[18] Sebuah Kenyataan

Mulai dari awal
                                    

"Ckck..gila emang pesonanya tuh model, sampe bisa bikin dua pangeran Lazuardi kepincut," ucap Gabriel sambil mengelengkan kepalanya pelan lalu terkekeh, "Tapi lo tau kalo Nats deket sama Harris?"

"Emang  iya?" Tanya Fabian seolah memastikan jika pendengarannya tidak terganggu dan dia mendengar jelas ucapan Gabriel barusan, tidak salah dengar kan?

Gabriel memutar bola matanya malas. Sahabatnya itu memang benaran kudet. "Katanya sahabatan masa ngga tau? Makanya jangan ngurusin file-file mulu, Pak." cibir Gabriel.

"Apa sih, Gab? Ga paham gue."

Cowok bermata sipit itu menghela napas pelan, dia lupa jika sahabatnya ini kurang peduli dengan gosip apapun yang tersebar dikalangan siswa siswi Bibang. "Mereka pacaran. Lo tau?" ucap Gabriel singkat.

"Guess who? Siapa yang pacaran?" Fabian semakin bingung apalagi dengan perubahan wajah Gabriel yang menjadi serius.

"Adek lo sama model itu," ucap Gabriel akhirnya dan itu berujung pada keterdiaman Fabian. "Ya Nats sama Harris."

"Lo bercanda kan? That's impossible, Gab." Fabian menjawabnya dengan tatapan sulit diartikan. "Ngga mungkin aja gitu kan?" sambungnya.

"Nothing's impossible, man. Im serious. Gue lagi ngga bercanda," balas Gabriel sambil menatap perubahan air muka Fabian.

"Tapi sejak kapan? I mean..mereka ngga pernah deket."

"Gue ngga tau kapan. Tapi yang jelas gue ngeliat, mereka akhir-akhir ini ya..deket, sering hangout sama pulsek bareng," balas Gabriel sambil menelan ludahnya, "Bahkan mereka udah show off didepan publik, man. Lo sih terlalu sibuk sama Osis, makanya sekali-sekali update gosip itu juga perlu, Fab."

-Just be Mine-

"ABIS dari mana lo?!" Ucap Fabian dengan nada sarcastic saat melihat Harris yang baru saja memasuki pintu rumah padahal jam sudah menunjukan pukul setengah satu dini hari.

Bukan hal yang mengejutkan Harris hanya terlihat dirumah jika menjelang pagi begini. Tapi tetap saja perkataan Gabriel siang tadi masih menganggunya, membuatnya ingin bertanya langsung pada si tokoh utama yang membuatnya bingung itu.

"Gue udah pernah bilang. Ini bukan urusan lo!" Bentak Harris pada Fabian yang tengah berdiri dihadapannya sambil menyilangkan kedua tangannya didepan dada bidangnya. "Urus hidup lo sendiri."

Fabian menatap Harris geram saat menyadari bau alkohol yang menyeruak dari tubuh anak laki-laki itu, nampaknya dia sedang dalam keadaan sober. "Udah berapa kali gue bilang, itu bukan tempat lo, Ris!" Balas Fabian dengan nada ketus.

"Ngga usah sok peduli sama gue!" Harris mengucapkannya sambil menunjuk keras Fabian. Beruntung kedua orang tua mereka tengah berada diluar kota jadi tak akan mendengar pertengkaran kedua putranya itu.

"Oh gitu? Tapi apa lo peduli sama perasaan cewek yang lo mainin Hah?!" Ucap Fabian sambil menatap tajam Harris. "Lo peduli?" tanyanya sinis.

"Lo ngga usah ikut campur, ANAK PAPA! Gue dari awal udah bilang BUKAN URUSAN LO. Ngerti bahasa manusia kan?" Cibir Harris dengan nada menyindir diakhir kalimatnya.

Fabian benar-benar muak dengan kelakuan Harris kali ini. Apalagi jika mengenai cewek menggemaskan satu itu. "Urusan lo kali ini urusan gue kalau itu menyangkut Nats. Puas lo jadiin dia mainan lo? Bangga?!"

"Apa peduli lo sama Nats? Dia pacar gue!" Seru Harris dengan emosinya yang siap meledak seketika. Dia tidak suka miliknya kembali diusik oleh kakaknya itu. Tidak sama sekali.

Just Be Mine Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang