Faith merasakan sekelibat emosi yang berkecamuk begitu Hope mendaratkan kecupan singkat di wajah Ian dan berniat menggodanya. Ian terkesiap di tempatnya, merasa takut untuk menatap Faith dan disatu waktu merasa perlu memberi Hope peringatan. Alih-alih ia hanya duduk diam di tempatnya, dengan sisa potongan kue di satu tangan.

"Hai, Darling. Bukankah ini pagi yang cerah?"

Faith mengangguk lagi, merasa perlu mengembalikan akal sehatnya dengan tersenyum ramah.

Hope tidak meminta izin ketika meraih potngan kue dan melahapnya sambil bergumam, "ide untuk memulai pagi dengan kue tar terasa menyenangkan." Dan tidak membutuhkan banyak waktu bagi Hope untuk menghentikan pergerakan mulutnya dan memuntahkan kembali seisi mulutnya dalam kantong muntah di konter. Matanya membeliak sempurna.

"Astaga apa yang kau panggang itu? Racun?"

Faith menatap Ian dan lelaki itu hanya diam sembari memasukkan potongan terakhir ke dalam mulutnya.

"Bagaimana rasanya?" tanya Faith kemudian.

"Terlalu banyak gula, dan dipanggang dengan sangat masak hingga rasanya lebih pahit dari obat racikan. Aku pernah memakan yang seperti ini. Astaga, perutku bisa berkontraksi lagi."

Ian menatap Hope merasa perlu untuk memelototi wanita itu, tapi pandangan Faith terperangkap pada wajahnya dan Ian tidak sanggup berkata apa-apa.

Hope berlari ke lemari pendingin, mencari sebotol susu dan meneguknya dengan cepat. "Aku pikir aku perlu menyelesaikan kontraksi dalam perutku." Kemudian wanita itu berlalu pergi begitu saja, meninggalkan Faith dan Ian - dan tatapan menjarah mereka.
Faith tidak menunggu Ian ketika angkat bicara, "kenapa kau menghabiskannya untuk dirimu sendiri?"

"Kuemu enak," tutur Ian dengan suara yang meyakinkan.

Tatapan Faith kosong, tidak ada senyum yang terulas di wajahnya. Wanita itu tidak tampak seperti beberapa menit yang lalu.

"Kau bisa saja sakit."

"Kau tidak mencampurkan racun dalam adonannya, kan? Mengapa aku harus takut? Lagipula aku menyukainya." pertanyaan Ian berkesan retoris dan pengakuannya jelas berbanding terbalik dengan fakta yang ada. Menghela nafas, Faith menarik sisa kuenya, memasukan sisa kue itu ke dalam bak sampah dengan cepat bahkan sebelum Ian sempat mencegahnya.

"Apa yang kau lakukan?"

"Kueku bisa saja memicu diabetes."

"Aku tidak berpikir begitu. Kadar gulanya pas."

"Jangan berbohong padaku, Ian. Aku menghargai usahamu."

Ian tertawa miris. "Baik jika itu yang kau mau. Anggaplah aku mengalami berapa besar kerugian untuk adonan, kismis serta cokelatnya."

"Harganya tidak lebih dari tiga puluh dollar."

Ian mengangguk dan Faith tersenyum. "Ian aku harus pergi."

Pernyataan yang dihanturkan Faith mendapat perhatian Ian. "Kau bilang apa?"

"Aku harus menemui Mike," bahu Ian merosot namun wajahnya setenang air. Ian pikir semuanya sudah berakhir. "Aku belum bicara dengan Mike hingga saat ini. Aku tidak bisa membiarkannya begitu saja," jelas Faith dan Ian - tanpa berpikir panjang - segera mengangguk.

"Apa tidak sebaiknya aku mengantarmu?"

Faith tidak berharap mempertemukan Ian dengan Mike. Faith tidak mengharapkan perseteruan apapun yang terjadi. "Tidak. Tidak perlu. Aku akan mengemudi sendiri. Aku akan menghubungimu jika butuh sesuatu."

"Menurutmu begitu?"

Faith mengangguk dan Ian menghela nafas. "Kalau kau berjanji akan kembali dalam keadaan seperti semula,"

LANDON (seri-1) No Rose Without a ThornTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon