secangkir kopi hitam

Start from the beginning
                                    

"Ya kaga sih, secara tampang lo itu tampang kriminal gitu" Nadin menjawab dengan polosnya

"Dasar jamur sapi" Lian meneplak pundak Katrin pelan

"Lo tau gak li?" Anya menatap Lian dengan mata berbinar-binar

"Kaga" Lian menjawab ala kadarnya

"Itu adalah awal yang baik buat elo sama Aldo li. Jarang-jarang Aldo mau nganter orang, apalagi elo juga baru kenal." Anya menjelaskan

"Elo emaknya Aldo ya?" Lian menatap Anya penuhs selidik

"Emang kenapa?" Anya mengrenyitkan keningnya samar

"Kayaknya elo tau semua tentang Aldo lebih dari emaknya"

"Elo sebenernya deg-degan gak sih kalo ketemu Aldo?"

"Dikit sih"

"Tanda-tanda tuh" katrin menaikkan alisnya

"Paan?"

"Tanda-tanda kalo elo naksir sama Aldo lah"

"Entah. Gue juga kaga tau" Lian mengangkat bahunya sebentar. Ada perasaan aneh ketika Katrin bertanya padanya tentang bagaimana keadaan jantungnya ketika berasama Aldo. Tak bisa di pungkiri wajahnya memang tampan. Entah kenapa dia baru menyadarinya kemarin.

Drerttttt drtttttt ..
Lian merasakan ada yang bergetar beberapa kali di sakunya. Lian membuka layar handphonennya. Di lihat ada notif bbm. Lian hampir terlonjak kaget. Dari Rano.

Hirano : cepet lo ke rumah gue. Gak ada tapi-tapian, gak usah banyak alesan. Sekarang!

Lian yang membaca bbm itu mau gak mau langsung menurutinya.

"Oh shitt! Kalo bukan karena persetan dengan taruhan itu semua gak bakal kaya gini!" umpat Lian dalam hati.

Lian mengemasi tasnya, mengambil jaketnya.

"Bro, gue pulang duluan yak?" Lian berpamitan pada ketiga temennya

"Buru-buru amat" Katrin mengerutkan keningnya samar

"Biasa. Ada urusan dadakan."

"Oh gitu. Ya udah deh ati-ati ya beb" Nadin melambai-lambaikan tangan ke arah Lian. Lian membalas dengan mengedipkan matanya. Lian bergegas keluar dari rumah Nadin. Mengenakan jaket. Dan menaiki si merah. Dalam kejapan mata, motor Lian hilang dari pandangan.
***

Lian melangkahkan kaki di atas lantai dengan deretan taman mawar merah di sekelilingnya. Indah. Lian membunyikann bel rumah itu. Tidak ada jawaban dari si pemilik rumah. Ia membunyikan bel itu sekali lagi. Dan masih tidak ada jawaban. Lian membuka handphonennya.

Hirano : masuk aja. Enggak di kunci. Gue ada di ruang tamu. Mager gue. :)

"Dasar cowok rese! Katanya tamu itu adalah raja. Lha kalo di rumahnya dia mah beda. Tamu adalah raja yang merangkap jadi pembokat!.." umpat Lian kesal

Dengan penuh keraguan, Lian membuka pintu rumah megah itu. Yah memang benar pintunya tidak di kunci. Dengan hati-hati Lian melangkahkan kakinya di atas ubin marmer itu. Ia sangat terpesona dengan rumah Rano. Padahal ini kedua kalinya ia ke rumah cowok itu.

"Dari mana saja kau tuan putri?" suara bass itu mengangetkan Lian

"Egg- anu dari rumahnya Nadin" Lian menhentikan langkahnya. Ia gugup.

"Santai saja tuan putri. Gue gak bakalan makan elo" Rano tersenyum miring

" apa maksud lo nyuruh gue ke rumah lo?! Ganggu ketenangan gue aja" lagi-lagi Lian ketus.

-AFTER RAIN-Where stories live. Discover now