Chapter 1 - The Beginning

985 84 39
                                    

Suara pijakan kaki di anak tangga terdengar setelah pintu sebuah ruangan terbuka.

Ruangan misterius dan terlarang, itu menurutnya.

Sejak ia kecil, ruangan tersebut memang selalu terkunci. Ibunya selalu melarang lelaki muda itu agar tak melangkahkan kakinya ke sana. Beliau selalu mencari-cari kunci ruangan tersebut, namun tak ditemukannya.

Mencari-cari kunci ruangan tersebut sudah bagaikan rutinitas bagi ibunya yang berwajah awet muda itu, namun, nihil.
Tak ada apa pun.

Lalu muncullah sebuah dugaan bahwa kunci ruangan tersebut sudah dibuang oleh suaminya. Ia pun juga berharap begitu.

Namun dugaannya salah.

Anak lelakinya justru memiliki kunci itu tanpa sepengetahuan beliau. Beberapa kunci yang digandengkan dengan tali tersebut tergeletak di lemari kamarnya, ia sudah mengamati dan juga sudah menduga bahwa kunci tersebut adalah kunci untuk membuka ruangan yang terlarang.

Awalnya ia ingin memasuki ruangan itu, namun di pikirannya selalu terlintas perkataan ibunya.
Berbeda dengan sekarang ini, menginjak umur remaja, ia sudah tidak dapat menahan dorongan rasa penasaran yang dimilikinya.

Benih rasa penasaran yang sebenarnya sudah ia kubur sejak dulu, kini justru tumbuh menjadi pohon sebesar pohon beringin, rasa penasaran yang sangat besar.

Namun...,

bukan hanya rasa penasaran yang memacunya untuk memasuki ruangan itu.

Instingnya berkata begitu.
Seakan-akan ada pihak ketiga yang ikut turut serta meracuni pikirannya.

.........................................×××..............................................

Ruangan tersebut ternyata tidak terhubung langsung dengan ruangan aslinya, melainkan harus menuruni anak tangga terlebih dahulu setelah membuka pintu.

Terlihatlah sebuah pintu lagi dengan sedikit celah yang telah terbuka, seolah menghipnotis lelaki muda itu untuk memasukinya. Tanpa keraguan sedikit pun, ia mendorongnya dengan tangan kanan dan pandangan was-was.

Sorot matanya yang tajam menelusuri setiap detil ruangan yang terpampang di hadapannya kini. Ruangan dengan nuansa kuno, lantai yang sangat berdebu hingga permukaannya menjadi abu-abu, lilin-lilin yang membentuk sebuah pola di tengah-tengah ruangan, rak-rak buku, dan satu lemari besar di pojok ruangan.

Terkesan ruangan yang angker dan kuno.

Kakinya yang panjang melangkah maju, menyusuri rak-rak buku yang kayunya terlihat tak mampu menopang buku sebanyak itu. Buku-buku tebal, bersampul hitam dengan kertas yang sudah tak berwarna putih bersih lagi, melainkan berwarna kekuningan yang menandakan buku itu sudah lama bersemayam di sana. Pandangan matanya berhenti di lilin-lilin berpola itu.

Galaksi, pikirnya.

"Bagaimana bisa api-api ini masih menyala?" gumamnya sambil memperhatikan empat lilin tersebut.

"Dan--wow, warna api-api ini menakjubkan. Lilin macam apa ini?" gumamnya lagi.

Lilin itu berpola galaksi. Galaksi yang terdiri dari 4 pusaran api dengan warna tajam yang berbeda-beda. Pandangan matanya beralih lagi, ke arah lemari besar. Ia berjalan mendekat ke arah lemari tersebut. Saku di celananya ia rogoh, memperlihatkan kunci-kunci yang ia temukan di lemari kamarnya.

Masing-masing kunci yang berjumlah empat tersebut berbeda warna, bentuk, dan ukuran. Mereka berwarna merah, biru, ungu, lalu putih. Dan ke empat kunci itu identik dengan warna api.

Lelaki itu sedikit menundukkan tubuhnya, kepalanya mendekat ke arah lubang kunci lemari. Ia memperhatikan lubang kuncinya, lalu beralih ke kunci-kunci yang sedang digenggamnya tersebut.

LieonsWhere stories live. Discover now