Delapan

8K 482 43
                                    

* * *

Sore hari, setelah pulang sekolah Rafa meminta Farel untuk menemaninya ke toko kue. Terasa menyenangkan bagi mereka, ketika bisa menghabiskan waktu berdua, setelah berpisah cukup lama.

"Lo beli kue untuk siapa?" tanya Farel sambil mengikuti langkah Rafa yang sibuk memilih kue.

"Buat temen."

"Temen atau pacar?"

Rafa menghentikan langkahnya dan berbalik melihat Farel.

"Lo pernah pacaran?" tanya Rafa tiba-tiba, membuat Farel tertawa.

"Gue tahu, lo pasti mau nembak cewek kan?"

"Gak lah. Yakali gue nembak cewek, ntar dia mati gimana?"

"Maksud gue bukan gitu goblok." kesal Farel.

"Terus?"

"Maksudnya nembak itu..., nyatain perasaan, lo minta dia buat jadi pacar lo." jelas Farel.

"Oh...,"

"Oh doang?"

"Terus apa lagi?" tanya Rafa dengan wajah datar.

Farel mendengus kesal lalu mengikuti Rafa memilih kue, lagi. Setelah mendapatkan apa yang Rafa cari, Farel mengajaknya Rafa ke rumah sakit. Hal ini sudah mereka rencanakan sebelum pergi.
Rafa meminta Farel menemaninya membeli kue, sementara Farel meminta Rafa menemaninya kerumah sakit, untuk melakukan cuci darah.

Rafa dan Farel tiba di rumah sakit. Farel turun dari mobil, sementara Rafa enggan melepas sabuk pengamannya. Melihat Rafa terus diam, akhirnya Farel memaksa Rafa untuk turun. Mau tidak mau Rafa turun dengan wajah yang terlihat kesal.

"Lo kenapa?" tanya Farel, karena Rafa hanya diam disepanjang perjalanan menuju rumah sakit.

"Kita pulang aja, yuk. Cuci darahnya besok aja." kata Rafa.

"Tapi jadwal gue cuci darah, hari ini."

"Udahlah, emang cuci darah penting banget ya? Sekali doang ga cuci darah, lo bisa langsung meninggal?" kata Rafa, asal. Membuat Farel tertawa melihat sikap saudaranya itu.

Farel mengangguk, "iya, gue bisa meninggal. Maka dari itu, sekarang kita masuk ke dalam, sebelum Tuhan berkata lain... Kalau gue dipanggil lebih dulu, ntar lu kangen, kita kan-"

"Banyak omong. Yaudah sekarang kita masuk." kata Rafa lalu menarik Farel untuk masuk ke dalam gedung rumah sakit.

Farel hanya pasrah saat lengannya ditarik. Ia tertawa sambil menggeleng pelan melihat tingkah laku Rafa. Baginya Rafa sama sekali tidak berubah. Rafa selalu perhatian padanya, meski terkadang cara penyampaiannya terlihat kasar.

Rafa duduk di kursi tunggu, dekat dengan ruangan tempat Farel melakukan cuci darah. Rasa bosan mulai menghantui dirinya.
Rafa mengambil ponselnya lalu menghubungi seseorang, dan meminta orang itu menemuinya.

Setelah beberapa menit, orang yang tadi Rafa telpon—datang menghampirinya. Rafa mengajak orang tersebut ke tempat ia memarkir mobil.
Sesampainya di sana, Rafa langsung membuka pintu mobil belakang dan memgambil kue yang tadi ia beli.

Hello Nayla [SELESAI]Where stories live. Discover now