Chapter 23 : Sayap Pelindung

2.1K 197 28
                                    


Awan hitam menyelimuti langit, sepertinya akan turun hujan lebat.

Veve duduk di halte sendirian, ia melarian diri dari Dio dan sialnya, berakhir di halte sendirian karena ternyata mama ataupun supir tidak bisa menjemputnya.

Lebih sialnya lagi, ia diberi tahu oleh Sasa lewat telpon barusan, ternyata supir transportasi konvesional dan transportasi online sedang mogok kerja. Alhasil, tinggallah Veve di halte.

Rinai hujan perlahan turun, perlahan berubah menjadi deras.

Dalam hati ia menyesal karena telah melarikan diri dari Dio.

"Seandainya gue tadi nggak kabur dari Dio, gue udah ada di rumah dan baca novel di wattpad," keluhnya.

"Gue jadi keinget dulu, pas mama gak bisa jemput terus Rey panggilin taksi buat gue," ucapnya sembari menghilangkan sepi.

"Astaga, kenapa gue mikirin Rey sih! Inget, Ve. Dia itu udah bikin lo sakit hati, kenapa lo nggak bisa move on dari dia sih?"

"Veve!" Teriak seseorang yang sedang berlari ke arahnya.

Veve mengernyit, ia tidak bisa melihat dengan jelas, siapa yang sedang berlari ke arahnya itu, karena hujan turun dengan deras.

Hingga orang itu sampai di depan Veve dengan napas terengah-engah. Veve terperangah melihat siapa orang itu.

Dia adalah Dio, dengan keadaan basah kuyup.

"Dio? Lo ngapain hujan-hujanan gini?"

"Ini gara-gara lo, Ve!" ucap Dio dengan marah.

Veve tertegun, diam dan menunduk.

"Lo bisa nggak, jangan buat gue khawatir! Gue nyariin lo kemana-mana, dari lantai bawah sampe lantai atas, gue nyari lo keliling sekolah! Gue takut lo kenapa-napa! Please, Ve. Gue takut-"

"Maaf," Potong Veve. "Gue nggak bermaksud buat lo khawatir."

Dio menghembuskan napas lelah. "Sorry, kalau gue jadi bentak-bentak lo gini."

Veve menatap mata Dio.

"Gue takut Sherly bales dendam sama lo. Tadi gue telpon mama lo, katanya lo belum pulang."

Veve mengernyit, "Mama gue? Lo tau darimana nomer mama?" Selidik Veve.

Dio tampak terkejut, sepertinya ia telah keceplosan.

"Itu nggak penting, yang penting itu lo ternyata baik-baik aja," ucap Dio cepat.

Veve tersenyum. "Dio, lo nggak harus khawatir gitu, lo kan yang bilang, kalau gue ini cewek pemberani. Gue kuat, Dio. Gue bisa atasin Sherly sendiri."

"Cewek itu emang gitu ya, maunya terlihat sok kuat," ucap Dio.

"Cewek itu gak mau dianggap sebagai makhluk yang lemah," sanggah Veve.

Veve melihat bibir Dio yang mulai membiru. "Dio," panggilnya lalu menggenggam tangan Dio. "Tangan lo dingin banget," ucap Veve khawatir.

"Bentar ya, Ve. Gue ambil mobil gue dulu."

"Tapi lo kedinginan, Dio!"

"Lo tunggu di sini sebentar," ucap Dio lalu berlari.

Veve mendengus sebal. Ia memandang sepatunya dan memainkannya ke depan dan ke belakang. Tak lama suara mesin berhenti di depan halte mengagetkan Veve.

Veve tersenyum karena Dio telah sampai dan mendongak. "Lo ... lo siapa?" tanya Veve saat melihat lelaki depannya bukan Dio, namun lelaki berbadan kekar dan sedang memandangnya.

"Hai, cewek. Sendirian aja," ucap lelaki itu lalu turun dari motornya untuk mendekati Veve.

Veve merasa takut karena lelaki itu sekarang duduk di sampingnya. Veve bergeser menjauh dari lelaki itu.

Dio, tolongin gue, batin Veve.

Lelaki itu menggeser tubuhnya mendekat ke arah Veve.

Veve menjauh, lelaki itu mendekat, terus begitu sampai Veve berada di ujung. Veve berdiri.

"Mau lo itu apa hah?" bentak Veve.

"Abang cuman mau kenalan sama eneng kok."

"Gue gak mau!"

"Eneng harus mau." Lelaki itu berdiri dan mendekati Veve dengan seringaian.

"Jangan mendekat!"

"Jangan takut, Neng."

"Dio, tolong!" Teriak Veve.

"Teriak panggil siapa, neng? Dia nggak bakal dateng, di sini sepi banget loh, nggak ada yang bisa bantuin eneng." Ucapnya.

Veve ketakutan dan memeluk tasnya dengan erat.

Suara ban berdecit terdengar. Veve dan lelaki tadi menoleh. Dio keluar dari mobilnya dengan muka merah padam.

Bruk!

Lelaki itu terkapar di jalanan. Dio menendang tubuh lelaki itu dengan telapak kakinya yang terbalut sepatu.

Bugh! Bugh!

Dio memukul lelaki itu.

"Dio, udah." Veve menarik Dio menjauh.

"Bangsat! Pergi lo dari sini!" Bentak Dio.

Lelaki itu bangkit, mematap Dio tajam, dan pergi dengan mengendarai motornya.

Dio mengambil jaket di tasnya.

"Nih pakai, biar nggak kedinginan." Dio memakaikan jaket pada Veve.

"Dio! Lo itu yang kedinginan, lo gak liat baju lo basah kuyup gitu?" Heran Veve, lalu melepas jaket Dio. "Lo yang pakai." Ucap Veve sambil memakaikan jaket pada Dio.

"Lo yang pakai atau lo nggak akan gue anter pulang? Gue itu cowok, Ve. Udah biasa kayak gini."

"Cowok itu juga manusia!"

Dio memakaikan jaket pada Veve, "Yuk, gue anter pulang." Ucap Dio lalu menggandeng tangan Veve menuju mobilnya.

Hujan memang telah reda, namun hawa dingin masih tetap terasa.

Dio menyalakan mesin mobilnya dan melaju membelah jalanan yang dipenuhi genangan.

"Dio, lo beneran nggak apa-apa?" Tanya Veve khawatir.

Dio tersenyum, "Nggak apa-apa, Ve. Ini udah jadi tugas gue."

Veve menatap Dio tak mengerti, "Tugas? Tugas apaan?"

"Jadi sayap pelindung lo. Gue bakal berusah jadi sayap pelindung buat lo." Ucap Dio dengan tersenyum.

Hati Veve menghangat mendengar kalimat Dio barusan.

Dio, gue bakal mencoba buka hati untuk lo. Batin Veve sambil memandang wajah tampan Dio yang sedang fokus menyetir, tersenyum, lalu memandang keluar jendela.

**********

Ga ada feelnya ya?

Sorry

Lagi kehilangan mood buat ngetik~

#06-03-2017

Ice Cream Prince ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang