Chapter 15 : Kuis Berhadiah Cinta

2.7K 211 26
                                    

Rey memasuki rumah dengan tangan kanan menggenggam ponselnya.

Drtt...

Ponsel Rey bergetar.

Setelah membantingkan tubuh di kasur, ia segera melihat ponselnya.

*You have new message*

-Sunshine- : Hai, Rey. Udah nyampai rumah belum?

Rey langsung membalaskan balasan.

-Rey- : Sudah kok, kamu udah makan?

-Sunshine- : Belum? Di sini masih pelajaran. Belum pulang sekolah.

-Rey- : Ya sudah, sana belajar yang pinter. I LOVE YOU.

-Sunshine- : Iya, Rey. I LOVE YOU TOO :-*.

Rey tersenyum lalu memasukkan ponsel ke saku celananya, tanpa mengetikan balasan.

🍦🍦🍦

Malam telah datang. Rembulan mulai memancarkan sinarnya bersama dengan bintang-bintang di sekelilingnya.

Dio duduk di atas kap mobil bersama teman-temannya, siapa lagi kalau bukan Gara, Manu, dan Liam.

"Ada yang ngajak balapan nanti malem, ikutan nggak?" tanya Manu pada teman-temannya.

"Siapa? Taruhannya apaan?" Tanya Dio.

"Raka, taruhannya cewek."

"Nggak ah, taruhannya gak mutu. Masak taruhan cewek? Dikira cewek boneka? Dasar playboy," ucap Dio.

Liam memukul kepala Dio. "Ngaca! Lo juga playboy, Bego!"

"Gue udah tobat!" elak Dio tak terima.

"Demi apa lo tobat?"

"Halah, tobat apaan, Setan! Lo masih suka tebar pesona!" hardik Gara lalu tertawa.

"Demi Veve," ucap Dio lalu tersenyum lebar. "Gue nggak tebar pesona, tapi pesona gue itu nggak tau kenapa terlalu kuat, jadi cewek-cewek pada kecantol sama gue."

"Lo beneran suka sama Veve?" tanya Gara.

"Gue nyaman sama dia," jawab Dio.

"Nyaman doang, belum suka."

"Nyaman itu nomer satu! Rasa suka dan sayang itu bakalan ada kalau rasa nyaman udah muncul. Catet!" jawab Dio.

"Serah lo deh, tapi, apa gak terlalu cepet?" tanya Manu.

"Heh, lo gak tahu kalimat 'love at first sight' ya?" sahut Liam.

"Udahlah, mending kita otw ngopi," ajak Dio.

Gara mengernyit. "Gak jadi balapan?"

"Enggak, Gara sayang!" jawab Dio, Liam dan Manu bersamaan.

Gara menggelengkan kepalanya. "Gue masih normal njeeeerrrr!!!!!"

🍦🍦🍦

Setelah memesan makanan dan minuman, mereka duduk menunggu pesanan.

"Free wifi. Password-nya apaan?" tanya Gara.

"Nggak tau, kita kan baru pertama ke sini!" jawab Manu.

"Gue tanyain dulu," ucap Dio lalu pergi menuju kasir.

Namun di tengah jalan, ia bertabrakan dengan seseorang perempuan.

"Sorry. Gak sengaja," ucap Dio merasa tak enak.

"Nggak apa-apa kok. Eh? Dio?"

"Kok lo kenal gue?"

"Kita satu sekolahan, gue temennya Veve. Nama gue Nevya."

"Oh, satu kelas?"

"Iya, gue satu kelas sama Veve."

Ide jahil muncul di pikiran Dio.

"Lo pasti punya nomernya Veve, kan?"

"Iya, gue punya."

"Minta," ucap Dio lalu memberikan ponselnya.

"Makasih."

Setelah mendapatkan nomer Veve, ia pergi ke meja teman-temannya duduk.

"Gimana? Apa password-nya?" tanya Gara.

"Oiya, gue lupa tanya." Dio tertawa. "Lo tanya aja sendiri," ucap Dio lalu menempelkan ponsel ke telinganya.

"Halo, dengan saudari Veve?" tanya Dio dengan gaya formal, teman-temannya yang melihat ingin bertanya. Namun telunjuk Dio melayang ke bibirnya sendiri, menyuruh untuk diam.

"Iya, ini siapa ya? Ada apa menelpon saya malam-malam."

"Saya mau memberi tahu, bahwa Anda telah memenangkan sesuatu."

"Maaf, saya enggak pernah ikut kuis atau apapun yang berhadiah."

"Iya, tapi hadiah ini memilih Anda."

"Maaf, Anda siapa, memangnya saya menang apa? Dan hadiahnya apa?"

"Nama saya Geral Ferdio Alexander, Anda memenangkan hati seseorang yang bernama Geral Ferdio Alexander, dan Anda berhak memiliki hadiahnya, yaitu menjadi pacar Dio," ucap Dio lalu terkekeh pelan.

"Oh, maaf, saya nggak berminat untuk memiliki hadiah tersebut!" Ucap Veve ketus lalu sambungan terputus.

Dio tertawa sambil memandang ponselnya.

"Masih suka godain cewek kayak gitu lo bilang udah tobat?" Hardik Liam.

"Kan gue godain calon pacar gue. Jadi nggak apa-apa."

"Berharap banget lo jadi pacarnya Veve?" tanya Gara.

"Lo berharap sama dia, emang dia berharap juga sama lo?" ledek Manu lalu tertawa bersama Liam dan Gara.

"Semua butuh perjuangan, dan gue bakalan berjuang buat dapetin hatinya Veve."

Ia melihat kopinya yang ternyata sudah disajikan.

"Kapan kopinya dateng, kok udah ada disini?" tanya Dio membuat Gara menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Itu kopi udah dari tadi disajiin! Dan lo baru sadar kalau kopi itu udah disajiin?"

Dio mengangkat bahunya acuh dan hendak meminumnya, namun urung ia lakukan.

Ia tersenyum melihat ke dalam cangkir kopinya.

Ia melihat bayangan Veve di dalam cangkir berisi kopi tersebut.

Teman-temannya melihat kelakuan Dio mengernyit. "Lo kenapa?" tanya Gara.

"Masih waras, kan lo? Nggak sakit?" sahut Manu.

"Lo nggak gila, kan?" Liam menimpali.

"Gue lagi gila ... Gila gara-gara Veve." Dio tersenyum, lalu meminum kopinya.

🍦🍦🍦

#26-02-2017

Revisi : 19 Agustus 2017

Ice Cream Prince ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang