Chapter 7 - Triggered by Anger

Mulai dari awal
                                    

  "Aku tahu kau hanya bersandiwara. Duduklah bila kau tak keberatan," mendengar perkataan Tiffanny yang menangkapnya basah itu, ia tersenyum miring.

  "Baiklah, aku mengaku." jawabnya seraya duduk.

  "Apa kau sedang ada masalah? Mungkin aku bisa membantu? "

  "Kau tidak akan mengerti dan tidak akan bisa menolongku." ujar Kyle seraya tertawa remeh.

  "Kalau begitu, carilah seseorang yang dapat menolongmu. Jangan sampai kau pendam sendiri masalahmu,"

  "Jadi, yang kau maksud, aku harus mencari seseorang yang tak aku kenal di restoran Jepang, lalu menangis meminta tolong padanya?" sindirnya tajam, tepat sasaran.

  Tiffanny yang mendengar itu pun wajahnya langsung memerah padam bagaikan tomat, lalu ia menggembungkan pipinya.

  "Mengapa kau mengaitkannya pada kejadian saat kita bertemu?" ujar Tiffanny dengan bumbu kesal yang mengiringi nada bicaranya.

  "Mengapa kau tidak tidur saja?"

  "Aku bermaksud untuk menolongmu, tapi kau justru mengusirku. Ceritakanlah sedikit dari masalahmu, aku ingin membalas kebaikanmu,"

  "Kau ingin membantuku?" tanya Kyle, tampak meyakinkan.

  "Ehm!" jawab Tiffanny semangat seraya mengangguk-anggukkan kepalanya layaknya seekor anak anjing yang bertingkah di depan majikannya. Kyle tersenyum, lalu tiba-tiba ekspresinya berubah drastis menjadi datar.

  "Pergilah ke kamarmu dan tidur."

...

  Ketus, dingin, sinis, dan bernada memerintah.
Hal apa lagi yang kurang menyenangkan?

  Tiffanny memejamkan matanya. Ya, merasa dirinya bodoh karena ingin membantu seorang Kyle yang bahkan lebih jenius darinya. Ia pun berdiri, lalu menatap kedua mata pria dingin itu dengan tajam untuk pertama kalinya.

  "Terserah kau sajalah. Jangan lupa matikan televisinya." Tiffanny berlalu begitu saja.

  Begitu Tiffanny tak terlihat lagi, ia mematikan televisi lalu melangkahkan kakinya ke pintu garasi guna mengambil motornya.

--

  Suasana pantai yang tenang dan sepi menjadi alasan pertama mengapa ia mau singgah di tempat itu. Saat suka maupun duka sering ia habiskan di pantai tersebut, termasuk saat ia kabur dari rumahnya itu. Ia duduk bersila dengan punggung yang sengaja dibungkukkan olehnya. Kyle kembali pada kegiatan yang sebelumnya dilakukan dirumah Samuel, yaitu memunculkan banyak pertanyaan yang mengganjal jauh di dalam lubuk hatinya yang paling dalam.

  Baiklah. Aku memiliki firasat bahwa hari ini aku juga akan mengalami perubahan.

...

  Lima belas menit berlalu, tak ada perubahan sedikitpun. Lima belas menit kemudian berlalu, hasilnya sama, tak ada perubahan sama sekali. Kyle mulai menoleh ke kanan dan kiri, memastikan hanya sedikit orang yang berkunjung ke pantai.

  Perasaannya mulai tidak tenang. Lima belas menit lagi turut berlalu, ia mulai singgah dari duduknya seraya mengacak rambutnya kasar. Kesal karena perubahan yang dirasanya akan terjadi, belum terjadi juga.

  Sudah dua jam ia berada di pantai demi menunggu perubahan, namun yang terjadi hanyalah banyak pikiran yang datang berbondong-bondong menelusup ke otaknya.

  Ia mengambil kerikil di dekat kakinya, kemudian melemparnya sekuat tenaga ke arah lautan lepas.

  "Tck," decaknya kesal.

LieonsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang