Chapter 17 - Challenge

3.7K 266 5
                                    

Gerald

Setelah ketemu sama orang tua Sonya kemarin, gue akhirnya bisa bernapas lega. Untungnya mereka merestui hubungan gue sama Sonya. Walaupun gue keliatan tenang-tenang aja, tapi sebenernya gue gugup parah. Gue nggak pernah ketemu sama orang tua mantan pacar gue manapun dan ngomongin pernikahan. 

Gue bahkan sampe cari di Google saking gugupnya! Walaupun gue menganggap diri gue mudah bergaul dan suka ketemu orang baru, tapi gue tetep aja gugup. Ini mau ketemu orang tua Sonya, wanita yang pengen gue nikahin sejak pertama kali liat dia di kantor, yang udah gue taksir selama 2 tahun lebih, yang mati-matian gue kejar. Kalau orang tuanya nggak suka sama gue, gue nggak tau mesti ngapain lagi. Mending lompat aja ke laut biar dimakan hiu.

Ketemu keluarga Sonya memacu adrenalin berkali-kali lipat daripada naik Hysteria di Dufan. Apalagi ketemu bokapnya Sonya yang serem banget. Baru pertama kali liat gue aja, gue langsung dipelototin. Pas denger gue mau nikahin Sonya, gue berasa mau dibakar idup-idup. Mungkin pesona gue cuma mempan sama wanita (kecuali Sonya) dan anak kecil.

Untungnya gue bisa keluar dari rumah Sonya dengan selamat dan menyandang status baru 'calon suami Sonya'. 

Sekarang tinggal ngomong ke orang tua gue yang lebih mudah daripada menghadapi keluarga Sonya.

"Pa, Ma, Gerald mau ngomong sesuatu," kata gue sambil memasang wajah super serius. Gue punya kebiasaan untuk makan siang bareng orang tua gue setiap hari Minggu kalau mereka sedang ada di Jakarta. 

"Ngomong apa? Serius banget," goda Mama.

"Gerald mau nikah sama Sonya." Mama nyaris menyemburkan teh yang sedang diminumnya dan Papa langsung menyimpan hapenya untuk menatap gue serius. 

"Sonya yang itu?" tanya Papa yang anehnya malah bertanya ke Mama.

"Iya Sonya yang itu," jawab Mama.

"Papa tahu?" tanya gue yang disambut anggukan Mama.

Udah gue duga. Orang tua gue emang nggak bisa menyimpan rahasia. Kalau Papa tahu, otomatis Mama juga tahu. Kalau Mama tahu, otomatis Papa, Om, Tante, Oma pun tahu.

"Jadi Papa Mama setuju?" tanya gue harap-harap cemas karena Papa tidak menunjukkan ekspresi senang.

"Kamu yakin mau nikah sama dia? Dia hamil di luar nikah kan?" tanya Papa yang bikin gue bingung.

"Hamil di luar nikah? Maksud Papa?"

Papa dan Mama langsung lirik-lirikan dan memasang wajah bersalah.

Aku langsung paham. They did background check on Sonya. Mereka emang selalu seperti ini, sama mantan-mantan gue sebelumnya juga. Mereka memantau gerak-gerik gue tanpa gue sadari. Gue pikir dengan nggak kerja di perusahaan Papa, gue akan sedikit lebih bebas. Ternyata gue salah. Setiap gerakan gue masih selalu dipantau. Gue benci diperlakukan kaya anak kecil yang harus selalu diawasi kaya gini. 

"Ger, maaf. Tapi kita melakukan ini karena ingin melindungi kamu dari orang-orang yang salah. Kamu tau kan banyak yang suka ambil keuntungan hanya karena tahu kamu siapa," kata Mama sambil memasang wajah memelas yang bikin gue nggak tega buat marah.

Gue tahu yang diomongin Mama itu bener. Dulu gue sempet dimanfaatin sama beberapa orang karena mereka tahu orang tua gue siapa. Tapi gue yakin Sonya bukan orang seperti itu.

"Sonya bukan orang seperti itu. Dia nggak akan manfaatin aku. Memang apa hasil laporan tentang Sonya?" tantang gue kesal. 

"Dia hamil di luar nikah dan terpaksa menikah setelah lulus kuliah dan akhirnya bercerai setahun kemudian setelah anaknya lahir. Bukan laporan yang bagus kan?" Papa balik tanya yang membuat gue semakin kesal karena ternyata gue nggak tahu apa-apa tentang Sonya. Ternyata Sonya sudah hamil sebelum nikah sama Riza?

"Jangan bilang kamu baru tahu dia hamil di luar nikah?" cecar Papa yang bikin gue kesal.

Karena gue nggak menjawab, Papa menganggap diamnya gue berarti iya.

"Ger, kami nggak mempermasalahkan statusnya. Mama suka kok sama anaknya Sonya. Tapi sepertinya kamu juga nggak tahu apa-apa tentang masa lalu Sonya. Kamu yakin mau menikah sama orang yang bahkan kamu nggak tahu masa lalunya seperti apa?" kata Mama menengahi.

"Tapi itu masa lalu. Yang penting sekarang dan masa depan. Aku nggak peduli sama masa lalu Sonya," bohong gue karena gue merasa bodoh dan kesal cuma gue yang nggak tau apa-apa.

"Masa lalu itu penting, Ger. Masa lalu yang membentuk kepribadian kamu sekarang. Kalau kamu belum berdamai dengan masa lalu, kamu nggak akan maju. Papa percaya Sonya yang sekarang adalah orang yang berbeda dengan Sonya yang dulu. Tapi masa kamu nggak penasaran orang yang kamu cintai itu seperti apa di masa lalu? Kamu tanya sama Sonya dulu kita omongin ini lagi minggu depan kalau kamu masih ingin menikah sama dia setelah tahu," kata Papa sambil mengecek hapenya lagi yang berarti pembicaraan tentang Sonya sudah selesai. 

"Kita hanya nggak mau kamu menyesal Ger," ujar Mama lembut. 

Setelah makan siang selesai, gue nggak pake nunggu besok untuk ketemu Sonya. Gue langsung meluncur ke rumahnya. 

"Gerald?" 

"Son, aku mau ngomong sesuatu. Boleh aku masuk sebentar?" Wajah Sonya langsung berubah tegang tapi dia nggak ngomong apa-apa dan mempersilakan gue masuk.

"Ada masalah?" tanya Sonya gugup.

Gue menghela napas panjang sebelum akhirnya berkata, "Aku tahu pernikahan kita hanya pura-pura. Tapi supaya keliatan real, aku mau tahu masa lalu kamu sama Riza. Kamu juga boleh tanya tentang aku kalau kamu tertarik. Gimana?"

Sonya terdiam cukup lama. Gue pikir dia akan menolak membicarakan masa lalunya sampai gue liat dia mengangguk. "Oke. Tapi aku nggak yakin kamu akan memandangku sama lagi," katanya pelan.

"Try me."


BrokenWhere stories live. Discover now