Epilog

3.8K 233 47
                                    


Hari demi hari telah berlalu, tak terasa sudah beberapa tahun terlewati.

Penampilan Veve, kini telah jauh lebih dewasa, rambutnya yang dulu panjang, kini telah ia pangkas sebahu, wajahnya yang dulu natural, kini telah ia poles dengan sentuhan make up tipis.

**

Jam menunjukkan pukul 10.00 WIB.

Veve duduk di sebuah kafe sendirian, sedang menunggu seseorang.

Suara lonceng berbunyi membuat Veve menoleh ke arah pintu, ia tersenyum melihat siapa yang datang.

"Hai, sayang," sapa orang itu lalu duduk.

"Hai juga, sayang, aku punya sesuatu loh buat kamu-" Belum sempat melanjutkan ucapannya, tiba-tiba ia disodori sebuket bunga dan coklat.

"Buat Veve Abigail Claretta," ucap orang itu.

Veve tersenyum dan menerimanya. "Makasih, Geral Ferdio Alexander."

Orang itu adalah Dio, sosok yang telah mendampingi hidupnya semenjak SMA kelas XI.

Meskipun telah lulus sekolah, namun, mereka tetap melanjutkan kisah cinta mereka.

Langgeng?

Tidak juga, hubungan mereka sudah beberapa kali putus namun akhirnya nyambung kembali.

Bosan?

Sering. Namun, jika sudah mencintai, setiap hari bertemu juga tak masalah, kekuatan cinta yang mengalahkan rasa bosan tersebut.

"Katanya kamu punya sesuatu buat aku?" tanya Dio.

"Sesuatu ini nggak berharga sih, aku cuman iseng bikinnya."

"Nggak apa-apa, Veve sayang."

Veve pun memberikan toples berisi origami buatannya.

"Maaf ya, soalnya aku iseng aja bikin ginian buat kamu, sederhana sih, tapi semoga kamu suka."

"Ngapain minta maaf? Ini romantis, Ve, karena origami ini buatan kamu dan kamu membuatnya dengan sepenuh hati, tidak ada duanya," ucap Dio membuat Veve tersenyum.

Itulah Dio, penyayang, selalu saja bisa menghargai dirinya dan menegurnya dengan lembut jika ia melakukan kesalahan.

Dio dan Veve sering bertengkar, karena memang dalam hidup tak selalu terasa manis.

Terkadang, hidup harus merasakan pahit terlebih dahulu agar bisa merasakan manisnya.

"Udah pesen makanan belum?" tanya Dio.

"Belum, nungguin kamu dulu."

Dio tersenyum dan mengacak rambut Veve pelan. "Aku mau ke kasir pesen dulu ya, kamu tunggu di sini bentar."

"Kenapa harus ke kasir? Panggil aja pelayannya."

"Kasihan pelayannya, nanti mereka capek," ucap Dio dengan nada bergurau.

Sebenarnya bukan itu alasannya, tapi karena Dio akan memberikan sesuatu yang spesial untuk Veve.

Cara klasik memang, namun itu adalah ide dari Gara, Liam dan Manu kemarin, saat ia berkonsultasi pada mereka, sang pakar cinta.

**

Dio sedang berbincang dengan Veve sambil menunggu pesanan datang.

"Udah denger kabar belum? Yang Rey mau nikah sama Kak Laysa?" tanya Veve.

"Oh ya? Kok aku baru tahu ya?"

"Iya, ternyata, Rey sama Kak Laysa itu udah tunangan dari kelas XI SMA semester 1."

Ice Cream Prince ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang