3. Geng gosip

15.6K 1K 124
                                    

Anka membuka matanya yang berat. Dia mengingat tadi malam pergi ke mana sampai seluruh tubuhnya pegal, dan matanya berat untuk dibuka. Anka mengerang teringat tadi malam pergi nongkrong bersama Davi CS. Belum ada seminggu bersekolah, dia sudah masuk dalam pergaulan bebas. Bagaimana masa depannya mau cerah secerah mentari?

Dia tidak bisa menolak saat Davi terus mengajaknya untuk pergi bergabung dengan mereka untuk kongkow. Lagian, tidak ada salahnya. Dia menikmatinya tadi malam.

Bagaimana bebasnya bisa mengekspresikan diri tanpa diocehi orang lain. Bukan pertama kalinya Anka pergi dugem, tapi yang tadi malam lebih seru. Maklum club di Jakarta. Tapi semua sirna karena telepon dari Davi.

"Anka, gawat!" seru Davi di sambungan telepon. "Kayaknya ada pihak sekolah yang lapor liat anak sekolah ke klub. Sialnya tuh oknum laporin nama-nama yang dihapalnya. Sialan banget nggak sih. Anka, lo jangan ngomong macem-macem ya. Diem aja, biar kita yang ngomong."

"Hah? Iya-iya."

Anka bangun dari posisi rebahannya lalu mondar-mandir panik di kamar. Dia cemas. Bagaimana kalau laporan itu bisa sampai ke Mama-nya?

Gawat banget kan calon dikeluarin lagi, bisa jadi kali ini dirinya langsung diusir keluar dari rumah.

🎓🎓🎓

Gara-gara nongkrong bareng malam minggu kemarin, hari Senin-nya Anka dipanggil oleh Pak Hardi. Guru itu menggelengkan kepala dan menghela napas, Anka nyengir gugup. Karena murid yang ketangkep clubbing tidak terlalu banyak, satu guru ditugaskan menangani satu murid biar adil.

"Anka, ini tidak baik. Kamu masih muda dan sekolah." Pak Hardi menatap tajam Anka yang lagi menciut.

Cewek itu sudah gelisah dan lesu, malu. Apalagi sekilas dia melihat Brian lewat depan ruangan detensi.

"Saya diajakin, Pak. Dipaksa. Kalo gak ikut, gak gaul katanya. Pak, saya menyesal dan kapok pergi lagi. Di sana serem Pak. Saya nggak minum, Pak, cuma joget doang. Maafin saya." Anka sok manis berakting biar lebih cepat dibebaskan. Mana bohong lagi.

"Kamu tau kan ini akan kena poin! Sekali lagi ketangkap, bisa jadi orang tua lo dipanggil dan kena hukuman. Kalau mengulang lagi terus-terusan terpaksa dikeluarkan." Menghela napas berat Pak Hardi membuka buku besar yang merupakan salinan catatan kenakalan anak murid.

Anka melotot buku dosa yang tadinya mau dia buat sebersih mungkin jadi ternodai lagi. Cita-citanya pupus sudah. Dia mengerang kesal merutuki nasibnya.

"Kembali ke kelas!"

"Ba-baik, Pak. Tapi, jangan dikasih hukuman berat. Buku dosa saya di sekolah lama aja sampe-"

"Iya. Bapak tahu itu. Bahkan kamu sudah melebihi poin kewajaran. Dasar kamu ini, masa nggak berubah?" Guru itu menggelengkan kepala lelah. "Sudah sana, balik. Biar bisa belajar bener, nggak dugem lagi. Astaga! Anak zaman sekarang memang susah diatur pergaulannya."

Anka tersenyum kecut masa lalunya diungkit kembali. Dia nyengir memberi peace sign. Untung guru ini baik dan bersahabat.

Anka masuk ke dalam kelas disambut oleh anak kelasnya, Tari dan Davi mendekat dengan raut wajah bersalah.

"Gimana, Ka?"

"Lo gimana?"

"Dilepas sama Pak Hardi." Anka menatap kedua temannya serius. Dia menggaruk kepala melihat anak yang lain entah berada di mana. Anka celingukan.

"Kok enak?" pekik Tari.

"Kita kan udah ke-gap beberapa kali. Kalo Anka kan baru," sahut Davi membuat Tari mendecak.

EndorphinsOn viuen les histories. Descobreix ara