Wajahnya terlihat sedih. Ia terlihat salah tingkah memainkan sedotan pada smoothienya. Apa omongan gue nyakitin dia? Ah, tapi peduli amat. Toh gue emang nggak percaya aja sama omongan dia. Gue nggak yakin kalau keluarga Ash-Shiddiq ada niat jahat sama gue. Mereka terlihat tulus untuk menyayangi gue.

 "Oke, gak masalah. Berarti usaha gue udah selesai di sini untuk ngingetin lo. Tapi, sebagai temen yang baik, kalau ada masalah, lo bisa hubungi gue, Mala."

"Makasih, gue terima niat baik lo, tapi, gue bisa kok sendiri tanpa ada lo."

Yakin? sok tegar amat sih gue.

"Iya gue tau lo bukan cewek manja, tapi cewek cengeng yang sok tegar."

"Rese lo...!"

"Ya udah Mal, gue cabut dulu, ada yang nunggu di kosan gue."

"Yah nggak jauh, paling skripsi."

"Bukan, kakak lo..."

Deg. Jantung gue rasanya sakit dan mau meledak.

"Cie manyun gitu, jealous ya lo? Becanda deng, emang cuma skripsi yang setia nunggu gue. Gue udah putus kok ama kakak lo."

Kenapa? kenapa mereka beneran putus?

Kenapa juga gue mesti kepo? Ah, whatever! Bodo amat!

"Hei Mala, lo ngelamun gitu... gue pulang dulu, lo abisin semuanya ya, tenang aja udah gue bayar billnya."

"Ya udah, thanks ya."

"Sama-sama, lo sukses ya Mala."

"Lo juga sukses skripsinya."

"Siap, Mala... Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Walaupun gue nggak percaya sama dia, setidaknya, ending pertemuan ini baik-baik saja. Sakti kok beda ya? Biasanya dia keras kepala yakinin gue, tapi barusan... ah ya, dia emang sebenernya baik walaupun kadang nyakitin. Mungkin kita emang cocok jadi temen aja.

"Teh, punten Bill nya..."

Astaghfirullah hal adzim... Saktiii!!

"Ini maksud saya kembalian billnya,"

"Oh, hehe... gitu ya a, iya a... eh, ambil aja a kembaliannya."

"Tadi kata si aa yang bayar kasih aja ke Teteh, katanya takut gak ada ongkos pulang."

"E... eh? apa?"

"Iya Teh, ini kembaliannya."

Sial. Si Sakti tau aja gue gak bisa nolak gratisan.

***

POV Saktian

drrrrrt... drrrtttt... drrrrrt...

Panggilan: Miss

Selalu aja ya dia nongol di saat yang nggak tepat.

"Iya Assalamualaikum!"

"Waalaikumsalam. Hei. Gue tau, lo pasti baru selesai ketemu Mala, kan?"

"Dari mana lo tau?"

"Nebak aja. Oya, lo tenang aja, gue yakin Mala belum bisa percaya sama lo. Nanti lama kelamaan dia rada plin-plan dan nanya ini itu lagi ke lo."

"Lo ga usah yakin dulu, karena gue sama Mala nggak akan pernah ketemuan lagi."

"Ah, ya... gue kenal kalian berdua, kalian itu nggak akan nggak ketemu. Percaya sama gue."

"Kagak sudi, percaya sama lo itu musyrik."

"Ahahaha, baguslah. Ya udah, thanks for helping me, sisanya gue yang urus."

"Kapan lo urus? lo sibuk kan urus bokap?"

"Iya, dan juga gue sibuk bikin rencana selanjutnya. Karena gue udah prediksi sejauh mana kepenasaran Mala."

"Ah, lo tuh ya, gue heran. Hidup lo sebenernya udah enak, harusnya lo nggak muncul tiba-tiba kayak gini."

"Lo bener, hidup gue udah enak, tapi percuma, hati nggak bisa bohong kalau gue nggak nyaman sama kehidupan gue yang sekarang ini."

"Ya udah lah, atur-atur bae-bae. tugas gue selesai, oke. Makasih. Bye."

"Oke. Bye."

tuuuuuuut

Gue bisa tenang sekarang, dan gue hanya bisa berdoa semoga Mala bisa menerima kenyataan yang harus ia hadapi. 

Sendirian? 

Nggak akan. Gue akan selalu melindungi Mala, bahkan dengan cara yang dia nggak akan pernah sadari.

~*~~*~~*~~*~~*~~*~~*~

Jodohkan Aku!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang