarkan.

Aku berjalan menghampirinya dengan dua buah sandwich yang ku genggam. Sekilas ia melirik padaku, aku tersenyum tapi ia hanya menatap ku tanpa memberikan senyum juga.

Dasar menyebalkan! jika kau tidak tampan, sudah ku tendang dirimu. ucap ku dalam hati.

Setelah membayar, aku bergegas menuju ke flat kembali untuk memanaskan sandwich yang baru saja ku beli.

"Stella" seseorang memanggil ku, reflek tubuh ku membalik menghadap asal suara itu.
Ternyata Ben, yang telah memanggil ku. Ia melangkahkan kaki mendekati tempat diriku berdiri.

"Kau menjatuhkan ID Card mu" lanjutnya lagi seraya memberikan ID card tersebut.
Ya mulai dari kemarin Jake selalu meninggalkan ID cardnya di atas meja komputernya, ia bilang aku dapat memakainya sambil menunggu ID card ku telah selesai dibuat.

"Terima kasih, Ben" ucapku dengan tersenyum padanya, ia membalas tersenyum juga lalu membalik badannya pergi menjauhi ku.
Padahal senyumnya sangat manis, tapi ia terlalu kaku.

***

Aku memanaskan sandwich beefy yang ku beli di kafetaria, mewanti-wanti agar Jake tidak bangun sebelum aku memanaskannya.
Tepat setelah ku panas kan, pintu kamarnya berdecit terbuka. Ia hanya memakai boxer hitam tanpa memakai baju untuk menutup dada bidangnya itu.

"Selamat pagi Jake" ucap ku riang.

"Selamat pagi Stella" katanya masih dengan wajah mengantuk membuka lemari es untuk menuang air mineral dalam gelas yang telah digenggamnya.

"Aku buat sandwich lagi" kataku.

"Waw, kesukaan ku"

Lalu ia meraih piring kecil berisi sandwich itu dan melahapnya tanpa tersisa.
"Kau selalu sempurna membuat sandwich mu" ucapnya sembari memeluk ku dan mencium ujung kepala ku.

"Aku mau membersihkan kamar ku, Jake. Lepaskan" aku berusaha melepas pelukan Jake dengan halus. Sebenarnya aku tidak ingin, karena pelukkannya terasa sangat hangat dan nyaman tapi aku malu.

Ia mengeratkan pelukkannya, kemudian melonggarkan pelukan itu perlahan tanpa berkata apa pun. Aku segera menuju kamar tidur ku, bukan untuk membersihkannya tapi untuk bercermin apakah wajahku memerah.

***
(JAKE POINT OF VIEW)

Pagi terindah sepanjang hidup ku, melihatnya pertama kali setelah aku terbangun dari tidurku. Jiwa ku damai saat melihatnya tersenyum, dan aku suka saat ia malu dan mulai membuat alasan untuk menjauh dari ku.

Ku teguk sekotak susu terakhir yang tersisa di dalam lemari es, aku belum sempat berbelanja untuk mengisi kembali lemari es yang isinya sama seperti baru pertama kali ku beli, kosong.

Aku membuang kotak susu itu ke dalam tempat sampah, tapi ku temui bungkus sandwich beefy lagi.
Jadi.. sandwich tadi, ia membelinya lagi.
Aku tertawa dalam hati, ia selalu ingin supaya berkesan saat di depanku. Stella sangat menggemaskan.

Oh Tuhan! aku tidak tau apa yang kurasa tapi aku benar-benar mencintainya.

"Stella."

"Yaa?" sahutnya sedikit kecang dari dalam kamarnya.

"Bisakah kau keluar sebentar?"

Tak lama kemudian ia membuka pintu, hanya kepalanya saja yang keluar diantara sela-sela pintu yang terbuka.

"Ada apa?" tanyanya.

"Kemarilah, aku merindukan mu"







BERSAMBUNG.
Please vote and comments.

STELLA.Where stories live. Discover now