2. Gosip heboh

Zacznij od początku
                                    

Sang pemilik bisa dipastikan cowok, dia menaikkan sebelah alisnya. "Ah," ucapnya datar. "Masih hidup."

Suaranya terdengar lempeng. Sementara dia menarik kepalanya menjauh dari wajah Anka, gadis itu membenarkan posisi sambil mengecek kancing kemeja seragam. Masih tertutup semua kok.

"Apa? Lo curiga kalo gue buka baju lo? Nggak mungkin!" seru cowok itu ketus.

"Ya, kesempatan ada karena adanya kesempitan." Anka ragu dengan kata-kata itu. Benar tidak ya?

Anka menganga, tak mampu berkata apapun, seumur hidup dia tidak pernah bertemu dengan cowok jutek seperti ini. Tadi semua cowok memujanya dan menganga dengan liur berceceran, menatapnya seolah dia adalah Aphrodite. Biasanya cowok akan luluh pada pandangan pertama dengannya.

Sial.

Tunggu.

Cowok ini...

Bukannya...

Sebenarnya Anka ingin mengumpat atau mengatai cowok itu, namun dia terperanjat kaget hingga bangkit dari duduk dengan mulut terbuka penuh. Entah mengapa kali ini dia mengingat sesuatu yang sebenarnya tidak penting, tapi cowok ini adalah cowok yang dia tabrak tadi pagi.

Cowok itu semakin mengerutkan dahi heran melihat aksi gadis di depannya, lalu ekspresinya berubah menjadi lebih tenang.

"Lo bukannya--"

"Udah mau masuk, duluan ya Bro!" potong Anka secepat mungkin lalu buru-buru ngacir tanpa menoleh lagi.

"Eh, anak baru! Tunggu!" Suara keras itu masih terdengar tapi tidak mau Anka hiraukan.

Anka mengelus dadanya yang berdenyut kencang. Kenapa debaran di dada itu semakin kencang sekali?

Bisa saja tadi cowok horor itu mau mendampratnya, karena dia telah mengabaikan bukunya yang berhamburan di aspal akibat tidak sengaja bertabrakan.

Sial... Sial...

Ganteng sih, tapi kok ... menyeramkan ya?

Gadis itu berlari menaiki tangga tanpa berhenti, takut dikejar olehnya.

🎓🎓🎓

Saat jam istirahat ke-dua, Anka mencoba untuk makan di kantin bersama Davi. Cowok itu baik, lucu dan menyenangkan. Dia yang terus mengajak untuk turun makan bersama

Dia merasa dispesialkan karena Davi memisah dari gengnya yang rusuh itu. Sementara geng Davi ke meja besar. Davi menemani Anka berduaan, mereka jadi bahan godaan di kantin. Beberapa kali Anka tersenyum malu-malu digoda oleh mereka. Melihat Davi pindah meja menuju kumpulan kawananya, Anka memutar kedua bola mata.

Dasar cowok!

Anka membeli roti dan sekotak susu, saat mau kembali ke mejanya yang tadi. Meja itu dipenuhi anak yang baru datang. Gadis itu menghela napas berat.

"Sial, ditempatin. Ke mana ya?" gumamnya mencari meja kosong.

Sambil membawa roti dan sekotak susu, mata Anka menangkap sebuah posisi kosong di sebelah seorang cowok kurus bermuka kecil dan tirus. Di sebelah cowok tersebut ada temannya, walau lebih pendek terlihat sehat dan bugar, di depan mereka ada tiga cewek cantik bergosip dengan asyiknya.

Anka menganga. Ternyata di kelas lain, ceweknya lebih cantik-cantik dan menarik. Seharusnya bisa bergaul bersama mereka. Anka tersenyum penuh makna, barangkali dia bisa bergabung ke geng itu. Soalnya mereka jauh terlihat lebih keren dan berkelas dari geng Davi.

Kehadiran Anka di sana membuat mereka langsung menghentikan aktivitasnya, pasang wajah aneh semua kompak dengan raut muka datar, memandangi gadis berambut panjang yang ekspresinya santai itu

Anka memasang senyum pede dan meletakkan makanan di meja. "Gue gabung sebentar ya!"

"Kalo lo mau selamat buru-buru pergi deh, keburu yang punya ni tempat datang," kata si cewek berambut panjang melewati bahu, sebenarnya wajahnya manis dan imut, namun kata-katanya tidak semanis wajahnya.

Anka mendelik geli. "Kenapa? Tempat ini 'kan kosong, baby. Kenalin gue anak baru, nama gue-"

Tidak ada yang mengatakan hal-hal aneh lagi, namun pandangan ketiga cewek yang duduk di depan Anka menatap ke arah belakang.

"Ehem permisi, lo siapa ya?" Tiba-tiba suara serak nan berat terdengar.

Anka menoleh secepat kilat sampai rasanya engsel leher berderak keras. Dia menganga tak percaya. Ada apa sih dengan dia? Kenapa gue selalu ketemu dia?

Si cowok berwajah dingin nan jutek sudah menyambut dirinya. Tampangnya mirip pria jahat yang memiliki kekuasaan bisa mengusir para orang lemah. Mirip Raja yang bisa menghabiskan nyawa rakyat jelata.

Raut wajahnya yang menyeramkan itu membuat Anka menjadi kikuk. Anka menyambar kotak susu dan roti dengan segera melarikan diri dari meja mereka. Sesempatnya Anka bicara pada teman-teman barunya yang beberapa detik itu. "Bye cantik, gue duluan!"

Sebelum menjauh Anka bisa mendengar sayup-sayup suara cewek, "Gila. Pesona angker Brian memang tiada tandingnya. Baru kayak tadi aja dia udah ngibrit tanpa menoleh lagi, ckck."

Oh, jadi namanya Brian. Dia pasti ingat kalau gue yang menabraknya pagi itu, lalu melenggang pergi tanpa merasa bersalah. Ternyata cowok itu memiliki pasukan anak-anak yang bisa dikatakan elite.

Tolong ingatkan diri gue agar nggak mencari gara-gara lagi dengannya, dia berbicara saja sudah sangat menyeramkan.

🎓🎓🎓

"Gila cantik banget, namanya Anka. Denger namanya aja tuh udah tegang, apalagi liat wajahnya. Sumpah deh unyu-unyu banget!"

"Anak baru di kelas bontot itu? Astaga, tipikal anak IPS banget sih. Cantik tapi bego," sahut yang lainnya.

"Iya gemes gue mau aja sih pacarin, lumayan wajahnya sama uhuy-nya."

Brian menoleh dengan geram. Mendengar suara-suara teman cowoknya tentang si anak baru membuatnya bosan. Hampir cowok-cowok menyebut nama itu. Brian kesal sendiri.

"Buset, kuping gue budek denger nama Anka. Di sana Anka. Di sini Anka. Huh!" keluh seorang cowok bertubuh berisi namun tidak tinggi. Dia masuk ke dalam kelas Brian dan mendekati cowok yang duduk asyik membaca novel Sherlock. Kamal duduk memelototi Brian yang lagi baca. "Lo nggak ikutan heboh, Bri?"

"Gak," sahutnya jutek, "lewat."

"Wuih! Ceweknya cantik sih ya, jadi nggak bisa ngelirik cewek lain lagi," goda Irwan, si cowok satunya yang kurus, dan bulu matanya lentik.

Mendengar kalimat itu Brian mendelikan mata. Cewek. Dia mendengus sebal.  "Berhenti godain. Pergi sana! Gue mau baca! Berisik kalo ada kalian."

"Galak amat, Om," kekeh Irwan dan Kamal barengan. Mereka saling melempar pandangan takut-takut.

Brian menatap keduanya lurus-lurus. Tanpa bicara apa-apa sudah mampu membalas ledekan teman-temannya.

"Ke kelas ah, Brian lagi nggak asyik! Galak banget," cetus Irwan diangguki Kamal.

"Dah, Bri. Kalo kangen sama kita chat aja." Kamal tertawa buas.

"Hm sana pergi, bagus deh sadar. Belajar sono daripada buang waktu nggak jelas," ucapnya.

Kedua sohibnya itu langsung bangkit dari duduk dan keluar dari kelas unggulan yang hanya ditempati anak-anak jenius se-Palagan. Di depan kelas, Irwan dan Kamal masih membahas cewek cantik sambil tertawa riang.

Kadang, Brian iri dengan cowok lainnya, yang bisa bergosip ngomongin cewek tanpa ada rasa gengsi. Dia lebih suka memendam, suka diam, sayang diam, kalau sudah waktunya dia langsung mengutarakan. Tak peduli cewek itu sudah dekat atau belum dengannya.

🎓🎓🎓

EndorphinsOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz