Enam Belas

5.2K 313 0
                                    

Farel datang ke kamar Rafa untuk meminjam buku. Setibanya di kamar Rafa, Farel sempat heran. Karena saudaranya itu malah sibuk bermain game. Setahunya, Rafa memiliki janji untuk pergi bersama Nayla.

"Lo gak jadi pergi?" tanya Farel, penasaran.

"Gak tahu."

"Bukannya lo bilang mau jalan sama Nayla?"

"Gue udah bilang ke dia. Tapi dia belum jawab mau atau nggak. Dia cuma bilang ntar mau ngabarin gue." Jawab Rafa enteng.

"Terus? Lo mau diam aja gitu? Usaha, dong. Datang kerumahnya. Jemput. Jangan bisanya cinta dalam diam. Kapan lo mau jadian sama dia, kalau lo terus-terusan kaya gini." Rutuk Farel.

Rafa melirik Farel sekilas. Sudah lama ia dekat dengan Nayla. Mungkin sudah waktunya ia mengatakan yang sesungguhnya pada gadis tersebut.

* * *

Rafa tiba di rumah Nayla. Nayla sendiri kaget saat Rafa datang ke rumahnya. Tak ada pilihan lain, Nayla menerima ajakan Rafa untuk pergi.
Dalam waktu singkat, Nayla siap.

Sebelum pergi Rafa sempat bertanya kepada Nayla, perihal tempat yang ingin ia kunjungi. Karena tidak memiliki niat untuk pergi bersama Rafa, Nayla menjadi bingung.

"Gue gak tahu mau kemana." kata Nayla.

"Ke monas aja. Gimana?" sambung Nayla.

Rafa hanya mengangguk. Mengikuti apa yang Nayla katakan. Tak mau membuang waktu banyak. Rafa dan Nayla segera bergegas.

Dalam waktu tiga puluh lima menit, keduanya sudah tiba di monas. Kini Rafa dan Nayla sama-sama merasa canggung. Rafa merasa malu. Karena baru pertama kali berkencan. Sementara Nayla, merasa tidak nyaman, menghabiskan malam minggunya bersama Rafa.

Rafa dan Nayla berjalan. Mengelilingi monas. Sejak tadi, keduanya saling bungkam. Hal itu cukup baik untuk Nayla. Tapi tidak untuk Rafa.

"Nay, gue mau nanya boleh?" tanya Rafa.

"Boleh, tanya aja." jawab Nayla, sambil melihat sekitar.

"Kata orang, benci bisa berubah jadi cinta. Lo percaya gak? "

"Ntah lah..., mungkin."

"Lo tahu kan gimana gue sebelumnya. Gue selalu buat lo kesal. Bahkan kelihatan banget lo benci sama gue. Tapi sekarang, entah karena apa, kita bisa sedekat ini." Jelas Rafa. Nayla terdiam. Merubah posisinya. Menatap Rafa yang kini tersenyum manis padanya.

"Cara gue memperjuangin cinta emang salah. Tapi gue percaya, gimana pun perjuangannya, kalau emang lo jodoh gue, Tuhan pasti akan deketin gue sama lo. Dan sekarang gue lagi nikmatin takdir Tuhan yang luar biasa, ini. Berada disamping lo. Berdua, sama lo." Sambung Rafa, dengan percaya diri. Rafa merasa lega saat mengucapkan kata barusan. Ia merasa sudah melepaskan semua rasa yang telah lama ia pendam. Tidak hanya lega, Rafa juga merasa senang karena bisa menyatakan perasaannya pada Nayla. Meski ia sendiri tidak begitu mengerti dengan ucapannya.

Nayla terdiam mendengarkan ucapan Rafa. Ia merasa yakin, bahwa yang Rafa ucapkan adalah sebuah ungkapan rasa. Namun, Nayla tidak paham bagaimana menanggapi hal terus sebut.

"Raf, lo jatuh cinta sama gue? Nggak, kan?  Perlakuan manis lo, semua itu hanya karena lo ngerasa bersalah, kan?" tanya Nayla, membuat Rafa bingung.

"Bersalah? Maksudnya?"

"Ya tadi, lo selalu bikin gue kesel. Bahkan gue benci banget sama lo. Tapi tiba-tiba lo ngasih gue bunga, kue,  lo juga bersikap manis sama gue. Gue pikir, lo ngelakuin itu semua karena lo..., maaf sebelumnya. Punya penyakit serius."

"Penyakit serius?"

"Iya, Popy bilang dia pernah ketemu sama lo di rumah sakit. Dan, kata Poppy lo cuci darah. Awalnya gue ga percaya, tapi karena gue takut,  lo pergi sebelum kita damai, ntar gue digentayangin lagi. Jadi ya udah. Gue coba maafin lo." hening sejenak. Rafa benar-benar tidak paham dengan apa yang Nayla katakan.

"Dan ada untungnya juga sih kita baikan. Saat gue tahu lo abangnya Farel, gue punya kesempatan untuk balas dendam ke dia." tanpa rasa bersalah Nayla melanjutkan ucapannya.

"Dendam? Farel?" tanya Rafa bingung.

Nayla tertawa ringan, lalu menepuk pundak Rafa.

"Sebelumnya gue mau minta maaf. Tapi lo tetep mau kan deket sama gue? Ya udah lah, mendingan gue jujur dari sekarang, dari pada ntar lo nya baper sama gue. Jadi, gue maunya kita romantis kaya orang pacaran, terutama di depan Farel. Lo mau kan bantu gue? Sekarang kan, kita teman."

"Bentar. Lo udah kenal sama Farel?"

"Iya, Farel mantan pacar gue. Gue kesel, karena dia ninggalin gue gitu aja. Lo bayangin aja, gue pindah ke sini dan kita jalani hubungan jarak jauh. Padahal baru beberapa bulan, tapi dia udah nemuin yang baru. Awalnya, gue seneng banget waktu dia ajakin gue ketemuan. Tapi, pertemuan itu bukan untuk melepas kangen, justru Farel datang dengan cewe lain dan-"

"Jadi gue cuma bahan pelampiasan? Gue cuma bahan untuk lo bales dendam, iya?" Rafa memotong ucapang Nayla.

"Lo bersikap manis ke gue. Lo pergi dan pulang sekolah bareng sama gue, itu semua karena lo mau lihat Farel cemburu? Cuma karena lo mau bikin Farel panas, iya?!" sambung Rafa, dengan suara cukup keras. Membuat Nayla tersentak mendengar nada bicara Rafa.

"I-iya." jawab Nayla gugup.

"Hebat..., dari tadi gue perhatiin, wajah lo biasa aja. Bahkan lo sempat ketawa, dengan semua kejujuran yang berhasil nyakitin hati gue." papar Rafa dengan tidak percaya. Rafa menghembuskan nafas panjang. Menatap ke arah lain. Matanya mulai basah. Namun dengan cepat ia tahan. Ia tak mau meneteskan air mata di hadapan Nayla.

"Raf..." panggil Nayla.

"Sudah malam, lebih baik kita pulang." ucap Rafa singkat, lalu bergegas ke tempat ia memarkir motor. Nayla mendadak heran dengan sikap Rafa. Tapi ia cukup senang, karena tak perlu menghabiskan waktu untuk berduaan dengan Rafa.

Sikap Nayla yang biasa saja membuat Rafa benar-benar terpukul. Gadis itu sama sekali tidak menanyakan perihal perasaannya. Rafa benar-benar tidak habis pikir. Nayla sama sekali tidak mau tahu apa yang ia rasakan.

* * *

Rafa pulang ke rumah dengan penuh kecewa. Kedatangannya membuat Farel kaget. Pasalnya belum lama Rafa pergi, ia sudah kembali ke rumah. Hal tersebut pun mengundang tanya dari Farel. Farel yang baru saja dari dapur langsung bertanya pada Rafa yang hendak masuk ke kamar.

"Lo gak jadi jalan sama Nayla?"

Rafa melirik sekilas. Merasa tak penting untuk dijawab, ia bergegas masuk ke kamar. Sikap Rafa membuat Farel semakin heran. Farel pun tak tinggal diam. Ia masuk ke kamar Rafa. Lalu melontarkan beberapa pertanyaan, lagi.

"Nayla nolak diajak jalan? Atau Nayla gak ada dirumah?"

Rafa kembali melirik Farel. Wajahnya memerah, rahangnya mengeras, tatapannya tajam. Rafa bagaikan binatang buas yang siap menerkam mangsanya. Dengan napas yang tidak teratur, Rafa berjalan cepat menghampiri Farel. Dengan penuh rasa kecewa, Rafa memukul saudaranya tersebut, hingga Farel kehilangan keseimbangan dan jatuh ke lantai. Tak sampai disitu. Rafa kembali memukuli Farel. Meluapkan semua rasa sakit yang baru saja ia rasakan.
Farel yang tidak tahu apa-apa, merasa tidak terima. Dengan cepat ia menendang Rafa. Membuat Rafa terjatuh.

"Lo kenapa?!" bentak Farel, kemudian berdiri dan mengusap darah yang keluar dari sudut bibirnya.

Rafa tetap bungkam. Ia kembali bangkit, dan hendak meninju Farel. Namun, Farel langsung menahan tangan saudaranya tersebut.

"Apa semua ini karena Nayla?" tanya Farel.

Rafa menarik tangannya dari pegangan Farel. Di tatapnya wajah Farel yang kini babak belur dan berlumur darah. Keduanya saling tatap. Tanpa sadar air mata Rafa tumpah. Farel menatap Rafa heran, saudaranya menangis, ntah sebab sakit akibat ia tendang, atau sebab sakit yang lain. Farel pun tak tahu.

Hello Nayla [SELESAI]Where stories live. Discover now