Dua Puluh Lima [TAMAT]

Mulai dari awal
                                    

"Ada hal yang harus saya bicarain dengan tante."

"Kalau begitu, mari masuk."

"Gak usah tante, di sini aja. Saya ingin menyampaikan suatu hal..., bahwa saya siap mendonorkan mata saya untuk Nayla." papar Rafa mantap. Membuat Gina terdiam tak percaya. Di sisi lain Gina juga cemas, sebab ia tahu Nayla bersembunyi di balik pintu untuk mendengar perbincangannya dengan Rafa.

"Saya serius tante. Saya akan mendonorkan mata saya—"

"Rafa..., maaf sebelumnya tante potong ucapan kamu. Tante sangat menghargai niat baik kamu. Tante ucapkan banyak terima kasih atas tawaran yang kamu berikan. Tetapi, tante tidak bisa menerima tawaran kamu. Terlalu beresiko untuk kamu Raf. Pikirkan masa depan kamu." jelas Gina panjang lebar.

"Tapi itu satu-satunya cara agar Nayla lepas dari keterpurukannya tante. Saya dan teman-teman semua rindu tawa Nayla."

"Nayla juga pasti merindukan tawanya. Tapi maaf sekali lagi, tante gak bisa menerima tawaran kamu. Tante akan berusaha mencari donor sendiri. Sekali lagi, terima kasih." Gina memutar tubuh dan bergegas masuk ke dalam rumah. Dalam hitungan detik pintu tertutup. Gina langsung memegang tangan Nayla dan menuntun anaknya untuk kembali ke kamar.

* * *

Lihainya waktu menipu. Tak terasa satu tahun berlalu. Rafa masih tidak menyerah. Usahanya membuahkan hasil. Ia mendapatkan donor mata untuk Nayla. Pagi-pagi sekali, sebelum berangkat ke sekolah Rafa pergi mengunjungi rumah Nayla. Rindu yang ia tahan selama setahun terobati begitu ia melihat Nayla sibuk menyiram tanaman. Segera Rada turun dari motor, hingga lupa melepas helm yang membungkus kepalanya.

"Rafa," dengan senyum manis Tante Deri menyapa.

"Selamat pagi tante," Rafa segera mencium tangan Tante Deri. Nayla yang tadinya fokus, seketika mengambil langkah untuk kabur. Ia pun melangkah asal, hingga ia tersandung. Rafa terkesiap dan membantu Nayla untuk bangun. Masih sama dengan setahun yang lalu. Nayla menepis tangan Rafa kasar. Perilaku Nayla spontan membuat Tante Deri kaget.

"Ngapain lagi lo ke sini?" tanya Nayla sinis, sambil di bantu berdiri oleh Tante Deri.

"Nay, untuk sekarang gue mohon hargai gue. Gue datang ke sini dengan niat baik, ini demi lo Nay. Demi kesembuhan lo."

"Raf, sebaiknya kamu berangkat ke sekolah. Takutnya kamu telat." saran Tante Deri, akibat tak mau Rafa sakit hati dengan ucapan Nayla berikutnya.

"Saya akan pergi tante, sebelum itu saya ingin memberitahu kalau saya berhasil mendapat donor mata untuk Nayla," Rafa berhenti sejenak, melirik Nayla yang tetap datar. Tak ada sedikit pun kebahagiaan menyelimuti wajah gadis itu.

"Selama setahun gue berusaha mati-matian agar lo bisa mendapati kebahagiaan lo lagi. Gue gak pernah putus semangat, demi bikin lo tersenyum lagi. Gak cuma gue, teman-teman yang lain juga gitu, Nay. Kita semua kangen dengan senyuman lo..., karena itu gue berusaha agar gue dan teman-teman kembali ngelihat senyum lo, lagi. Gue cuma mau lo bahagia Nay, meskipun tanpa gue. Gue emang suka sama lo, gue ingin jadi pacar lo, tapi kalau emang takdirnya lo bukan untuk gue, gue gak bisa apa-apa. Lagi pula waktu masih panjang. Gak selamanya rasa yang kita rasain sekarang sama. Selama rasa gue ada untuk lo, selama itu gue akan nunggu..., nunggu Tuhan ngasih gue orang yang tepat, untuk menghapus rasa yang salah. Rasa cinta gue ke lo." lontar Rafa panjang lebar.

Lutut Nayla mendadak lemas. Semua yang Rafa lontarkan berhasil menusuk jantungnya. Meski begitu ia tetap mempertahankan ekspresi wajahnya. Terlihat biasa saja, seolah tak peduli. Berbeda dengan hati dan perasaanya. Ia merasa bimbang. Ada ketakutan yang ia sendiri tak paham.

"Saya permisi dulu tante. Assalamualaikum."

"Raf...," panggil Naylan pelan. "Makasih." lanjutnya.

"Sama-sama." sahut Rafa tanpa berbalik. Dengan langkah mantap, ia pergi.

Hello Nayla [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang