[19]

3.6K 193 10
                                    

Sembilan belas - Gamma
dan lomba

[Edited]


Karina POV.

Udah sekitar lima belas menit gue duduk sendirian di parkiran sekolah, menunggu Gamma yang katanya mau ngomong sesuatu sama gue.

Gue melirik kearah jam tangan sebentar, pukul 15.15 dan Gamma belum juga muncul dari ruang guru.

Sebelumnya, Gamma ngLINE gue dan bilang kalo dia pengen ngomong sesuatu yang lumayan penting dan dia minta buat ketemu di parkiran.

Terakhir dia ngebales LINE gue sih dia bilang kalo masih di kasih arahan sama guru buat menghadapi lomba besok, gue salut sama dia.

Karena bosen, gue mengambil headset dari dalam tas gue. Mungkin dengan mendengarkan lagu, gue bisa lupa kalo gue lagi nunggu makhluk serajin Gamma.

Gue menshuffle lagu dan terdengarlah suara merdu dari Zayn Malik dengan lagu barunya yang berjudul pillow talk. Secara gak langsung gue inget si monyet, hari ini tepat satu bulan setelah kejadian dia ninggalin gue di sekolah dan dia lebih memilih untuk menjemput Nadine karena dia sakit.

Ah, sudahlah gue udah gak mau inget dia lagi. Terlalu sakit buat mengingat seseorang yang dengan mudahnya melupakan.

Gue cukup mendengar jelas ketika ada seseorang yang menghidupkan mesin motornya tidak jauh dari gue.

Seseorang dengan motor ninja hijau kesayangannya. Dia yang terlihat lelah, dia yang terlihat tidak bersemangat menjalankan motornya, dia yang selalu memakai snapback tiap ke sekolah namun ada yang berbeda dari dia, di bibirnya ada satu batang rokok yang menempel.

Kemudian dia terlihat menyesapnya kasar lalu membuang asapnya melalui hidung. Dia bukan Ziannya gue, dia Zian yang dulu, Zian yang frustrated karena dua masalah terbesar di hidupnya datang disaat yang bersamaan.

Gue terpaku di tempat gue duduk, memandang lekat kepergian Zian dari parkiran sekolah. Untungnya gue duduk di balik pohon mangga yang pastinya gak kelihatan sama Zian, gue cukup beruntung bisa liat dia lagi. Walaupun gue satu sekolah sama dia tapi bukan berarti mudah buat nemuin dia.

Lukas selalu bilang sama gue kalo Zian itu jarang banget keluar pas istirahat. Jadi saat-saat ini udah seperti kesempatan emas buat gue karena bisa liat Zian tanpa harus bertatapan dengan matanya.

Mata gue memanas, siap menjatuhkan butiran-butiran air. Jujur, gue kangen banget sama dia. Gue terlalu gengsi buat ngomong sama dia dan cari jalan keluar, gue terlalu takut kalo Zian ternyata udah jadian sama Nadine dan dia gak ngasih gue kesempatan buat ngeluapin perasaan rindu yang gue pendam lebih dari satu bulan ini.

"Karina."

Panggil seseorang yang gue yakin adalah Gamma, gue langsung menghapus airmata gue dan berusaha terlihat normal.

"Hi Gam. Boleh ngomongnya sekarang aja gak? Gue mau pulang."

Sebenernya sih gak sopan aja langsung nembak Gamma dengan perkataan seperti itu tapi gue bener-bener pengen pulang, gue pengen sesegukan di kamar, memendam rasa kangen gue sama Zian.

"Sorry ya udah bikin lo nunggu. Lo gak apa-apa kan Rin?" tanya Gamma yang mungkin udah notice mata merah di balik kacamata gue.

"Gue mesti pulang Gam, makanya buruan ya."

Gue memaksakan tawa, Gamma terlihat heran dengan sikap gue yang aneh ini.

"Gue mau minta maaf Rin," Gamma terlihat menahan napasnya, "gue bukan pedekate-an yang baik." Dia terlihat kikuk sambil menggerak-gerakan kacamatanya.

Gamma, dia aja minta maaf dengan hal yang menurut gue bukan suatu kesalahan.

Emang sih dia udah bilang sama gue kalo dia pengen jadiin gue pedekate-annya dan gue tau dia merasa bersalah karena selama ini dia selalu sibuk sama lomba dan belajar tanpa ngasih perhatian lebih sama gue.

Gue gak pernah ngerasa keberatan dengan hal itu, to be honest. Tapi kalo emang dia seriusan mau kenal gue lebih dalem, kenapa dia mesti menutup diri?

He is busy with his own things, I guess.

Gue memukul bahu Gamma pelan, "Gak apa kok Gam, gue ngerti kalo lo sibuk ngurusin lomba. Gue tau lo mau kasih yang terbaik buat sekolah kita."

Gamma hanya tersenyum menatap gue lalu dia bilang, "Tapi lo gak marah sama gue kan Rin? Kita bisa jadi temen kan?"

Lalu dia mengacak-acak rambut gue.

"Ya enggak lah ngapain marah coba Gam."

Gue menarik zip sweater gue karena angin berhembus cukup kencang. Pun Gamma yang langsung menggandeng tangan gue, "Yaudah kita temen ya? Sekarang gue anter balik sebelum turun hujan," Gamma ngomong cepet banget, tipikal dia.

"Tapi Gam-" cowok berlesung pipi ini memotong omongan gue, "gak boleh nolak okay?"

Gamma menyerahkan helmnya ke gue dan langsung gue sambut. Karena gue ngerti, dia cuman bawa satu helm dan dia mau gue tetep aman.

Sebenernya Gamma ini boyfriend goals banget dengan dia yang pinter, rajin, bukan cowok yang macem-macem, idola di Dwinus juga.

Cuman aja dia terlalu fokus sama satu hal yaitu belajar. Which is itu bagus buat dia.

Selama kurang lebih dua puluh menitan gue sama Gamma di jalan raya karena tadi cukup macet, akhirnya gue sampe juga di depan gerbang rumah gue.

Pas di motor tadi, Gamma cerita-cerita soal dia yang nervous banget buat ngadepin lomba besok.

Gamma juga janji sama gue kalo dia bakal jadi temen yang baik buat gue. Gamma, dia bisa mengendalikan perasaannya dan bilang kalo dia masih bisa jadi temen buat gue, temen baik yang ada disaat gue butuh.

Dia juga nyuruh gue buat pegang janjinya, dia bakal ada 24/7 kalo emang suatu hari nanti gue lagi butuh seseorang untuk berbagi.

Seketika, mood gue jadi naik dan gue lupa soal kejadian di parkiran tadi. Kejadian yang bikin perasaan gue hancur karena ngeliat Zian kembali ke kelakuannya yang dulu, perokok.

"Rin, besok dateng ya ke Dinas Pendidikan Jakarta Timur, gue baru dapet info tadi kalo lombanya di pindah kesana."

Seketika omongan Gamma menyadarkan gue dari lamunan tentang Zian.

"Kok disana? Jauh juga ya lumayan."

Gue coba mikir gimana cara kesana, naik motor sih kayanya sama Nita tapi efektif gak ya?

"Apa mau gue jemput?" tawar Gamma. Gila ini orang. Masih aja mikirin gue.

"Gak usah Gam, gue sama Nita kok."

Gue ngembaliin helmnya. Sebenernya sih ragu juga sm Nita naik motor.

"Kalo gak bareng anak Dwinus lain aja Rin, Bu Yanti sih bilang kalo besok bakal nyediain mobil sekolah buat anak-anak yang emang pengen dukung gue."

Kemudian Gamma terkekeh dan mengulang kata-katanya, "Dukung gue? Kayak apa aja ya berasa artis nih," sambung Gamma lalu dia ketawa, lesung pipinya dalem banget.

"Lo emang artis kali Gam, artis sekolah kan?"

Gue menaikkan kedua alis gue, mencoba menggoda Gamma yang wajahnya berubah malu.

"Apaan sih. Yaudah gue pulang ya? Takut ujan. Salam sama tante Rika Rin."

Lelaki berkacamata itu memakai helmnya, dia menoleh kearah pos satpam tempat Pak Udin lagi minum kopi.

Gamma mengklakson motornya dan melambaikan tangan kearah Pak Udin. I told u, he have boyfriend materials.





[P.s jangan terpaku sama mulmed ya hehe]

Stronger [completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang