CHAPTER 32 : HAMPA

2K 177 32
                                    

Belum direvisi.
----

Hari ini, Veve sangat tak bersemangat untuk pergi ke sekolah.

Sahabat menjauh.
Pacar pun tak punya.

Menyedihkan, tapi itu memang murni kesalahannya.

Dengan langkah malas, ia berjalan menuju kelasnya, namun, dari arah berlawanan ada Dio dan Sherly jauh di belakangnya, seperti sedang mengejar sambil memanggil nama Dio.

4 langkah lagi, ia akan berpapasan dengan Dio. Dio dengan pandangan lurus ke depan, dan Veve memandang Dio berharap Dio menoleh dan menyapanya.

Tap.. Tap... Tap... Tap...

Mereka pun berpapasan, namun tanpa sapa dan Dio yang sama sekali tak melihat ke arah Veve, Sherly yang jauh di belakang Dio pun mengernyit dan menebak-nebak dalam pikirannya, apakah Dio dan Veve telah putus.

Dalam hati, Veve merasakan seperti tergores kaca dan melukai hatinya.

Ia akhirnya mempercepat langkahnya untuk menuju kelasnya.

Sherly yang melihat itupun semakin yakin bahwa mereka sudah putus.

Dengan senyum yang mengembang, ia pun berlari mengejar Dio.

**

Di dalam kelas, Veve lebih banyak diam dan melamun.

Melamunkan banyak hal, pikirannya berkecamuk.

Rey yang melihat hal itu pun menoleh ke arah Maria dan Pipin yang keadaannya tak jauh beda dengan Veve, lebih banyak diam, tak seperti biasanya.

Rey pun mengambil kesimpulan kalau Veve sedang ada masalah dengan teman-temannya, kesimpulan Rey tidak salah, namun kurang tepat. Ia masih tak tahu kalau Dio dan Veve telah putus.

**

Bel istirahat berbunyi, namun Veve masih melamun di tempatnya, Rey pun bingung karena Veve tak kunjung beranjak dari tempatnya, padahal kelas telah sepi, dan Veve tak pergi ke kantin dengan teman-temannya seperti biasa.

Ia pun menepuk pundak Veve pelan, mencoba menyadarkan Veve.

"Ve," panggilnya.

Veve pun sadar dan menoleh ke arah Rey. "Ya?"

"Lo gak ke kantin?" Tanyannya penasaran.

"Enggak," ucap Veve. Dan detik itu juga, perutnya berbunyi.

"Perut lo bunyi tuh, kalau maag lo kambuh gimana?" Tanya Rey membuat Veve merasakan debaran di hatinya.

Namun, debaran itu tak seperti dulu, berbeda dengan sebelum ia mengenal Dio.

"Gak ada temennya mau ke kantin?" Tanya Rey.

Veve mengangguk jujur.

"Yaudah, yuk gue temenin," ucap Rey dan menarik tangan Veve. Veve hanya diam, tak menolak dan mengikuti tarikan Rey.

**

"Tumben lo gak ke kelas Veve? Itu temen-temennya Veve juga cuman bertiga, tanpa Veve, biasanya kan berempat?" Tanya Gara sambil menujuk ke arah Sasa, Maria dan Pipin. Mereka sedang berada di kantin sekarang.

"Gue putus sama Veve," ucap Dio lalu meminum jus alpukatnya.

"Ha? Serius? Kenapa?" Tanya Liam penasaran.

"Kemarin baru pas 1 bulan 'kan?" Sahut Manu.

Belum sempat Dio menjawab, Rey datang bersama Veve.

Dio, Gara, Liam dan Manu melihat Veve datang bersama Rey. Mata Dio dan mata Veve tak sengaja bertabrakan singkat, singkat karena Dio segera memalingkan wajahnya.

"Oh, gue udah tau jawabannya, yaudah, santai aja, banyak kok cewek yang model Veve, Veve mah buang aja ke laut, pasti banyak yang setuju kalau cewek model Veve dibuang ke laut," ucap Gara berusaha menghibur Dio.

Bugh!

Satu tonjokan pelan dari Dio tepat mengenai pipi kanan Gara. "Jangan sama-samain Veve dengan cewek lain!" Bisik Dio pelan lalu pergi meninggalkan kantin.

Liam menjitak kepala Gara. "Lo bego banget sih! Udah tau dia lagi patah hati malah lo ngomong kayak gitu, mau gue tambahin tonjokannya di pipi kiri lo?" Geram Liam.

"Kan gue cuman menghibur," sanggah Gara.

"Hiburan lo gak bermutu, gak berbakat lo jadi lelaki penghibur," sahut Liam lalu pergi menyusul Dio.

"Emang gue salah ngomong ya?" Tanya Gara polos pada Manu.

"Nggak kok, cuman lo itu terlalu bego buat ngertiin suasana, yuk ah nyusul mereka," ajak Manu.

Veve yang duduk menghadap ke arah meja Dio pun memejamkan mata, baru kali ini ia melihat Dio menonjok temannya sendiri, dan Veve tidak tahu alasannya.

Ia mengembuskan napas berat.

"Ve, lo mau pesen apa?" Tanya Rey.

"Samain aja,"

Rey mengangguk dan pergi untuk memesan makanan.

Veve tak sadar jika yang berada di meja belakangnya adalah Sasa, Pipin dan Maria.

"Katanya eneg liat mukanya, tapi sekarang malah makan berdua." Ucap seorang dengan sedikit keras dari meja belakangnya, Veve tahu benar, siapa pemilik suara itu, dia adalah Sasa.

Veve yang mendengarnya pun memejamkan mata, ia ingat, bahkan sangat ingat saat kemarin ia bilang eneg melihat wajah Rey.

Tak lama, Rey pun datang membawa 2 mangkuk soto ayam.

"Nih, gue traktir soto," ucap Rey sambil menyodorkan semangkuk soto ke arah Veve.

"Selamat makan," ucap Rey lalu melahap sotonya. Berbeda dengan Veve yang mengaduk-aduk sotonya tanpa minat.

Suara tertawa lepas dari meja yang diduduki Sasa, Pipin dan Maria membuat Veve merasa ingin menangis, seharusnya, ia berada di meja itu dan ikut tertawa bersama mereka.

Rey melihat Veve tak memakan sotonya pun bertanya. "Kok gak dimakan?"

"Gue mau ke kelas," ucap Veve dengan nada bergetar ingin menangis.

"Tapi, lo belum-"

"Yaudah, gue ke kelas sendirian, makasih sotonya," ucap Veve lalu pergi ke kelasnya.

Sherly yang sedari tadi melihat dan mendengar kejadian itu tersenyum sinis.

"Oh, jadi, lo udah gak punya temen dan gak punya pacar? Ngenes banget hidup lo, Ve, kayaknya, sekarang waktu gue buat bales dendam sama lo," ucapnya pelan lalu berdiri.

**

Di dalam kelas, Veve duduk di bangkunya sendirian.

Ia menghapus air mata yang jatuh di pipinya, lantas ia mengembuskan napas kasar.

Untuk hari ini, ia merasa hampa.

**********

Tbc~
Besok libur sekolah yeyyy 😂 🙌

Maafkan segala macam typo dan kekeliruan yang lainnya. 😚

#29-03-2017

Ice Cream Prince ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang