- 14 -

30 5 3
                                    

Setelah mengedipkan matamya berulang kali, Aga kini tersadar. Lelaki yang didepannya bukanlah Dhana seperti yang ada dipikirannya. Pak Surya yang masuk kedalam kamar Aga. Aga menampakan wajah kecewa. Ia sangat kecewa. Dalam hatinya ia merasa bahwa Dhana juga tak ingin mempertahankan hubungan.

Pak Surya akhirnya keluar dari kamar Aga setelah menaruh barang-barang sekolah Aga yang ditinggal di mobil. Aga kembali berbaring. Pikirannya entah dimana. Hatinya masih mengharapkan Dhana tapi ia terlalu egois untuk menerima Dhana kembali. Belum tentu Dhana disana juga peduli dengan keadaan Aga. Layaknya gadis normal lainnya, Aga juga memiliki gengsi yang tinggi. Ia tak ingin dianggap tak memiliki pendirian. Tak peduli apapun yang akan terjadi, bahkan putus sekalipun taruhannya ia akan tetap dengan pendiriannya.

Dhana semakin bingung. Seratus panggilan yang dilayangkannya pada Aga dari siang tadi tak satupun yang mendapat jawaban. Ratusan pesan berisikan permintaan maaf dan ajakan untuk membicarakan tentang kelanjutan hubungan mereka hanya dibaca oleh Aga. Entah dibaca sepenuhnya atau tidak. Malam ini Dhana mendapat tantangan balapan dengan Joni lagi. Mega yang berdiri didekat Dhana berusaha membaca isi hati Dhana.

"Dhan, mending lu batal race aja deh, daripada lu ntar kenapa-napa!"

"Kaga bisa Ga, harga diri gue taruhannya,"

"Tapi pikiran lu lagi kaga bener, ntar kalo lu kenapa-napa gimana?"

"Mega, sekarang lo tenang aja deh, gue pasti bisa!"

"Tapi, Dhan..." ucapan Mega terputus karena sekarang waktunya Dhana masuk ke arena balapan.

Dengan perasaan khawatir Mega akhirnya minggir dari tengah jalan. Mega sangat cemas. Motor milik Dhana sudah siap melaju begitu juga milik Joni.

"Liat aja, Lo bakal kalah kali ini," Joni memicingkan matanya sedikit kearah Dhana.

"Banyak bacot lo!" Dhana membalas dengan tatapan tajam.

Bendera sudah mulai keatas, Dhana dan Joni menaikkan gas pada posisi maksimal. Tepat bendera keatas, Gigi motor mereka mulai dimasukkan dan akhirnya motorpun melaju. Dhana dan Joni berada posisi yang lumayan dekat. Pikiran Dhana seketika terganggu. Aga kini hadir dipikiran Dhana. Otaknya tak mampu berpikir jernih. Dhana harus fokus ke jalanan dan melihat situasi tapi wajah Aga kini menghantuinya. Joni yang berada tak jauh darinya memberi sinyal bahwa mereka harus belok kekanan. Dhana yang berada di kiri Joni langsung membelokkan stang kekanan dan saat itu juga motor Joni yang ada didepan Dhana kendur gasnya. Dhana berusaha mengerem dan alhasil Dhana terjatuh.

Rumah Aga kini sangat gelap. Listrik rumahnya tiba-tiba padam. Aga yang tadinya terduduk diatas kasur kini sudah duduk didepan meja belajar. Aga mencari lampu emergency yang diletakannya di rak meja belajar. Nasib baik tak berpihak padanya kini. Lampu tersebut tak bisa menyala. Aga keluar kamar. Menuruni tangga. Mencoba meraih pegangan. Setelah mendapatinya, Aga turun perlahan lahan menuju dapur.

"Mbak, kamu dimana?" Aga berteriak.

"Didapur dek," Mbak Tata menyaut pertanyaan Aga.

Aga kini berada pada tangga ketiga sebelum menyentuh lantai pertama. Aga kehilangan pegangan karena ia berjalan sedikit ketengah. tepat mendekati lantai tangga paling dasar, Aga salah menginjak. Ia tak dapat bertahan hingga ia terjatuh dan menyebabkan kakinya terkilir. tepat 30 detik setelah kejadian Aga jatuh, lampu tiba-tiba menyala. Aga tadi sempat berteriak, karena kini Mbak Tata berlari kearahnya.

Sirene polisi berbunyi. Dhana dan Joni digiring masuk kemobil polisi. Dalam mobil tersebut sudah ada beberapa teman mereka. Di Kantor polisi, Dhana dan Joni dimasukkan sel dan terpaksa menginap tiga hari disitu. Ini bukan sekali atau dua kalinya mereka tertangkap karena balapan liar, tapi ini adalah yang paling parah karena harus mendekam selama tiga hari dua malam.

Berita Dhana masuk penjara sudah menyebar ke seantero sekolah. Aga masih mengelak tak percaya jika bukan dari Dhana sendiri. Rasa sayangnya yang ia miliki menutup matanya untuk melihat sekitar. Aga tak akan mudah percaya hanya atas dasar 'katanya'. Selama bukti itu belum dilihatnya secara langsung, ia akan terus bertahan. Tak menghiraukan apapun kata orang.

"Nih," Rey tiba dan meletakkan minuman berperisa jeruk (baca: minute maid) keatas meja dihadapan Aga.

"Thanks," Aga memberi seulas senyum di sela sela murungnya.

"Lo gak mau jenguk Dhana?" Rey memmecah keheningan dan menarik kursi disamping Aga.

"Jenguk apaan sih! Gue uda bilang ke elo, itu cuma gosip!" Aga mulai kesal karena Rey tak bisa mengerti perasaa Aga saat ini.

"Kenapa lo segitu kekeuhnya sih Ga? Belum tentu Dhana juga lakuin hal yang sama kan?" Nada bicara Rey mulai merendah karena tak yakin dengan yang diucapkannya barusan.

"Lo tu kenapa sih? Bukannya dukung gue buat pertahanin hubungan gue sama Dhana, eh malah bikin gue gak yakin!" Aga sudah tak memiliki mood yang baik lagi.

"Gue peduli sama lo ga, gue gak mau lo disakiti Dhana! Lo sadar gak sih, akhir-akhir ini kalian lebih sering berantem gak jelas, buat apa dipertahanin lagi?" Rey masih dengan nada frustasinya karena tak habis pikir dengan keinginan Aga.

"Lo peduli? Dengan cara ngehancurin hubungan gue sama Dhana? Itu sama aja lo ngerusak kebahagiaan gue, Rey!"  Aga sudah tak dapat membendung kekesalannya, nada bicaranya kian meninggi.

"Serah lo Ga, gue berhenti urusin urusan lo! Gue capek diginiin sama lo!" Rey beranjak pergi dengan memendam rasa kecewa yang mendalam pada Aga.

Satu per satu penyemangat Aga pergi. Kini Aga merasa benar benar sendirian. Perkataan Rey memang ada benarnya, tapi perasaannya terlanjur jatuh terlalu dalam pada Dhana. Sekarang, Aga benar benar kalut. Pikirannya tak lagi mampu berpikir jernih. Air matanya terus mendesak turun, tapi Aga tau situasi. Dia masih berada di Sekolah. Tidak mungkin ia tiba tiba menangis, yang ada nanti siswa lain mengira Aga sedang menangisi Dhana.

Keberuntungan tak pernah salah memihak. Hari itu sekolah pulang lebih awal, karena semua guru ada rapat dadakan. Aga mengambil tasnya yang tergeletak dilantai tak jauh dari bangkunya dan segera beranjak menuju luar kelas.

"Aga tunggu!"

Aga spontan menoleh kebelakang. Pandanganya tertuju pada sosok laki laki yang bernama Bagas. Bagas berlari kecil menghampiri Aga.

"Lo gak jenguk Dhana?"

"Lo juga! Kenapa sih? Dhana itu gak kenapa napa, dia aja gak ngabarin gue kalo dia masuk penjara,"

"Mungkin karena dia takut lo marah,"

"Lo bisa gak ga usah nuduh yang macem macem?"

"Gue gak nuduh!"

"Lo tu pinter kan? Ranking satu, tapi kenapa lo bego dan percaya dengan gosip murah kayak gitu?"

"Sorry, gue awalnya juga gak percaya, tapi gue udah liat buktinya,"

"Kalo gak bener berarti lo fitnah!"

"Nih liat!"

Bagas menunjukan ponselnya pada Aga. Aga menscroll beberapa kali. Tubuh Aga bergetar, kakinya seperti tak mampu menahan tubuhnya untuk berdiri lebih lama lagi. Aga merasa dirinya sangat bodoh. Dadanya kini terasa sangat sesak. Aga memejamkan matanya beberapa kali untuk meyakinkan bahwa ini semua nyata.

"Bisa temenin gue buat ketemu Dhana?" 



Hurraaa!!!!
Akhirnya,
Jadi juga setelah hiatus panjang dan mengalami masa masa sulit.
Sesuai janji, gue bakal lanjutin ini cerita.

Makasih untuk yang selalu menunggu cerita ini, maafkan gue yang hiatus terlalu lama, gue harap kalian masih inget cerita awalnya.
Maaf kalo ini kaga sesuai dengan harapan, ini juga karena gue bertanggung jawab.

With love,❤

Author absurd,

Expired LoveWhere stories live. Discover now