[23]

3.2K 210 10
                                    

Dua puluh tiga - malu

[Edited]

Karina meregangkan otot-otot tubuhnya, ia melirik ke jam weker yang tertata rapi di atas nakas dekat kasur. Gadis itu memang selalu bangun pukul lima, selain untuk menunaikan shalat tentu untuk membantu Rika mempersiapkan sarapan karena tidak semua pekerjaan di rumah ini di kerjakan melulu oleh Bi Inem.

"Pagi Kak," sapa Rika sesaat setelah Karina menginjakkan kaki di dapur, dia merasa tenggorokannya kering lalu menyambar satu gelas air putih yang berada di tangan Mama-nya.

"Pagi Ma," balas Karina dan gadis itu memeluk Mama-nya, hal yang selalu ia lakukan tiap pagi.

Karina dan Lukas sudah seminggu berpacaran, kegiatan Osis Lukas yang tidak terlalu padat membuat mereka terus menghabiskan waktu bersama.

Setelah kejadian brownies untuk Zian minggu lalu, Rika bilang kepada Karina kalau Zian mengirimkan sms kepadanya. Sms standar yang berbunyi, "Makasih kuenya Tan, kapan-kapan Zian main kesana lagi."

Rika juga sudah tau mengenai hubungan Karina dan Lukas. Tentu Rika bahagia walaupun dalam hatinya ia tetap mengharapkan kalau Zian-lah yang menjadi pacar anak sulungnya itu. Namun Rika tidak ingin memaksakan kehendak apalagi setelah perlakuan Zian ke Karina belakangan ini yang membuat Karina bersedih.

Selain Rika, sahabat-sahabat Karina dan bahkan semua murid Dwinus juga kebanyakan sudah mengetahui tentang hubungan Karina dan wakil ketua Osis itu. Hampir setiap istirahat Lukas menggandeng atau merangkul Karina untuk pergi bersama ke kantin.

Karina masih belum menyadari bahwa selama ini selalu ada orang yang memperhatikan dia saat dengan Lukas, seseorang yang merasa kalau gadisnya telah direbut oleh teman sekelasnya. Namun orang tersebut enggan mencari masalah lain, ia tidak mau memperbesar masalah yang sudah ada diantara dirinya dan Karina yang terjadi sejak beberapa minggu lalu.

"Arin," panggilan Rika menyadarkan Karina yang masih berdiri dengan tatapan kosongnya.

"Kamu kenapa Kak?" tanya Rika dan Karina hanya menggeleng, menghembuskan napasnya pelan.

"Besok Mama di utus kantor untuk ke Cirebon kak, mengawasi pembukaan kantor cabang baru." Oceh Rika sambil membuatkan susu cokelat untuk Bagas.

"Berapa hari Ma?" Karina menatap Rika, menunggu wanita di hadapannya ini membuka suara.

"Empat hari Kak sampai hari Minggu," jawaban Rika membuat Karina menautkan alisnya, masih belum connect. "Kok tumben lama gitu Ma?"

"Pembukaan kantor cabang baru, Arin," ulang Rika sambil tertawa renyah. Membuat anak gadisnya itu ikut melengkungkan senyum sambil menggaruk pipinya. Karina memang sering lemot, seperti pagi ini.

"Jagain Bagas ya Kak," ucap Rika sambil mengelus rambut anak gadisnya itu.

Rika juga bilang ia tidak akan ke Cirebon sendirian, Pak Udin akan ikut dan ada rekan kantornya yang juga ikut menemaninya selama di Cirebon.

"Pasti Ma, Mama hati-hati ya." Karina memeluk Rika erat, baru kali ini Mama-nya di libatkan oleh kantor untuk urusan kantor cabang baru dan mengharuskannya meninggalkan rumah selama empat hari.

Karina memutar otak, memikirkan bagaimana ia harus mengantar dan menjemput Bagas selama tidak ada Pak Udin.

**

Suasana kelas XI MIA 2 saat ini sangat ramai, bukan karena jam pelajaran kosong melainkan kehadiran Lukas di kelas Karina. Sejak jam istirahat berbunyi tadi, Lukas memang disana dan ia terus menggoda Karina yang sedang menyalin materi pelajaran Fisika, cowok itu juga sesekali mencoret tangan Karina dengan pulpen yang entah milik siapa.

Andai saja kalau tadi Karina tidak tidur di kelas, ia pasti sudah mencatat semua materi dari Pak Hadi dan bisa makan mie ayam di kantin bersama sahabat-sahabatnya. Sayangnya, tidak satupun dari Hani, Dewi, Silvy dan Nita yang mau meminjamkan buku catatan fisika mereka. Pun Hani yang mengancam satu kelas untuk tidak memberikan catatan kepada Karina agar cewek berponi itu tidak lagi tidur di kelas.

"Kas, diem ih. Aku lagi nyalin, jangan ganggu terus," tatapan Karina masih pada white board yang tertempel di tembok beberapa meter di hadapannya, menulis semua materi Fisika yang ada disana.

"Aku ganggu pacar aku sendiri kok," Lukas kembali mencoret lengan Karina, membuat dua garis di lengan gadis berkacamata itu.

"Lukas ish, please!" Karina mengalihkan pandangannya pada wajah hitam manis milik Lukas, membuat Lukas menghentikan kegiatan jahilnya itu.

"Apa sih sayang, hm?" teriak Lukas dengan penekanan di kata 'sayang' dan membuat kelas semakin gaduh menyoraki mereka berdua.

Karina memilih untuk tidak meladeni Lukas, ia kembali menulis materi Fisikanya yang hampir selesai itu.

Karina sadar, selama satu minggu dia berpacaran dengan Lukas dia tidak pernah memanggil Lukas dengan kata sayang dan belum pernah sekalipun membalas pernyataan cinta Lukas seperti I love you atau I really like you yang selalu di lontarkan Lukas setiap mereka bertemu.

Di akui Karina, ia memang sangat menyukai cowok berbadan tinggi tegap itu namun rasanya ada yang mengganjal setiap ia mendengar Lukas mengucapkan kata-kata manisnya.

Karina baru saja menyelesaikan menulis dan memasukkan buku Fisikanya ke dalam tas, lalu ia melirik kearah Lukas yang menenggelamkan wajah di meja sampingnya itu.

"Kamu tidur Kas?" tanya Karina dan tidak ada jawaban dari Lukas. Karina menggoyang-goyangkan tubuh Lukas, menepuk-nepuk kepala cowok itu pelan dan masih tidak ada respon.

"Kas, bangun. Balik ke kelas sana," ucap Karina masih dengan aksinya.

Bersamaan dengan itu, bel tanda berakhirnya istirahat berbunyi.

"Panggil sayang dulu baru aku pergi."

Lukas masih tidak menampakkan wajahnya, ia masih betah bersentuhan dengan meja kayu bercat coklat yang banyak debunya itu.

"Duh kas, jangan becanda. Malu," Karina menjauhkan tangannya dari tubuh Lukas, membuat cowok itu sedikit kecewa karena Karina belum mau memanggilnya sayang.

Tanpa di duga, Lukas mengangkat wajahnya dan bangkit dari kursi tanpa menoleh kearah Karina. Cowok itu marah dan mungkin juga kecewa dengan sikap Karina.

"Kas, kamu kenapa?" tanya Karina saat Lukas mendorong kursi yang sejak tadi di dudukinya, berniat untuk meninggalkan Karina dengan tingkah misterius.

Karina yang merasa bersalah langsung meninggalkan kursinya dan berlari kecil mengejar Lukas yang sebenarnya masih berada di area kelasnya sendiri.

"Yang, kamu marah?" Akhirnya, Karina menyerah pada keadaan.

Lukas menoleh, tersenyum lebar kearah Karina dan ia langsung memukul pelan perut kekasihnya itu. Karina tau, Lukas hanya bercanda dengan berpura-pura ngambek.

"Kalo gitu kan enak di denger, Yang."

Lagi, Lukas bersuara keras agar kata-kata manisnya bisa di dengar oleh seluruh murid XI MIA 2 yang sudah berkumpul di kelas karena waktu istirahat sudah habis.

"Dih, maunya."

Karina menyentuh hidung Lukas dan memencetnya sebentar, membuat pacarnya itu dengan sengaja mengacak-acak rambut Karina sebagai aksi balasan.

"Duh, mesra banget." Karina dan Lukas menoleh mendapati Dewi dan sahabat-sahabatnya yang baru memasuki kelas, Lukaspun mengusap tengkuknya kikuk.

"Pacaran mulu sih, aduh bikin iri," celetukan Silvy membuat sahabatnya yang lain terkekeh.

Silvy, cewek cantik yang bertahan jomblo karena dia punya tipe cowok idaman yang sulit di dapatkan. Seperti Dimas Anggara, contohnya.

"Udah sana Kas, udah bel juga." Sahut Nita yang belakangan ini lebih sering manyun karena katanya dia sedang ada masalah dengan Yuda.

"Sirik aja lo Nit, lagi baper ya?" ucapan Lukas langsung disambut pukulan kecil dari Karina, membuat Lukas terkekeh dan tanpa bersalah ia berjalan menjauh dari Karina dan sahabat-sahabatnya itu sementara Nita mendengus kesal menanggapi ledekan Lukas.



update mulu tapi krisis feedback lol.

Stronger [completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang