CHAPTER 33 : PENYESALAN

2K 197 61
                                    

Bel pulang sekolah berbunyi nyaring, Veve dengan sigap langsung berdiri dan memakai tasnya.

Rey menahan tangan Veve yang hendak melangkah. Veve pun menoleh dengan pandangan lesu. Entah mengapa ia tak bersemangat dan merasa tidak mau berdebat dengan Rey seperti biasanya, rasa marah dan kesalnya dulu menghilang ntah kemana, menguap begitu saja. Apakah mungkin karena rasa cinta Veve terhadap Rey? Itulah anggapan Veve.

"Temenin gue jalan yuk?" Ajak Rey.

Veve menimang-nimang ajakan Rey, tak apalah ia pergi bersama Rey, siapa tahu hatinya bisa sedikit terhibur.

Ia pun mengiyakan ajakan Rey, tanpa pikir panjang.

Mereka pun berjalan ke arah parkiran, berdua. Di depannya, Veve melihat punggung Sasa, Pipin dan Maria sedang berjalan ke arah yang sama, menuju parkiran sambil bersenda gurau.

Sakit, itu yang ia rasakan saat melihat sahabatnya bahagia, tanpa dirinya.

Veve pun mengalihkan pandangannya, namun, ia malah melihat Dio seperti sedang menelpon seseorang dan Sherly yang menggelayutkan tangan manja di tangan Dio, Dio terlihat tak memersalahkannya, seperti tidak terganggu dengan tangan Sherly. Sekali lagi, ia merasa ada yang sakit di dalam hatinya, Veve tak tahu apa namanya, yang ia tahu, ia merasa sakit saat melihat Dio bersama Sherly.

Apakah itu yang dinamakan cemburu? Tapi, bukankah Veve mencintai Rey? Mengapa ia harus cemburu pada Dio? Itulah yang ada di pikiran Veve.

"Jangan lupa besok ya!" Seru Sasa pada Maria yang telah melajukan motornya, lalu menaiki motor Pipin. Veve pun secara tak sadar menoleh ke arah Sasa dan Pipin yang telah melajukan motornya.

Sedikit lagi, motor yang dikendarai oleh Pipin dan Sasa melewatinya.

Motor itu pun melewati Veve, sang pengendara dan penumpang motor itu asik berbicara tanpa mau repot-repot menoleh dan menyapa Veve.

Sakit!

Perih!

Penyesalan!

Itulah yang dirasakan Veve.

Veve tak tahan jika harus jauh dari sahabat-sahabatnya itu, sangat sakit. Jujur, lebih sakit daripada saat melihat Dio dan Sherly tadi. Susah payah ia menahan air matanya yang mendesak ingin keluar.

"Rey, gue mau ke kamar mandi dulu," pamit Veve.

"Oke, gue tunggu di motor, kalau udah selesai, samperin gue,"

**

Veve membasuh wajahnya, air matanya lebur menjadi satu dengan air yang menerpa wajahnya tadi.

Ia melihat pantulan wajahnya di cermin.

Menyedihkan, tak seperti Veve biasanya.

Air matanya kembali menetes, ia pun langsung membasuh wajahnya kembali dengan air.

Namun, alangkah kagetnya saat ia melihat pantulan Sherly di cermin, ia pun menoleh.

"Hai, adek kelas belagu," Sherly menyeringai. "Kasihan banget sih, gak punya temen? Udah temen gak punya, pacar juga tak punya, ngenes banget hidup lo!"

Veve diam, tak berminat untuk meladeni Sherly.

"Gue tau, sekarang adalah saat-saat lo terpuruk 'kan? Dan saat-saat inilah, waktu yang tepat untuk bales dendam sama lo!" Ucap Sherly lalu mendorong tubuh Veve hingga membentur tembok, dengan sigap Sherly langsung membenturkan kepala Veve dan menamparnya, Veve diam tak melawan, meskipun ia merasakan sakit secara fisik, tapi sakit di batinnya jauh lebih terasa.

Ice Cream Prince ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang