Rasanya memang pilu. Sejauh ini Ian telah membohonginya, lelaki itu membuat dirinya sendiri tersiksa. Faith mungkin bisa memaafkan kebohongan Ian, tetapi pengakuan itu terucap bukan di bibir Ian dan itu berarti, Ian tidak pernah berniat untuk bersikap terbuka padanya. Fakta yang ada telah menekan Faith pada titik kelemahannya. Ketika Faith merasa tidak sanggup untuk berkata-kata lagi, ia menutupi wajahnya, berusaha mengatur nafasnya sekali lagi.

"Maafkan aku jika aku baru mengatakannya, tapi Faith, aku bicara terus terang. Kit menginginkanmu. Hanya menginginkanmu. Aku tidak berbohong soal itu."

Hope mungkin benar, tapi wanita mana yang berharap dibohongi? Wanita mana yang bersedia hidup dalam sandiwara cinta? Permainan Ian benar-benar bodoh dan tidak masuk akal. Apa yang diinginkan lelaki itu dari pernikahan mereka? Ian tahu bahwa Faith mencintai Mike, lantas mengapa Ian menyetujui rencana pernikahan itu? Faith telah mengatakan fakta tentang hubungannya dengan Mike secara gamblang dan Ian masih bertahan? Bahkan, lelaki itu dengan nekat menyusun kebohongan soal pelacur kecilnya? Benar-benar tidak masuk akal.

Apa yang diinginkan Ian dari dirinya? Melucuti pakaiannya? Itu hanya kemungkinan paling bodoh yang sanggup dipikirkan Faith. Ian bisa mencari wanita lain yang jauh lebih sempurna. Mencari seorang istri yang mencintainya dan bersedia melucuti pakaiannya secara sukarela. Tapi Faith?
Ian pasti sudah gila.

Faith menatap Hope sejenak, memutuskan bahwa dalam kasus ini wanita itu tidak bersalah. Ia justru menyesal karena harus menarik Hope dalam sandiwara gila mereka.

"Aku mengerti," ujar Faith kemudian. Hope terseyum lebar padanya, wanita itu meletakkan satu tangannya di atas punggung tangan Faith.

"Sebagai teman, aku merasa khawatir melihat Kit bersikap seperti itu. Apa yang ku katakan padanya tidak pernah dia dengar. Aku yakin dia tidak begitu jika kau yang mengatakannya."

Mata almond milik Faith sudah berkaca-kaca ketika menatap mata emas milik Hope. Kemudian Faith mengangguk sebelum suara gemuruh mesin dari SUV milik Ian terdengar memasuki halaman rumah. Hope meminta Faith untuk segera bergegas dan begitu mereka tiba di halaman rumah, perhatian Ian beralih pada dua wanita itu secara bergiliran.

Ian tidak bisa menghentikan prasangka dalam otaknya namun ia juga tidak membiarkan semua lepas begitu saja. Kehadiran Hope sedikit menganggunya dan untuk alasan yang sama Ian segera menghampiri wanita itu, menyerahkan tiket dan kartu pembayaran yang dibutuhkan Hope sebelum Hope mengangguk dan memahami isyaratnya.

Mobil lain datang, seorang pria mengemudikannya dari dalam. Faith merasakan jemari Hope meremas lembut lengannya dan wanita itu mengangguk sebelum pergi menuju mobil yang menjemputnya dan berlalu begitu saja.

Faith menolak untuk bicara pada Ian. Ia hanya berusaha mengangkat kopernya, membawanya masuk ke dalam bagasi sementara Ian memastikan seluruh ruangan dan pintu depan rumah telah terkunci rapat. Faith masuk di kursi penumpang kemudian Ian menyusul satu menit berikutnya.

Begitu dihadapi oleh Ian, Faith merasa enggan menatap langsung ke mata Ian dan memilih untuk menatap lurus ke depan. Dari sudut matanya, Faith tahu bahwa Ian tengah berusaha mendapat perhatiannya, dan ketika Faith tidak kunjung mengalihkan diri pada Ian, lelaki itu menghela nafas.

"Ini mungkin akan menjadi perjalanan yang panjang."

Faith hanya mengangguk, berpaling untuk melihat halaman rumah dari kaca mobil sebelum Ian mulai menstarter mobilnya dan SUV bergerak menjauhi bangunan tua yang mungkin akan dirindukan Faith suatu saat nanti.

Tentu saja, Faith akan merindukannya. Bangunan itu bukan hanya berarti tapi terasa seperti tempat dimana seharusnya ia kembali. Mengabaikan pemikirannya, Faith mencoba fokus pada jalanan, tapi usahanya terada sia-sia ketika yang sanggup ia pikirkan hanya kebohongan Ian. Faith berharap Ian akan mengatakan kebenarannya dan ia akan menunggu ketika saatnya tiba.

LANDON (seri-1) No Rose Without a ThornNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ