Chapter 2 - Decision

5.9K 400 6
                                    

Gerald

Sejak pagi, Sonya berusaha mendekati gue dan mencoba berbicara sama gue. Mungkin ia ingin mengganti uang gue kemarin yang sebenernya nggak perlu buru-buru. Tapi gue pura-pura tidak memperhatikannya. Gue ingin dia sedikit berusaha lagi. Selama ini dia selalu nyuekin gue. Nggak ada salahnya kan gue jual mahal dikit.

“Ger…” panggil Sonya waktu kita sama-sama nunggu lift. Untuk pertama kalinya dalam dua tahun, dia nyapa gue duluan.

“Iya?” tanya gue, pura-pura kemarin tidak terjadi apapun dan bersikap biasa.

“Mm… aku mau…” lanjut Sonya sambil meremas-remas tangannya, terlihat sekali dia gugup. Duh gemes banget sih. Masa Sonya gugup sih padahal dia cuma mau ngomong sama gue, temen kantornya selama dua tahun? Tapi entah kenapa, hal ini membuat gue senang. Gue bisa bikin Sonya gugup. Kemajuan.

“Gerald!” Gue nengok dan mendapati Rizal, temen gue dari divisi gue yang lama memanggil.

“Eh, Zal. Apa kabar?” Gue sama Rizal dulu temen baik tapi gara-gara gue pindah divisi jadi jarang ketemu.

Gue ngobrol bentar bareng Rizal, dan begitu gue noleh, Sonya udah nggak ada. Sebenernya dia niat nggak sih ngomong sama gue? Tiap ada yang nyapa gue, dia langsung pergi. Kesannya dia nggak mau diliat orang lain kalo lagi sama gue. Dan gue tersenyum, ide jahil sudah terbentuk di kepala gue.

Sonya

Dari sejak aku bangun tidur, aku udah merasa gugup karena hari ini bakal ketemu Gerald lagi. Aku takut orang-orang di kantor tahu kalau kemarin kita pergi bareng. Takutnya mereka jadi mikir yang aneh-aneh dan timbul gosip. Dan aku juga gugup karena kemari Gerald berhasil melihat sisi lain diriku. Biasanya kan dia melihat Sonya yang galak, jutek dan tidak pernah senyum. Aku takut itu membuatnya merasa dia mengenalku lebih baik dari orang-orang kantor dan menceritakanku di belakang.

Walaupun aku merasa Gerald bukan tipe yang suka membicarakan orang, tapi siapa tahu saja kan. Dan hidupku menjadi lebih rumit hanya karena satu kejadian kecil; Gerald turun dari mobil.

Pertama, Glenn masih menganggap Gerald adalah ayahnya dan ini akan menjadi masalah jangka panjang. Dia sudah bertanya kenapa Gerald tidak tinggal bersama kami dan apakah Gerald bisa menemaninya ikut acara hari ayah di sekolah. Aduh memikirkannya saja membuatku pusing. Aku tidak ingin membohongi Glenn terus, tapi ia terlihat sangat bahagia dan menjadi lebih penurut ketika aku mengatakan dia akan bertemu lagi dengan Gerald kalau ia jadi anak baik.

Kedua, sekolah Glenn. Mereka berpikir Gerald adalah papanya Glenn. Dan pasti gurunya Glenn akan minta Gerald dilibatkan di acara-acara sekolah. Dan aku sama sekali tidak meluruskannya kemarin hanya karena ingin membalas kelakuan Ibu Tania. Sekarang jadi ribet kan. Aku menyalahkan diriku sendiri karena begitu bodoh.

Dan sampai sekarang, aku masih tidak punya kesempatan untuk berbicara berdua dengan Gerald tanpa diganggu. Karena Gerald sangat supel, dia punya banyak teman dari seluruh penjuru kantor. Tiap kali aku mau berbicara dengannya, ada saja orang yang memanggilnya. Daripada menimbulkan gosip, lebih baik aku menunda berbicara dengan Gerald.

Aku sudah menyiapkan hal-hal apa saja yang ingin kusampaikan dengan Gerald. Pertama, mengganti uangnya. Terpaksa aku tidak menabung bulan ini daripada aku harus membuat diriku sendiri malu di depan Gerald dengan mencicil utangku. Nanti dia malah kasihan dan itulah hal terakhir yang aku inginkan. Orang-orang mengasihaniku. Kedua, meminta bantuan Gerald untuk datang ke acara sekolah Glenn. Sejujurnya aku masih berdebat dengan diriku sendiri. Apakah aku yakin mau berurusan lebih jauh dengan Gerald? Dengan meminta bantuannya, itu berarti Glenn akan semakin terikat dengan Gerald. Aku tidak ingin Glenn terluka lagi karena ditinggalkan.

BrokenWhere stories live. Discover now