Dua Puluh Empat

7.7K 311 21
                                    

"Kenapa papah begitu tenang kalau Farel dan mamah mau pindah?"

Pras tersenyum, "bukannya sudah jelas, kalau mamah kamu pulang cuma untuk meminta bantuan. Soal Farel, tentu saja papah berat, tapi kali ini mamah janji, kalau papah kangen, papah bebas ketemu Farel kapan aja."

"Pah, Rafa tahu papah masih sayang sama mamah. Papah gak mau kan mamah pergi. Rafa tahu pah..., semenjak ada mamah, rasanya papah sedikit lebih bahagia."

"Rasa itu cuma sepihak Rafa. Mungkin saja terbalas, namun rasanya kemungkinan itu tidak lagi ada. Perasaan mamah kamu ke papah sudah hilang sejak dulu. Untung saja papah memiliki kamu dan Farel. Kalian satu-satunya alasan papah bisa ketemu sama mamah." Pras kembali tersenyum dan menepuk pundak Rafa keras. "Ayo keluar, Farel dan mamah kamu pasti sudah nunggu."

Rafa mengangguk pelan. Keduanya keluar dari kamar menuju pekarangan rumah. Di luar sudah ada Diana dan Farel. Keduanya tersenyum menyambut kedatangan Rafa dan Pras.

"Gimana? Semua barangnya sudah siap?" tanya Pras.

"Sudah, pah." jawab Farel.

"Lo gak capek pindah sekolah mulu, Rel?" tanya Rafa ketus. Ia sengaja bersikap seperti itu agar Farel peka, bahwa ia ingin Farel tetap tinggal.

"Lagian sekolah lo cewenya gak ada yang cantik. Bikin males datang ke sekolah."

"Sudah. Kalau ngobrol terus kapan berangkatnya. Takutnya ketinggalan pesawat." sambar Diana yang tak sabar untuk segera pergi.

Rafa dan Pras saling pandang. Keduanya tersenyum begitu juga Farel. Tanpa mengulur waktu semuanya masuk ke dalam mobil.

* * *

Kabar bahwa Rafa tidak masuk terdengar sampai telinga Nayla. Sumber informasi utamanya adalah Popy. Nico memberitahu Popy bahwa Rafa tidak masuk sekolah karena akan mengantar Farel ke bandara. Dan Popy menyebarkannya ke Nayla dan Hasya tadi malam, saat mereka belajar kelompok.

Nayla sudah tahu bahwa Farel akan pindah. Dan ia masih diam hingga sekarang. Bingung harus bagaimana. Tidak mungkin ia bolos sekolah untuk mengajar Farel ke bandara. Tidak mungkin juga ia menelpon Farel untuk tetap tinggal. Nayla menghentikan langkah dan menatap gerbang sekolah. Semua murid mulai berlarian, sebab bel masuk sudah berbunyi. Berbeda dengan dirinya yang masih bimbang.
Pria berbaju serba hitam lengkap dengan topi mulai menunjukkan diri. Kumis tebalnya begitu menarik perhatian. Satpam sekolah yang kini berdiri di depan gerbang memberi sedikit kesempatan untuk para murid segera masuk.

"Gue gak bisa." gumam Nayla.

Dengan mantap Nayla memutar tubuhnya. Lalu ia berjalan dengan cepat dan berlari. Sesekali ia menengok ke belakang, memastikan pak satpam tak melihatnya. Namun, fokusnya terganggu akibat suara klakson motor yang sangat memekakkan telinga. Nayla yang fokus menatap area sekolah mulai memutar kepalanya. Namun sayang, belum sempat ia menengok, tubuhnya sudah terhempas jatuh. Nayla merasa tubuhnya mati rasa. Pandangannya mulai kabur, dan perlahan semuanya menjadi gelap.

Suara hantaman yang cukup kuat membuat pak satpam kaget. Sebuah mobil menghantam pohon yang berada di sebrang jalan, di sisi lain, motor yang begitu tak asing di mata pak satpam tergeletak di jalanan. Tanpa basa basi pak satpam berlari menghampiri tempat kejadian. Siswa yang baru saja melewati gerbang, ikut penasaran. Kabar terjadinya kecelakaan pun tersebar. Siswa yang belum masuk ke kelas langsung berhamburan keluar untuk melihat kejadian tersebut.

Hello Nayla [SELESAI]Where stories live. Discover now