13. Study hater

9.4K 790 36
                                    

Brian sambil sandaran di salah satu pilar koridor menghadang Anka. Anka yang sedang berjalan dari ruangan lab komputer terkejut.

"Ini apa? Nilai kok cuma segini? Katanya udah naik jadi 50? Kok nilainya jadi 10 lagi?"

Semenjak Brian mengajak ngobrol dekat ledeng, Anka mulai terbiasa melihat Brian muncul tiba-tiba dan mengajaknya berbicara. Dan semenjak mereka pergi ke Taman itu bersama.

Ya ampun!

Anka membekap mulut tidak percaya Brian melebarkan kertas ulangan Matematika-nya, dengan angka 10 terukir di sana, dengan tinta merah penuh amarah Bu Dian. Anka gelagapan tak mampu menanggapi perkataannya.

"Brian!" geramnya pelan sekaligus gemas lalu mendorong tubuh Brian ke belakang pohon palm. "Dapet dari mana kertas gue? Lo," desis Anka geram. Tak habis pikir.

"Di meja lo lah, gue tadi ke kelas lo."

"Haaah? Ngapain ke kelas gue? Ngapain pake ke kelas!"

"Kenapa panik gitu sih? Ya, itu urusan gue sama lo, bukan urusan mereka," celetuk Brian cuek.

Anka mendesis. "Tapi anak yang lain nggak mikir begitu, Brian. Mereka pasti mengira gue cari masalah lagi sampe disatronin anggota OSIS gitu! Lo lagi yang datang ke kelas, huh!"

"Kenapa lo mikir begitu?" tanyanya polos.

"Apalagi lo yang nyamperin. Arghhhhh!" Kaki Anka lemas seketika.

Yah, sudah tidak memiliki teman di kelas, dipermalukan depan umum, beraninya menonjok Davi sampai harus kena skorsing, nilai jeblok, hancur banget dirinya kan?

"Gue juga nggak memiliki banyak teman tuh, santai aja lagi. Baguslah kalo ada alasan logis seperti urusan seksi pembinaan budi pekerti luhur dan murid nakal Kalo gue ke kelas lo nggak perlu ada yang gosipin," jawabnya lalu menggoyangkan lembar kertas ulangan tersebut. "Pikirin ini aja dulu deh, gue ajarin Matematika pulang sekolah nanti di perpus. Nilai lo cuma segini, gue yang malu sampe merinding sekujur tubuh."

"Ih, gue nggak minta diajarin, nggak usah repot-repot!" Lantas Anka teringat sesuatu. "Lo seksi pembinaan budi pekerti luhur? Ya ampun, apes banget hidup gue kali ini ketemunya jenis kayak lo!"

Sejak SMA kelas 10, Anka tahu jabatan OSIS itu selalu menjadi musuh bebuyutan geng-nya karena tugas mereka yang memaksa murid melaksanakan tata tertib dan kultur sekolah. Menerapkan norma-norma di sekolah, menumbuhkan sikap hormat terhadap satu sama lain, dan sikap kebaikan lainnya, terutama dalam merazia seragam sekolah.

"Iya. Kenapa? Mau bilang turun jabatan? Pergantian ketua OSIS diadakan sebelum kenaikan kelas, karena anak kelas 12 nggak bisa jadi ketua OSIS."

"Bukan urusan gue." Anka buang muka. "Gue nggak ngatain."

"Ya udah, gue tunggu pulang sekolah nanti di perpus, jangan telat," katanya tegas.

"Nge-date-nya gimana? Itu nge-date janji lo loh!"

Anka mengingatkan pesan dari Brian beberapa hari lalu yang mengatakan ingin jalan-jalan lagi dengannya. Anka sempat merasa ketakutan, karena Brian si cowok angkuh itu ketagihan pergi bersamanya. Brian, sudah punya pacar tapi ngajak cewek lain jalan. Mana cowok itu tak ada rasa takut sama sekali mengirim pesan bahkan menelepon Anka setiap malam.

Nada bicara Anka dibuat sepolos mungkin, tapi terdengar agresif banget, biarin deh asal tidak dipaksa belajar Matematika. Brian memiringkan kepala seakan menilai wajah gadis itu.

Jangan bilang ... aduh!

Jangan-jangan dia sedang menyadari alibi yang Anka buat. Anka mendekap erat-erat kertas ulangannya

EndorphinsWhere stories live. Discover now