Chapter 5 - Confession

4.4K 346 3
                                    

Dedicated to @sherlyhercholin. Thank you for voting, love. You make me want to keep writing.

Gerald

Akhirnya Glenn berhasil tidur setelah hampir satu jam gue membacakan dia cerita. Tenggorokan gue udah kering banget tapi gue merasa itu worth it karena ngeliat Glenn ketawa-ketawa lucu. Duh gemes banget dia pengen gue bawa pulang.

Gue nyelimutin Glenn, matiin lampu kamarnya dan pelan-pelan keluar kamar. Sonya tiba-tiba udah berdiri di depan kamar.

Sekarang gue tinggal ngadepin singa. Singa cantik bernama Sonya.

Gue rasa keputusan gue buat dateng malem ini tepat. Nggak apa-apa deh diamuk Sonya kalau gue bisa liat dia pake gaun tidur kaya gini.

Kayanya Sonya abis mandi karena rambutnya masih sedikit basah dan suer dia menggoda banget pake gaun tidur kaya gitu! Duh kalau tiap malem gue disuguhin pemandangan kaya gini gue rela deh tenggorokan gue kering ngebacain Glenn cerita sebelum tidur.

Mana dia wangi banget lagi. Dia mandi pake apa coba, mandi kembang kali ya bisa wanginya semerbak begini.

Untung iman gue kuat, kalau nggak udah gue gendong Sonya ke kamar terdekat. Sadar gue liatin, Sonya jadi salah tingkah. Mungkin dia lupa masih ada gue di kamar anaknya dan sekarang nyesel udah pake gaun tidur.

"Ger, kita ngomong sebentar di ruang tamu." Gue ngikutin Sonya ke ruang tamu, udah siap disidang.

Untungnya Sonya masih cukup punya hati untuk ngasih gue minum. Karena tenggrokan gue super kering, gue habisin minumannya dengan sekali teguk.

"Boleh minta minum lagi nggak?" tanya gue polos karena gue super haus.

"Segitu hausnya?" tanya Sonya sambal tertawa kecil yang entah kenapa bikin gue seneng. Sonya ketawa gara-gara gue! Ini patut dirayain. Akhirnya, Sonya ngambilin gue minum lagi yang langsung gue habisin dalam satu teguk.

"Udah minumnya? Oke sekarang aku langsung ke intinya aja."

Gue menahan napas. Gue pikir Sonya nggak bakal bahas masalah kedatengan gue. Ternyata gue salah. Apalagi sekarang mukanya galak banget.

"Kamu ngerti bahasa Indonesia kan Ger? Aku kan udah bilang jangan ikut campur. Maksud kamu apa sekarang dateng ke sini? Ini malah bikin Glenn makin susah lepas dari kamu. Nanti setelah kamu bosen sama Glenn dan ninggalin dia pasti aku yang mesti ngeberesin sakit hatinya Glenn. Nah kamu? Datang dan pergi seenaknya. Aku nggak mau dia merasa tertolak lagi. Kamu ngerti kan?"

Sonya tampak lelah dan rapuh. Rasanya pengen gue peluk erat-erat dan bilang bahwa segala sesuatunya bakal baik-baik aja. Gue nggak akan ninggalin Glenn ataupun ninggalin dia.

"Son... kamu nggak ngerti. Aku sama sekali nggak bermaksud kaya gitu. Aku..."

"Trus maksud kamu apa?" potong Sonya galak.

"Aku... suka kamu," tiba-tiba tiga kata itu meluncur sendiri dari mulut gue yang membuat Sonya super kaget. Jangankan Sonya, gue sendiri juga kaget. Kenapa sih gue harus ngaku di ruang tamu rumah Sonya? Nggak ada bunga, nggak ada persiapan. Nggak romantis!

Gue rasa gue udah capek mendem perasaan gue. Gue udah suka Sonya hampir dua tahun. Dan gue bener-bener pengen dia liat gue sebagai lelaki yang pantes buat dampingin dia. Gue menghembuskan napas dan bersiap membuat pengakuan sekali lagi. Now or never.

"Aku suka sama kamu. Nggak, aku nggak bercanda. Aku. Suka. Sama. Kamu. I love you. Mahal kita. Aishiteru. Wo ai ni. Te amo. Je t'aime. Aku bisa ngomong I love you pake bahasa manapun yang kamu mau sampe kamu percaya. Tapi aku harus pake google translate sih kalo kamu minta pake bahasa yang aneh-aneh. Intinya, aku suka banget sama kamu. Aku pengen kenal kamu lebih jauh lagi. Dan aku pengen kenal sama orang-orang yang kamu sayang. Karena itu aku pengen deket sama Glenn. Dan sejujurnya aku udah mulai sayang sama dia. Jadi kalaupun kamu nolak aku, aku tetep bakal ketemu dia. Aku tau kemungkinan kamu nolak aku besar banget. Tapi setidaknya kasih aku kesempatan."

Sonya masih tetap diam. Jangan-jangan gue udah salah langkah.

"Son, aku emang nggak romantis. Mana nembak kamu di ruang tamu tanpa persiapan begini. Tapi aku capek. Capek karena kamu terus mendorong aku menjauh. Capek ngeliatin kamu doang. Capek karena nggak punya kesempatan buat kenal kamu lebih jauh lagi. Karena itu kasih aku kesempatan buat deket sama kamu sebelum kamu nolak aku. Kalau memang kamu ngerasa kamu nggak akan suka sama aku, nggak apa-apa. Setidaknya aku nggak akan nyesel ke depannya karena aku udah pernah coba dan berjuang semaksimal mungkin untuk dapetin kamu. Kasih aku waktu tiga bulan. Kalau menurut kamu setelah 3 bulan, kamu masih mikir nggak ada kesempatan buat kita, nggak masalah. Setelah itu aku nggak akan ganggu kamu lagi."

Lima menit. Setelah lima menit terlama dalam hidup gue, akhirnya Sonya merespons pengakuan gila gue.

"Ger, makasih udah suka sama aku. Tapi kita terlalu beda. Status sosial kita aja beda. Aku janda. Punya anak satu pula. Keluarga kamu pasti nggak akan setuju," jawab Sonya seolah itu akan melunturkan niat gue buat jadi suaminya.

"Keluarga aku tau tentang kamu dan mereka nggak peduli sama status kamu," kata gue mantap. Dan gue sama sekali nggak bohong. Gue pernah iseng nanya bokap nyokap apa tanggapan mereka kalau gue nikah sama janda anak satu. Mereka ngeliat gue seakan gue gila tapi akhirnya mereka ngomong terserah gue karena ini hidup gue. Mereka malah nanya-nanya siapa cewek itu. Yah gue ceritain tentang Sonya.

"Trus temen-temen kamu?"

"Ya ampun, aku nggak peduli tanggapan orang. Yang penting aku bahagia. Ini kan hidup aku."

Sonya tampak ragu.

"Please kasih aku kesempatan. Aku cuma butuh kesempatan buat kenal kamu dan kamu kenal aku."

Dan rasanya gue nggak percaya apa yang gue liat. Sonya ngangguk pelan. Gue rasanya bisa meledak saking senengnya.

"Cuma tiga bulan," kata Sonya mengingatkan dan itu tidak membuat rasa senang gue berkurang.

"Oke. Dalam waktu tiga bulan kamu pasti jatuh cinta sama aku," kata gue mantap.

Sonya

Gerald udah pulang dari satu jam yang lalu tapi aku masih nggak bisa tidur. Setiap kata yang dia bilang masih terngiang jelas di pikiranku.

Aku suka kamu.

Rasanya aku membeku di tempat. Gerald? Suka sama aku?

Bahkan aku tidak berani untuk berharap.

Mimpi dia suka sama aku aja nggak berani. Ini Gerald. Geraldio Nataprawira.

Dia punya masa depan yang cerah. Karirnya cemerlang. Tampan. Masih muda. Dan gosipnya keluarganya juga kaya.

Sepertinya itu bukan gosip sih. Dari awal Gerald masuk kantor dan masih jadi staff, dia udah bawa mobil mahal dan gadget yang dia pakai juga keluaran terbaru. Pasti itu semua dari orangtuanya.

Dia bisa dapetin wanita mana aja yang dia mau.

Kenapa dia malah milih aku? Yang bukan siapa-siapa. Janda. Beranak satu.

Mestinya tadi aku tanya alasan kenapa dia suka sama aku. Aku terlalu kaget sampai otakku tidak mau bekerja.

Dan lebih gilanya, aku memperbolehkan dia mengenalku lebih dekat. Duh apa sih yang ada di otakku tadi? Mungkin aku terlalu senang karena masih ada yang suka aku dan bersedia berjuang buat aku. Aku jadi terbawa suasana dan mengiyakan tawaran Gerald.

Cuma 3 bulan. Aku rasa Gerald akan menyerah setelah dia tahu banyaknya rintangan yang akan kita hadapi kalau kita sampai pacaran.

Karena cinta tidak sesederhana itu. Tidak cukup dengan 3 kata, I love you.

Aku mulai meragukan keputusanku sendiri.

Bagaimana kalau Gerald menyerah?

Bagaimana kalau pada akhirnya dia sadar betapa kita sangat berbeda?

Apa aku sanggup merasakan sakit hati karena ditinggal lagi? Bahkan lukaku belum pulih.

Apa aku sanggup?






BrokenWhere stories live. Discover now