9. Not Bad

10.9K 844 92
                                    

Hari-hari berlalu, semenjak kejadian penonjokan Davi, Anka dikucilkan di kelas. Dia sekarang duduk sendirian setelah Davi minggat ke kursi aslinya yang paling belakang deretan dekat pintu.

Anak-anak kelas berhasil dipengaruhi untuk menjauhi bahkan tidak menggubris Anka, kecuali terpaksa banget jika satu kelompok. Saat kerja kelompok pun, gadis itu lebih sering ditipu. Namanya memang ditulis dalam makalah tugas, tapi saat mengerjakannya dia tak pernah diikutsertakan. Kasihan sekali.

Hanya karena satu seorang dia harus menerima perlakuan tidak adil dari anak kelas yang so pasti sekutunya Davi cs.

Anka habis dipanggil oleh Coro Sensei. Guru bahasa Jepang kelasnya yang sudah kewalahan membaca tulisan Bahasa Jepang milik Anka, ulangan beberapa hari lalu. Coro Sensei, Anka biasa memangggil beliau dengan lafal 'Coro sensei', sedangkan seharusnya dibaca Koro. Nama asli beliau adalah Coromah, baca: Koromah. Tentu Anka berani menyebut Coro Sensei di belakang, di depan guru tersebut tidak boleh songong. Nilai Anka ada di tangan beliau. Jangan macem-macem sama guru. Bandel boleh tapi harus tetap hormat sama orang yang lebih tua.

Gadis itu menghela napas sambil menendang-nendang udara, tangannya menggenggam kertas ulangan Bahasa Jepang yang baru dikoreksi oleh Coro Sensei. Dia tidak pernah bisa Bahasa Jepang. Jangankan bahasa yang memiliki huruf sendiri itu, Bahasa Inggris saja yang jelas-jelas memiliki huruf alfabet sama dengan bahasa Indonesia tidak dia pahami.

"Kenapa, Kak?"

Suara itu mengagetkan Anka. Sontak dia menoleh, keningnya mengernyit melihat seorang cewek berambut sebahu tengah nyengir dengan manisnya.

Anka mencoba mengingat wajahnya. Si Hera pacarnya Askar. Cewek yang selama ini membuat Anka iri setengah mati. Setelah kejadian Davi, dia semakin membandingkan Askar memang bad boy terhormat, beda dengan Davi yang menjijikan itu.

"Eh, nggak kok!" geleng Anka. "Duluan ya," ucapnya sambil beranjak pergi.

"Tunggu, Kak!" cegah Hera cepat-cepat. Mereka pun mendadak menjadi awkward.

Anka menatap cewek aneh itu heran. Hera juga bingung tidak tahu berkata apa-apa, dia hanya ingin mengenal kakak kelasnya itu. Tapi tidak tahu bagaimana caranya.

Siapa yang tidak mengenal Anka, sekaligus mengasihani anak itu? Berkat kejadian yang menghebohkan pagi yang seharusnya cerah.

"Kenap-"

Ucapan Anka terpotong saat dari pintu ruang Tata Usaha keluar sesosok cowok, siapa lagi kalau bukan Brian. Tapi dia tidak sendiri, ada seorang cewek bertubuh mungil dan cowok bertubuh besar yang sebelas duabelas dengan Brian. Askar.

Mata Anka berbinar. Suasana makin awkward saat ekspresi ceria Anka tertangkap oleh Brian. Anka berdeham kecil.

"Hai, Kak!" sapa Askar melambaikan tangan.

Anka mengernyit heran. Padahal anak-anak ini belum berkenalan langsung padanya tapi sangat sok akrab. Tapi Anka senang sih disapa oleh orang-orang -selain manusia pemalsu yang sudah mempermalukannya.

"Hai-"

Belum sempat Anka selesai bicara Askar menambahkan, "Gue Askar, Kak."

Tidak perlu dikasih tahu, toh selama ini Anka sudah memuja dalam diam cowok keren itu. Askar nyengir, ah menyenangkan sekali. Tidak seperti cowok yang satunya. Brian masih se-tenang biasanya.

Diam-diam Brian dan Anka saling melirik. Tidak ada kata-kata yang keluar dari bibir Brian atau pun Anka. Teringat percakapannya dengan Brian di kebun belakang waktu itu lantas tak membuat Brian jadi baik. Cowok itu masih se-seram dan tidak banyak bicara lagi.

EndorphinsWhere stories live. Discover now