Chapter 4 - The Transformation

359 48 0
                                    

  "Menunggu kalian, " sahut Kyle perlahan.

  "Untung saja, aku memilih baju kasual secara cepat," kata suara lembut di sampingnya seraya melirik Samuel.

  "Aku tidak menyangka kalau Tiffanny pandai bersilat lidah."

  Mereka cepat sekali akrab, pikirnya.

  "Siapa peduli? Aku sudah bosan di sini," Kyle pergi meninggalkan mereka.

--

  "Kyle, bantu kami menurunkan belanjaan ini!" teriak Samuel yang tampak kesusahan dengan tas belanjaan yang jumlahnya hingga tiga belas.

  "Sam, apa kau sadar kalau kau itu sangat boros?" tanya Kyle kesal.

  "Eh? Apakah belanja seperti ini boros? B-bukankah ini cukup normal?" celetuk Tiffanny tiba-tiba yang membuat Kyle menautkan alisnya.

  Normal? Hah, ternyata instingku benar. Dia anak manja yang berasal dari keluarga kaya raya, pikirnya.

  "Lihat, dia saja bilang ini normal. Lagi pula, untuk apa orang tuaku jauh-jauh pergi bekerja hingga berbulan-bulan dan meninggalkanku hanya dengan rumah besar beserta dua pelayan bila tidak untuk memenuhi kebutuhanku?" ujar Samuel.

  Ya, Samuel secara tidak langsung mengadakan sesi curahan hati mendadak.

  Tidak, bukan curahan hati yang terpendam. Samuel selalu menebar masalahnya kemana-mana.

  Dibanding anak kaya raya lainnya yang terlihat depresi dan mendekati dunia yang terlalu bebas, Samuel justru membalas kelakuan orangtuanya dengan melompat-lompat dihias oleh ekspresi bahagia di mall dan distro yang menjual barang-barang kesukaannya untuk berbelanja.

  Bagus bila ia berbelanja untuk kebutuhannya. Namun Samuel adalah tipe pria yang kekanak-kanakkan. Ia akan membeli figur kartun yang bisa seharga jutaan, tergantung seberapa besar figur itu.

  Ia juga mengoleksi kaos, barang edisi terbatas, komik, jubah-jubah dan kostum lainnya yang berhubungan dengan kartun dan serial film kesukaannya.

  Samuel bahkan pernah menggunakan jubah panjang hitam dengan membawa tombak berwarna merah terang di sepanjang lorong sekolah, hingga ia ditangkap sekuriti karena tampak mencurigakan.

  Bahkan saat ditangkap pun, Samuel merapalkan sebuah mantra dan menebas angin tepat di depan sekuriti dengan tombaknya lalu berteriak bahwa bumi akan menjadi miliknya.

  Kyle saat itu pun hanya diam, sudah terlalu biasa bila ia melihat kelakuan Samuel yang seperti itu.
Itu justru menghibur baginya, dibanding sekumpulan siswa-siswi lainnya yang membosankan.

  "Mungkin bagi kalian ini normal." jawab Kyle.

  "Kyle, tak usah kau sembunyikan. Aku tahu berapa isi uang yang kau simpan di tabunganmu. Lagi pula, lihat, mana barang murah yang kau pakai? Kau itu selalu menggunakan motto 'kualitas daripada kuantitas'. Jadi kau sama saja seperti kami." balas Samuel.

  "Aku tidak memborong besar-besaran seperti kalia--"

  "Keripik kentang?" potong Samuel.

  "..., itu--, itu pengecualian."

  Ya, Kyle adalah penggila keripik kentang.

  Tiffanny tertawa melihat tingkah dua pria tampan yang sedang berdebat, lalu pada akhirnya, Kyle pun membawa barang belanjaan karena ia tahu ia tak akan selesai berdebat dengan Samuel.

  Bukan, bukan karena Kyle tak memiliki argumen yang kuat. Namun karena keras kepala Samuel melampaui batas.

  Sesampainya di dalam rumah mereka berdua langsung tidur. Tiffanny tidur di kasur sedangkan Samuel tidur di sofabed. Kedua tangan Kyle ia letakkan di bawah kepalanya. Ia terjaga seorang diri, tak dapat berhenti memikirkan 'seseorang' yang mematainya tadi di mall.

LieonsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang