Chapter 7 - Triggered by Anger

340 45 0
                                    

  Perubahan

  Kata itulah yang terngiang-ngiang di benak Kyle.

  Tapi ingat, tak ada jaminan bahwa kau tak berubah lagi. Dan juga, meski aku sendiri mengatakan bahwa wujud ini tak diciptakan untuk dilihat oleh manusia, aku tak menjamin bahwa wujudmu akan selalu begitu. Mungkin perubahanmu akan dipengaruhi oleh suatu faktor, dan aku belum tahu apa itu. Setidaknya, sempatkan dirimu ke pantai favoritmu yang sepi itu untuk memastikan kau mengalami perubahan lagi atau tidak.

  Saran Crystal juga ikut berputar-putar dengan suara bising, menggema ke pikirannya hingga ia bimbang, memutuskan untuk pergi ke pantai favoritnya yang sepi atau tidak.

  Bagaimana bila tiba-tiba saat aku sedang minum air di depan kulkas, lalu Samuel dan Tiffanny sedang menonton televisi di ruang tamu, lalu tiba-tiba perubahanku mendadak dimulai?, pikirnya.

  Bila masalah Samuel-- entahlah, yang terpikirkan olehku adalah, dia mungkin tiba-tiba akan menyemburkan makanan ringannya dari mulut karena terkejut, lalu tiba-tiba bersujud padaku berkali-kali seraya mengagungkan nama Dewa Api padaku dan meminta maaf atas segala dosa yang telah ia lakukan padaku, pikirnya seraya tertawa.

  Lalu..., Tiffanny? Tck, entahlah. Mungkin dia sudah pingsan karena lupa mengambil nafas.

  Ia menekan pelipisnya, lalu menyandarkan punggung.

  Malam hari yang sunyi senyap seperti biasanya itu, ia duduk termenung di sofa. Jiwanya seolah larut dalam larutan pikirannya sendiri. Bahkan beberapa acara yang sudah usai pada layar kaca tak ia hiraukan sama sekali.

  Berbagai macam pertanyaan muncul dalam benaknya. Saat ini Kyle benar-benar bimbang, ia tidak menemukan resolusi sedikit pun dari masalah ini.

  Disentakkanlah punggungnya ke sofa untuk mengubah posisi duduk yang tampak serius menjadi posisi yang dapat disebut pantas untuk tidur santai di pantai. Ia melipat tangan di atas perut, meluruskan kedua kaki dan menutup matanya.

  Ya, setidaknya aku akan menyempatkan diriku ke pantai untuk berjaga-jaga.

  Lalu perlahan..., ia membayangkan bagaimana rasanya bisa memiliki keluarga yang harmonis pada umumnya, pergi piknik bersama, menonton televisi bersama dan berbincang dengan asyik juga dilakukan bersama. Semua bayangan itu dilakukan agar secepatnya ia dapat tidur nyenyak meskipun ia tahu, bahwa tak lama lagi ia harus pergi ke pantai favoritnya untuk bersembunyi dari dunia.

  Setelah semua bayangan yang menjadi usahanya untuk tidur gagal, ia mencoba bangkit. Namun saat ia hendak membuka matanya, suara lembut terdengar di telinganya.

  "Kyle...,"

  "Woah," ia mengedipkan kedua kelopak matanya sebagai ekspresi terkejut. Sedangkan gadis bernama Tiffanny itu tertawa kecil melihat reaksi Kyle yang menurutnya sangat manis.

  Merasa ditertawakan, Kyle segera mengubah ekspresinya menjadi normal.

  "Jangan menggangguku." ujar Kyle ketus.

  "Maaf. Tapi bisakah kau mematikan televisinya atau mengecilkan suaranya? Kau tahu, aku bisa mendengar suaranya dari lantai dua. Lagi pula, kau ini tidurnya kelihatan memaksa sekali, jadi aku kejutkan saja, " tanpa mengubah posisi kepalanya, Tiffanny tertawa kecil dengan kedua tangannya yang masih terletak di atas sandaran sofa.

  "Bukan berarti kau boleh mengejutkanku dengan menghadapkan wajahmu dua puluh tujuh sentimeter dari wajahku." ujar Kyle sedikit cepat.

  Tiffanny memiringkan kepalanya bingung.

  "Kau berlagak seperti seorang perfeksionis saja. Hal sepele seperti ini kau ukur juga jaraknya,"

  Tiffanny mengambil remote control, lalu mengecilkan getaran keras yang bersumber dari speaker televisi tersebut. Sementara itu, Kyle segera mengubah posisinya, berpura-pura tidur dengan maksud agar Tiffanny segera pergi meninggalkannya, kemudian Kyle dapat pergi dengan leluasa.

LieonsWhere stories live. Discover now