- 08 -

64 9 2
                                    

Masih dengan perasaan yang sama seperti semalam. Aga kini menanti hadirnya Dhana. Pagi ini Dhana belum datang menjemput, entah mengapa Aga merasa sangat kesal pada Dhana. Setengah jam lagi gerbang sekolah akan ditutup, untung saja antara rumah Aga dan sekolahan bisa ditempuh dalam waktu 15 menit. Masih ada waktu bagi Aga menunggu Dhana. Motor yang ditunggunya tak kunjung datang. Aga makin gelisah bingung harus tetap menunggu Dhana atau berangkat diantar Pak Surya.

Sesampai disekolah, Aga berusaha menahan emosinya yang terus mencuap cuap. Pagi ini Aga berangkat bersama Pak Surya, karena Dhana yang dinanti tak segera datang.

"Muka lo ancur!"

"Paan si Rey, gak lucu!"

"Lo nape say?"

"Kepo amat sih lo,"

"Sbagai sohib yang baek, wajar gue kepo. Gue kepo karena gue peduli sama lo,"

"Gue gak mood cerita, mending lo ngijut gue ngadem lagi,"

"Ogah ah, hari ini pelajaran bu Alin. Ya kali gue bolos lagi,"

"Katanya lo sohib, kok kaya taek gitu, mau diceritain kaga sih,?"

"Iya iyaa, gue ngikut, tapi ini terakhir kali ya lo ngadem,"

"Gak janji,"

Ucapan Aga terakhir itu sekaligus menutup pembicaraan diruang kelas. Untuk saat ini Aga ingin meredaka emosinya. Meski berulang kali Rey melarang Aga menghisap tembakau terlarang itu, namun tak satupun yang dihiraukan Aga. Memang batu tak akan mudah berubah bentuk layaknya tanah liat. Rey hanya bisa bersabar melihat kelakuan Aga. Sesuai perkataan, Aga menceritakan semua kepada Rey. Menceritakan tentang Dhana yang tak mengabarinya, tentang Bagas yang dianggap Ayah Arya sebagai Pacarnya, dan masih tentang rindu kepada Saka.

Bel istirahat berbunyi, Aga dan Rey kembali ke kelas. Mereka berjalan berdampingan seakan tak ada yang terjadi. Kini perasaan Aga semakin tenang. Rey masih setia disamping Aga. Waktu istirahat yang singkat, menahan Aga agar tetap bersantai dikelas. Sedikit canggung dengan Rey. Ketika tak ada sepatah katapun diantara mereka, saat itu Dhana datang kekelas Aga.

"Ponsel kamu gak aktif kenapa?" Pertanyaan Dhana ketika sudah bertemu Aga.

"Gak ngaca mas?" Aga membalikkan pertanyaan itu.

"Maaf, aku gak bales. Aku udah ada acara sama temen temen duluan, HP aku low terus gak ku bawa," jelas Dhana

"Haha, simple sih. Udah nunjukin kalo aku itu nihil buat kamu," Aga menahan sesak didadanya.

"Gak gitu juga sayang, bukan gitu," Dhana memohon sambil berusaha menyangkal yang diucapkan Aga.

"Serah lo, gua capek gini terus," Jawab Aga diiringi nada pasrah.

"Ga, aku minta maaf. Aku masih anggap kamu pacar. Aku juga masih terlalu sayang sama kamu. Aku gak mau kalau kita putus. Aku yakin kamu juga rasain yang sama, please jangan marah," Dhana sangat memohon kepada Aga.

"Ini bukan sekali atau kedua kalinya kita kayak gini, kalau emang udah gak sejalan buat apa dipertahanin?" Aga menyudutkan Dhana.

"Aga yang aku kenal itu Aga yang berjuang dan gak pernah nyerah gitu aja, emang ini bukan sekali atau kedua kalinya, tapi kamu bisa kan minta ke aku biar ini jadi yang terakhir?" Dhana bertanya kembali ke Aga.

"Iya, untuk kali ini. Gue minta sama lo, Dhana. Kejadian kaya gini jadi yang terakhir buat kita. Gue minta sama lo, supaya sama sama perjuangin kita. Please, lo ngerti yang gue mau," pinta Aga.

Seketika itu juga, Dhana langsung memeluk Aga. Air mata mengalir begitu saja dipipi chubbynya Aga. Air mata yang meluapkan rindunya semalam. Pikiran Aga semakin tenang. Untung saja ruang kelas tidaklah ramai. Namun, setelah sepersekian menit Aga dan Dhana berpelukan, Bagas masuk kekelas.

"Sekolah jaman sekarang kok jadi tempat mesum ya?" Bagas berbicara kepada teman sebangkunya, Sevia, dengan nada menyindir.

"Apaan sih lo Gas,kek gak pernah meluk cewek lo aja," Balas Sevia, sewot.

Bagas langsung terdiam setelah mendengar jawaban Sevia. Rey yang melihat itu tak mampu menahan lagi tawanya dan pikiran sekaligus mulutnya tak dapat dikendalikan,

"Hahahaha, cewek aja gak punya gimana mau meluk?" ucapan spontan itu membuat Bagas geram.

"Lo bisa diem gak? Kalo gak, gue persilahkan keluar," Bagas berusaha sabar dan tak mengalihkan pandanganya dari mata Rey.

"Iyyaa, Selaw ae, sensi amat mas, PMS ya?" Rey masih meledek Bagas, dan langsung keluar kelas mengantisipasi Bom dalam tubuh Bagas meledak dan mematikan Rey.

"Pulang nanti, bareng aku ya," pinta Dhana kepada Aga.

"My pleasure, babe " jawab Aga sambil bertingkah manis.

"Aku balik kekelas dulu, take care ya dari si coldie, hehe" setelah ucapan itu, Dhana segera menuju kembali ke kelasnya.

-S K I P

"Mampir gak?"

"Gak dulu, Mega, eh maksudnya nyokap dah nungguin,"

"Oh ya udah,"

"Aku balik dulu, kamu jangan kangen,"

"Gak akan,"

"Aku tau kamu becanda,"

Dhana pergi meninggalkan rumah besar milik Aga. Penasaran dalam hati Aga kembali muncul. Melihat motor milik Dhana itu, membuat Aga teringat akan suatu kejadian. Saat Aga pulang sendirian. Motor milik orang tersayangnya nyaris menyerempet dirinya. Iya, motor milik Dhana. Lagi lagi Aga mengkaitkan akan tingkah Dhana yang juga aneh. Dhana dan Mega entah ada apa diantara mereka. Satu hal yang pasti bagi Aga. Selama Dhana tak bercerita sendiri selama itu juga Aga tetap percaya dengan Dhana.

Tak satupun pesan Dhana dibalas Aga. Aga ketiduran setelah mengerjakan tugas biologinya. Malam ini, Dhana merasa kacau. Akhir akhir ini Ia membutuhkan seorang teman untuk mendengar ceritanya. Seseorang yang selalu ada untuk Dhana adalah Mega. Hal itu memaksa Dhana untuk bercerita kepada Mega dan membuat mereka semakin dekat. Entah apa maksud dari Dhana. Kenapa juga harus bercerita kepada Mega yang notabene adalah musuh dari pacarnya. Dhana terlalu bodoh untuk memperhatikan hal itu. Bagi Dhana yang terpenting adalah ia memiliki teman cerita meski tak mendapat satupun solusi. Dhana tau siapa Mega, Dhana juga ngerti maksud Mega. Tapi, Dhana tak akan pernah goyah pendiriannya. Sekali Aga selamanya Aga.

Masih dengan ponselnya, Bagas berkali kali melayangkan panggilan keponsel Aga. Berkali kali panggilan, berkali kali pula mbak mbak operator yang menjawabnya. Bagas ingin sekali bertanya kepada Aga. Keberaniannya akhirnya terkumpul dimalam itu. Pertanyaan yang Bagas tau apa jawabannya. Selam ini Bagas ingin sekali jujur, dan sekarang ia merasa inilah waktunya. Berulang kali ia mengetik pesan dan menghapusnya kembali padahal belum sempat terkirim. Bagas berpikir kembali akan dampak yang akan terjadi. Setelah dua jam berkutat dengan ponselnya, Akhirnya Bagas menyerah dan menunda untuk sementara waktu. Bagas lelah menunggu panggilannya dijawab oleh Aga.

Malam itu, malam yang sangat membingungkan bagi Bagas dan Dhana. Namun, tidak bagi Aga. Aga yang tertidur lelap sedang menikmati penjelajahannya dialam mimpi. Tak seorangpun dapat mengganggunya, sekalipun itu orang tersayangnya.






Banyak sih yang nunggu,
Tapi maaf kalau author yang absurd ini gak bisa memuaskan hati para readers.

Maaf kalau part yang ini gaje dan ga sesuai harapan.
Mengertilah, author hanyalah seorang anak kecil yang sedang mengalami metamorfosa.

Wajar kalau masih aneh dan mubeng alurnya.

Makasih dah setia nungguin ❤






Expired LoveWhere stories live. Discover now