- 01 -

182 24 21
                                    

Virza, ia nama itu yang terbesit dalam pikiran Aga sekarang. Dhana yang tak ada kabar membuatnya semakin malas untuk memikirkan hubungannya.

"Dhana gimana, Ga?" tanya Rey yang duduk diaampingku.

"Cowok tu semua sama aja, gak ada yang bisa ngertiin cewek!" jawab Aga asal.

"Heey, Say it again?" perintah Rey.

"Cowok tu semua sama aja, gak ada yang bisa ngertiin cewek!" ulang Aga.

"Da hell, you are so bad if you have thats idea" jawab Rey dengan penuh kesal.

"Gini gini gua juga cowok, gua gak terima kalau cowok diremehein gitu, gua juga punya hati. Mungkin cuma Dhana lo aja yang kek gitu, gak semua cowok kaya Dhana kali, Ga!" tambah Rey, panjang lebar.

"By the way, anak yang balik dari student exchange itu namanya virza kan?" tanya Aga

"Yang lo maksud?" tanya Rey balik

"Yaa itu pokoknya" jawab Aga tak mampu mendeskripsikan.

"Serah lo dah!" Rey pasrah akan jawaban Aga.

Bu Alin, guru Matematika akhirnya datang kekelas tepat saat semua murid kelas A sudah duduk tenang didalam kelas. Pelajaran matematika berlangsung dengan khidmat. Semua murid kelas A dianggap sudah mampu jadi setiap guru yang mengajar tidak perlu menjelaskan panjang lebar lagi. Semua? Tapi tidak untuk Aga, dia anak pindahan dari kelas D yang mana kelas yang dikenal dengan kelas para pembuat ulah. Meski tak menutup kemungkinan mereka yang dikelas D juga mampu berprestasi. Kelas D adalah kelas pertengahan jadi anak anak standar saja yang duduk dikelas itu.

"Aga, maju kedepan tolong jawab pertanyaan dipapan tulis" perintah bu Alin.

Dengan penuh ragu dan gugup Aga maju sambil menengok ke seisi kelas. Aga tak tau apa yang dijelaskan bu Alin tadi karena, ia rasa bu Alin mengajar begitu cepat dan pikiran Aga juga sedang tidak fokus.

"Nih" kata cowok yang dikiranya Aga bernama Virza, ia memberikan jawaban lengkap dengan caranya pada Aga. Tanpa ragu lagi Aga menerima dan maju ke depan dengan penuh percaya diri.

Beruntungnya, jawaban itu benar dan Aga mendapat nilai tambahan. Aga berniat mengucapkan terimakasih pada lelaki itu.
Rey yang mengetahui hal itu langsung berdehem ria ketika Aga kembali ketempat duduknya.

"Ekhem, Ada yang mendua nih," kata Rey

"Paan sih lo, gaje banget, gua udah ma si Dhana kali, mau sampai kapanpun gua bakal tetap suka sama Dhana," jawab Aga tegas tanpa berpikir dengan apa apyang akan terjadi selanjutnya.

Istirahat gini, emang waktu yang tepat buat semua anak bertegur sapa dengan kelas lain di kantin. Aga yang duduk sendiri, tak selera dengan makanan yang telah ia pesan.

"Kosong?" tanya dua cowok berbarengan.

Bukannya menjawab, Aga malah asik sendiri dengan khayalannya. Sekelebat bayangan hitam dari tangan Dhana membangunkan Aga dari khayalnya. Aga sontak kaget, didepannya sudah ada dua cowok, Dhana dan Virza.

"Lo ngapain duduk disitu?" tanya Aga

"Tau nih, ganggu yang mau pacaran. Lo siapa sih? Dari pagi berkeliaran disekitar Aga mulu," Saut Dhana ketus

"Maksud gue, buat lo dhana bukan virza!" Sambung Aga.

"Virza?" tanya cowok itu sambil tersenyum dingin.

"Iya, lo Virza kan?" tanya Aga dengan wajah polos.

"Bagas Arsaka" jawabnya ringan.

Seketika itu juga Aga merasa malu, ternyata ia salah nama. Aga pun menunduk tak berani memandang wajah Bagas.

Merasa diabaikan Dhana akhirnya duduk disamping Aga dan manahan Aga agar tetap disitu. Dhana juga berusaha memutar badan Aga agar berhadapan dengan dirinya langsung. Usahanya pun tak sia-sia.

"Aku salah apa sama kamu?"

"Pikir aja sendiri!"

"Aku minta maaf,"

"Lo gak tau?, gue kemaren liat lo lagi jalan ama Mega, lo berdua makan di Cafe tempat gue sama lo biasa makan,"

"Itu semua gak kaya yang kamu pikir,"

"Terus lo bisa jelasin?"

"Iya, aku bisa jelasin, aku harap kamu mau percaya,"

Dhana menjelaskan dengan detail tanpa ada yang ditutupi. Hubungan tak akan berlangsung lama jika tak ada kejujuran diantara keduanya. Mendengar penjelasan Dhana, Aga juga minta maaf. Ternyata hanya sebatas salah paham. Bagas yang masih duduk disitu merasa seperti pengganggu, meski dalam hatinya ada segelintir perasaan yang menyuruhnya untuk pergi tapi ia bersikukuh untuk tetap bertahan ditempat itu.

"Rey, gue baikan sama Dhana!" teriak Aga dari depan kelas.

"Alhamdulillah, gue kira bakal sampe seterusnya, hehehe," jawab Rey diselingi sedikit tawa.

"Yee elo mah, do'anya jelek amat," balas Aga sambil menoyor kepala Rey.

Pulang sekolah, Aga diantar oleh Dhana. Senang rasanya. Aga duduk sambil memeluk pinggang Dhana. Keduanya bak pasangan yang tak akan terpisah.

"Dhan, antara aku sama Mega mending mana?" tanya Aga saat perjalanan pulang.

"Mending Mega lah, dia kan cakep, kece, nge hitz, gaul, kekinian, dan yang penting kaya lagi," jawab Dhana enteng.

"Emang aku gak gitu?" tanya Aga lagi.

"Gak" singkat, padat dan jelas balasan Dhana.

Jawaban itu menghasilkan sebuah pukulan sayang dipunggung Dhana. Aga tau itu hanya bercanda. Aga belajar dari pengalaman. Kecemburuan itu cuma bakal nge hancurin hubungan, intinya cukup saling percaya dan semua bakal berjalan dengan manis.

Empat jam setelah mengantar Aga pulang, Dhana kembali lagi kerumah Aga. Ketika dirumah Aga, Dhana disambut oleh ibunda tercinta Aga, Mama Cindy. Oleh Mama Cindy, Dhana dipersilahkan masuk. Seperti biasa, karena sudah sering kerumah Aga, Dhana langsung duduk diruang keluarga. Dhana yang duduk diruang keluarga masih setia menunggu. Aga memang terlalu lama ketika disuruh berdandan. Padahal ketika keluar Aga tak ada yang berubah. Masih dengan gaya maskulinnya. Aga dan Dhana ingin pergi berjalan-jalan lebih tepatnya hanya makan malam.

"Celana pensil, kaos putih lengan pendek ma rompi jeans doank?" tanya Dhana, heran.

"Gak suka? Ya udah gue ganti lagi," jawab Aga

"Eeits, gak usah. Kamu mau pake apa aja tetep jadi yang tercantik. Aku gak liat kamu dari penampilan kok, " jelas Dhana sambil memegang tangan Aga.

"Kenapa tadi nanya?" Aga membalikkan pertanyaannya pada Dhana.

"Gakpapa, lucu aja, kita mau dinner masa kamu casual gitu, tapu yaudahlah, ayo berangkat!" jawab Dhana, sekenanya.

Mengebut dijalanan memang kebiasaan Dhana. Selain sebagai pelajar standar, Dhana juga menyandang status sebagai pembalap liar. Aga tak pernah tau akan status Dhana sebagai poembalap liar, yang Aga tau, Dhana memang suka memaksimalkan gas sepeda motornya.

"Sampai juga," ucap Dhana, mempersilakan Aga turun.

Mereka berdua memasuki cafe favorit mereka. Aga memesan makanan begitu juga Dhana. Mereka berbicara dan terus tertawa tiap candaan yang dilontarkan. Aga sangat menyayangi Dhana , begitu juga Dhana. Aga sempat berpikir bahwa kejafdian kemarin akan membuat hubungan mereka berakhir, namun kenyataannya tidak. Aga sangat bersyukur, Dhana telah kembali ke pelukannya.

-Sorry buat para readers, gua tau ini emang absurd, tapi please jangan pelit lah-
Budayakan vote dan coment,

Mian atas kesalahan gue menjadi Author Amatir.

Expired LoveWhere stories live. Discover now