Chapter 24 - Word Vomit

3.6K 293 11
                                    

Sonya

"Jadi sekarang kamu udah bisa tidur kan?" Akhir-akhir ini Gerald terlihat lelah. Aku tahu Gerald punya lebih banyak pekerjaan setelah sekarang bekerja di perusahaan ayahnya. Dan aku khawatir karena Gerald tidak hanya terlihat lelah tapi juga stres. Aku merasa bersalah karena Gerald harus bekerja di perusahaan ayahnya gara-gara menikah denganku. Gerald memang tidak pernah bilang, tapi aku tahu. Aku ingin membantu biarpun hanya sedikit.

Tiba-tiba Gerald berdiri dari meja kerjanya dan berjalan ke arahku. Kukira ia akan mengucapkan selamat malam dan menyuruhku tidur. Tapi tiba-tiba Gerald menangkup wajahku dan menciumku lembut sekali. Ia menciumku dengan perlahan dan hati-hati seolah menungguku untuk memberi izin. Karena aku tidak melakukan apapun selain membiarkannya menciumku, Gerald memiringkan kepalanya untuk menciumku lebih dalam. Ciuman Gerald lembut, manis, mengejutkan dan yang pasti membuat kakiku lemas. 

Dan tanpa sadar aku melingkarkan kedua tanganku di leher Gerald dan mulai membalas ciumannya. Aku sudah tidak bisa berpikir dengan Gerald memeluk dan menciumku seperti sekarang. 

"Sonya, I could kiss you like this forever," kata Gerald di sela-sela ciuman kami sambil tersenyum. Dan ketika akhirnya Gerald berhenti menciumku, ia menatapku dengan intens yang membuat jantungku hampir meledak, "Thank you for marrying me." 

Kata-katanya membuatku sadar kalau pernikahan yang saat ini kita jalani adalah pura-pura. Ketika Gerald melingkarkan lengannya di pinggangku, menarikku lebih dekat dan ingin menciumku lagi, aku langsung berpaling.

"Ger, maaf aku... aku nggak bisa." Aku ingin melepaskan diri dari pelukan Gerald tapi Gerald malah semakin mengeratkan pelukannya.

"Kenapa? Aku minta maaf. Padahal aku udah janji untuk nggak cium kamu kecuali kamu yang minta atau kamu lagi nangis," Gerald mengulang perkataannya saat ia menciumku di Bandung.

"Aku bener-bener minta maaf. You look so beautiful. You always do tapi tadi entah kenapa aku nggak bisa menahan diri. I'm sorry." Tidak seperti pertama kali, kali ini Gerald benar-benar tampak menyesal. Dan itu membuatku merasa bersalah. Tapi mendengar pengakuannya, membuatku salah tingkah.

"It's not you. Aku cuma takut Ger. Aku takut karena aku bisa melihat diriku jatuh cinta sama kamu. Aku takut kamu akan bosen dan memilih pergi setelah tahu aku bener-bener jatuh cinta sama kamu. Seperti Riza." Entah kenapa tiba-tiba aku merasa sangat ingin menangis.

"Tapi aku bukan Riza," nada bicara Gerald sangat tegas tapi matanya memandangku lembut.

"Aku tahu kamu bukan Riza. Tapi saat ini kamu cuma menganggapku sebagai tantangan. Kamu cuma penasaran. Kamu merasa tertantang karena kamu tidak pernah ditolak. Setelah kamu dapetin apa yang kamu mau, lama-lama kamu akan bosan. Dan kamu akan menyesal menikah sama aku." Akhirnya aku bisa mengutarakan semua ketakutanku juga.

"Jadi selama ini itu alasan kamu bersikeras menikah hanya pura-pura? Menolakku terus-menerus? Menjauh? Menutup diri?" tanya Gerald dengan nada tajam.

"Sebagian itu. Sebagian lagi aku merasa nggak layak jadi istri kamu. Kamu berhak ngedapetin wanita yang lebih baik. Yang status sosialnya sama kaya kamu. Yang bukan janda. Yang nggak hamil di luar nikah. Yang pasti wanita itu bukan aku. Aku nggak masalah dihina orang, dikatain matre, main dukun atau apapun. Tapi aku nggak mau mereka hina kamu atau keluarga kamu. Aku nggak mau kamu dapet masalah karena aku. Aku nggak mau ngerepotin kamu terus." Kali ini aku benar-benar menangis. Aku sangat peduli dengan Gerald dan aku paling benci kalau ada yang mengaitkan masa laluku dengan Gerald dan keluarganya. I am broken but Gerald isn't. 

"Pertama, aku nggak menganggap kamu hanya sebagai tantangan. Kedua, aku nggak akan pernah menyesal menikah sama kamu. Ketiga, aku nggak peduli apa yang orang bilang. Keempat, yang layak jadi istriku cuma kamu. Aku juga nggak sesempurna dan sebaik yang kamu pikir. Jangan pernah ngomong kaya gitu lagi. Jangan liat aku sebagai Hadikusumo. Liat aku sebagai Gerald, pria biasa yang jatuh cinta sama kamu, yang nggak peduli berapa kalipun ditolak, tetap ngejar kamu.

You are more than a challenge. I really, really, really, really, really love you. Kapan sih kamu ngerti kalau aku cuma maunya kamu? Aku bahkan rela nurutin kamu buat nikah pura-pura yang penting bisa liat kamu tiap hari. Aku nggak bisa janji aku nggak bakal nyakitin kamu. Mungkin aku bakal nyakitin kamu suatu saat nanti tanpa aku sadar. Tapi aku nggak pernah pengen ninggalin kamu. Kalau bisa aku malah pengen iket kamu biar nggak kemana-mana, biar nempel sama aku terus.

Kamu tau yang bikin aku tersiksa? Waktu kamu ngejauh, waktu kamu cuekin aku. Kasih aku kesempatan. Buka pintu hati kamu lebar-lebar dan biarin aku masuk, Son."

Kamu udah masuk Ger. Kamu udah masuk ke hatiku, ke pikiranku, ke hidupku. Kamu memaksa masuk bahkan sebelum aku membukanya. 

"Eh tadi kamu bilang kamu bisa melihat diri kamu jatuh cinta sama aku? Berarti masih ada harapan?" Aku yang sedang menangis jadi tersenyum. 

"Aku nggak salah denger kan Son?" goda Gerald.

"Berisik. Udah ah tidur."

***


A/N Terima kasih sudah membaca dan memberi komen yang bikin aku semangat nulis *peluk satu-satu* Pada setuju nggak kalau bentar lagi tamat? hahahaha. Selamat hari Sabtu :*

Brokenحيث تعيش القصص. اكتشف الآن