Chapter 21 - Real or Unreal

3.7K 296 6
                                    

Dedicated this chapter to all beautiful readers who vote the previous chapter. You know how much I love you right?

Gerald 

Nyokap gue emang luar biasa keren. Mungkin Tuhan mulai mendengar jeritan hati gue supaya bisa tidur sekamar sama Sonya. Setelah seminggu ini gue nggak dianggap sebagai suami, hanya dalam beberapa jam, keadaan tiba-tiba berubah dalam sekejap. 

Dengan kedatangan Mama yang mendadak, otomatis Sonya harus tidur sekamar sama gue. Walaupun Mama tau alasan yang sebenarnya kenapa Sonya mau nikah sama gue, tapi Sonya nggak tau kalo Mama tau. Gue juga nggak akan kasih tau Sonya. Dan gue nggak nyangka Mama pake ngasih kado lingerie segala ke Sonya. Mama emang the best mother in the world. Sekarang list doa gue makin panjang. Salah satunya ngeliat Sonya pake lingerie  seksi tadi.

"Ger, jangan macem-macem deh. Awas aja kalo kamu berani macem-macem."

Gue terkekeh sendiri ngeliat reaksi Sonya. Walaupun dia berusaha keras buat keliatan nggak terpengaruh sama omongan gue, tapi wajahnya menegang dan langsung memeluk guling.  Sonya siap melempar gue pake guling kalau gue mulai macem-macem. 

"Aku nggak akan berani macem-macem sekarang, kan ada Mama. Besok aja kalo nggak nggak ada Mama," kata gue kalem. 

Sonya pura-pura nggak mendengar omongan gue. Dia menaruh guling sebagai batas, bergumam selamat tidur kemudian berbalik sehingga gue cuma bisa melihat punggungnya. Sonya mulai lagi deh nyuekin gue.

Tapi akan gue pastiin malam ini dia nggak akan nyuekin gue lagi. Kapan lagi gue sekamar sama istri gue?

Gue singkirin guling pembatas yang ditaruh Sonya dan dengan perlahan tidur mendekat ke arah Sonya. Tiba-tiba Sonya berbalik dan kita saling berhadap-hadapan. Jarak wajah kita hanya beberapa senti. Gue nggak nyia-nyiain kesempatan untuk melingkari pinggang Sonya dengan tangan gue dan menariknya ke pelukan gue.

Gue bisa mencium wangi sampo Sonya dari jarak sedekat ini. Godaan banget nih. 

"Ger, apa yang..." Sonya menaruh tangannya di dada gue seakan itu bisa membuat jarak kita menjauh. Yang ada gue malah makin meluk dia. 

"Kamu cuekin aku karena marah ya sekarang sekretaris aku cantik dan masih muda? Tenang aja Sayang, masih cantikan kamu," canda gue, walaupun gue yakin Sonya bahkan nggak tau gue punya sekretaris sejak kerja di perusahaan keluarga.

Sonya diam aja yang bikin gue makin gemes. Dia malah sibuk mendorong gue menjauh. Cium juga nih lama-lama. 

"Kenapa kamu menghindari aku?" tanya gue kali ini serius sambil melihat tepat ke manik matanya.

"Aku nggak ngerti maksud kamu," bohong Sonya.

"Mungkin harus dicium dulu biar ngaku," goda gue. Sonya buru-buru menutup mulut gue pake tangannya.

"Kan nggak ada orang yang liat juga. Kenapa mesti mesra-mesraan?" Gue menyingkirkan tangan Sonya biar bisa bales omongannya. 

"Yah nggak harus mesra-mesraan juga. Tapi kamu bener-bener nggak ngomong sama aku sejak kita nikah."

"Ini lagi ngomong."

"Ck. Bukan gitu. Kamu cuma ngomong sama aku kalau butuh doang. Udah gitu kalo lagi ngomong jarang natap aku langsung."

"Ya ngapain ngomong kalo nggak butuh."

"Tuh kan." Sonya ngomong sama gue tapi dia nggak liat mata gue. Emang gue virus apa dia nggak mau deket-deket sama gue?

"Apa sih Ger?" Ada nada sebal dalam suaranya. 

"Kamu lagi ngomong sama aku tapi nggak natap aku langsung." Gue memegang dagu Sonya, memaksanya menatap gue. Tapi gue malah jadi salah fokus ke bibir Sonya. Bibir Sonya yang lembut banget itu... Kuatkan iman lo, Ger!

"Aku ngantuk Ger. Besok kerja. Udah ah lepasin."

"Nggak mau. Udah tidur kaya gini aja." Gue memeluk Sonya lebih erat. Tidur pelukan gini enak banget ternyata. Setelah beberapa menit meronta-ronta , akhirnya Sonya menyerah.

"Aku teriak nih," ancam Sonya.

"Teriak aja kalo berani. Nanti kamu sendiri yang repot jelasin ke Mama." Karena tahu perkataan gue bener, akhirnya Sonya menghela napas, menyerah.

"Emang kenapa sih nggak mau banget dipeluk aku?"

"Kita kan cuma pura-pura, Ger. Nggak usah bikin rumit situasi deh."

"Apanya yang bikin rumit? Aku cuma mau membiasakan diri jadi begitu ketemu Riza kita keliatan natural," kata gue berkelit. Padahal emang guenya aja pengen peluk-peluk Sonya. 

"Kayanya kita mesti review  ulang perjanjian kita deh supaya ada batas-batas yang jelas."

"Aku mau tidur," jawab gue pura-pura menguap.

"Ger! Diajak ngomong serius juga malah mau tidur." Sonya mukul lengan gue pelan.

"Tidur sekarang atau nggak tidur semaleman?" tanya gue sambil menatap Sonya intens. 

Sonya mencerna omongan selama beberapa detik setelah sadar maksud gue, pipinya memerah. Gemes banget sih! Udah punya anak juga masih aja malu ngomongin seks. 

"Aku mau tidur sekarang. Lepasin makanya."

"Nggak mau."

"Nanti tangan kamu pegel pas bangun besok."

"Nggak peduli."

Setelah mencoba berbagai cara supaya gue lepasin dan gagal, akhirnya Sonya menyerah dan benar-benar tertidur di pelukan gue.

Gue memandangi Sonya yang tidur. Wajahnya damai banget, beda kalo lagi bangun. Galak dan jarang senyum. Gue menelusuri wajah Sonya dengan jari gue. Mencium keningnya lama.

"Do you have any idea how much I love you?"

***

I'm sorry for the long update :" Author lagi sibuk nonton drama Korea Descendants of the Sun ganteng banget ya Song Joong Ki minta dibawa pulang *.* hahahahaha.

Hope you enjoy this chapter as much as I do. Have a beautiful Saturday *smooch*


BrokenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang