"Adit!" Nico yang ikut-ikutan keluar, melihat sepeda motor sang korban. Firasatnya mengatakan bahwa pemilik motor itu adalah Adit. Sahabatnya. Dengan segala rasa cemas ia menerobos kerumunan. Hingga tak sengaja sepatunya menginjak cairan merah yang keluar dari kepala korban. Tubuhnya mendadak lesu. Tangannya langsung mencengkram pundak seseorang yang ada di sebelahnya. Tubuhnya gemetar begitu tahu Nayla terbaring lemah di hadapannya. Cengkramannya semakin kuat saat pandangannya beralih. Sama seperti Nayla, Adit begitu mengerikan dengan luka yang disebabkan oleh kecelakaan tersebut.

"Adit!!!" teriak Nico lalu berlari menghampiri sahabatnya tersebut.

"Lo gak boleh mati sekarang woi!" teriak Nico sambil mengguncang lengan sahabatnya itu.

"Kita janji buat jodohin anak kita nanti, lo gak boleh mati sekarang!" teriak Nico lagi, membuat semua kerumunan mengalihkan pandangan padanya. Setelah membuat semua orang heran dengan perkataannya, kini orang kembali heran dengan tangisannya yang begitu kencang.

* * *

Tenang. Tidak ada perbincangan selama dalam perjalanan. Diana sibuk membaca majalah. Farel sibuk bermain game. Pras fokus menyetir. Dan Rafa menikmati suasana tersebut dengan tidak ikhlas.

"Rel," panggil Rafa.

"Gue gak akan tinggal. Apa lagi alasannya cuma karena Nayla. Kita masih remaja Raf. Hidup gak usah di bawa susah cuma karena cinta. Lagi pula, waktu bisa menghapus gue dalam pikiran Nayla. Apa lagi kalau dia sudah nemuin pengganti." jelas Farel panjang lebar, membuat konsentrasi Pras dan Diana terganggu.

"Gak semua orang berhasil menghapus orang yang ia cintai dalam hati dan pikirannya Raf, seperti papah."

Mendadak Pras batuk dan menepi untuk berhenti mengemudi . Ucapan yang keluar dari mulut Rafa membuat Diana tertegun. Sekaligus membuat Farel bising.

"Papah?" Farel mengangkat sebelah alisnya.

"Iya. Sampai sekarang yang ada di hati papah itu cuma mamah. Banyak wanita yang lebih pantas mendampingi papah. Tapi papah setia menaruh hatinya-"

"Rafa cukup!" timpal Pras cepat. Tegas dan dingin.

"Kamu itu anak baru gede. Gak masalah kalau kamu suka sama seseorang. Tapi jangan terlalu dipikirkan, karena tugas kamu itu belajar. Ikuti Farel, gak usah mikirin cinta cinta apalah itu." Diana angkat suara. Suasana yang tadinya tenang akibat sibuk masing-masing kini menjadi begitu menegangkan.

"Memang seharusnya kamu itu tidak tinggal bersama papah kamu. Lihat, kamu jadi seperti papah kamu. Cinta cinta dan cinta." sambung Diana, lalu segera dibantah oleh Rafa.

"Setidaknya aku punya perasaan, gak kaya mamah yang perasaannya berubah sesuai kebutuhan." kata Rafa dingin.

"Kurang ajar ya kamu." Diana membuka sabuk pengaman lalu keluar dari mobil. Dengan kasar ia membuka pintu mobil belakang dan meminta Rafa untuk turun.

"Turun kamu! Dimana sopan santun kamu sama orang tua." Diana melotot dan menarik Rafa paksa.

"Saat mamah tahu Farel mendapatkan donor, mamah menjadi begitu lembut. Mamah peluk Rafa, mah. Setelah bertahun-tahun mamah ninggalin Rafa, akhirnya Rafa bisa ngerasain hangat itu. Tapi, sesuai perkataan Rafa. Perasaan mamah berubah sesuai kebutuhan. Apa Rafa harus melakukan hal yang sangat berjasa agar mamah sadar bahwa aku juga butuh kasih sayang dari mamah." Rafa mengepal tangannya keras dan menatap Diana tajam.

"Aku menahan Farel bukan karena cinta seorang anak remaja mah. Aku tidak mengerti kenapa Farel beranggapan seperti itu. Aku menahan Farel, agar mamah juga tetap tinggal, karena aku tahu sejak awal Farel adalah segalanya buat mamah. Jika Farel tinggal, maka mamah juga akan tinggal! Itu mah yang aku mau." teriak Rafa. Pras yang sedari tadi di dalam mobil menjadi tambah pusing. Ia kemudian memutuskan untuk turun. Dengan penuh keberanian ia mendekat pada Diana.

"Maafkan Rafa. Saya terlalu sibuk bekerja hingga tidak bisa mendidiknya dengan benar."

Ucapan Pras membuat Rafa berdecak kesal.

"Rafa..., dengerin papah. Mamah dan Farel pergi, bukan berarti ninggalin kamu selamanya. Kalian masih bisa bertemu-"

"Papah mengatakan hal yang sama seperti dulu. Tapi kenyataannya apa? Mamah datang cuma saat dia perlu."

Tak kuat menahan air mata, Diana langsung memeluk Rafa. Di pundak putra pertamanya ia meneteskan air mata. Seorang bocah laki-laki yang ia tinggal dulu kini telah tumbuh. Bocah laki-laki yang menangis menahannya pergi, kini menahannya dengan perkataan yang tak terduga. Diana tidak kuat menahan malu sebab tak baik menjadi seorang ibu. Diana merasa sangat malu sebab tak tahu bahwa ada bocah kecil yang ia tinggalkan di masa lalu. Diana merasa sangat bersalah sebab mengabaikan rasa rindu putra pertamanya. Kali ini perasaan bersalah itu benar-benar terasa. Perasaannya muncul bukan sesuai kebutuhan. Akibat rasa bersalahnya itu, Diana enggan melepas pelukan.

Di sisi lain Farel menangis. Ia terus mencoba mengusap air matanya. Tapi tetap saja cairan bening itu lolos membasahi pipinya. Suasana haru tersebut mendadak hilang ketika ponsel Rafa berbunyi. Farel yang sadar langsung mengambil ponsel yang ada di sebelahnya. Panggilan masuk dari Nico membuat dirinya penasaran. Tanpa meminta ijin dari Rafa, Farel langsung mengangkat telepon tersebut.

"Hallo Nic." jawab Farel sambil mengusap air matanya. Tak sampai satu menit telepon langsung ditutup.

"Raf?!" Farel bertetiak dari dalam mobil. Rafa pun menarik tubuhnya dari pelukan Diana, dan menoleh menatap Farel yang berada di dalam mobil.

"Lo gak jadi pindah kan?" tanya Rafa sedikit tersenyum.

"Bukan itu yang mau gue omongin. Tapi, Nayla ditabrak sama Adit. Adit ditabrak sama mobil."

"Maksudnya?"

"Gue gak tau, Nico yang bilang kaya gitu."

Farel bergegas turun dari mobil dan memberikan ponsel yang ia pegang ke sang pemilik. Dengan cepat Rafa langsung menghubungi Nico kembali.

"Buruan ke rumah sakit, Nayla dan Adit sekarat!"

"Sekarat?" tanya Rafa bingung.

"Iya. Buruan! Alamatnya gue kirim sekarang."

Mau ngucapin makasih buat yang masih membaca cerita ini. Dan meminta maaf jika ada kesalahan dalam menulis. Mohon kritik dan sarannya. Jangan lupa vote juga. Terima kasih ya ❤
Jangan bosan nungguin kelanjutannya. Maaf kalau terlalu lama update:')

Hello Nayla [SELESAI]Where stories live. Discover now