Faith menepis sebagian helai rambutnya dan menyampirkan ke balik telinga. "Perutku sakit dan aku merasa mau muntah."

Ian teringat satu hal. "Kau belum makan hampir seharian ini. Mari kita pergi dan lihat apa yang bisa kita temukan."

Faith mengangguk lemah, baru akan beranjak ketika tangan yang besar dan kuat menahan pergelangannya. Mike melewati Ian dan mengambil alih lengan Faith bersamanya.

"Faith bersamaku."

Ian enggan menganggapi. "Kita cari makanan untuknya. Dia pucat sekali."

Mike menatap Ian getir sebelum berlalu pergi dengan Faith berada di sampingnya. Ian baru mengekor beberapa detik setelahnya. Mereka mengunjungi sebuah kedai yang menjual stiek dan ayam panggang. Faith menunggu sementara Ian memesan makan mereka. Mike masih sibuk dengan telepon genggamnya.

Faith ingat Mike mengatakan kalau ada beberapa turis yang membatalkan kunjungan hingga Mike terpaksa harus bekerja ekstra untuk menunda semua perjalanan itu. Tampaknya lelaki itu bermasalah lagi sekarang. Semua segera terjawab begitu Mike kembali duduk di samping Faith.

"Orang itu sudah benar-benar tidak waras. Semua tiket sudah disiapkan dan dia benar-benar membatalkannya, bahkan dia ada di luar kota sekarang!"

Faith sempat mendengar Mike mengumpat, namun rasa pening di kepalanya menuntut ia untuk tidak merespons. Ian datang lebih cepat dari dugaan Faith. Seorang pelayan dengan nampan yang terisi penuh mengekor di belakangnya.

Ian memilih kursi yang berhadap-hadapan dengan Faith sehingga ia bisa memantau wanita itu secara langsung. Acara makan berlangsung selama lima belas menit. Ian tidak berniat untuk mengatakan apapun tapi sepertinya Mike punya banyak cerita yang harus dikatakan. Faith tampak sibuk dengan makanannya, sesekali melirik Mike kemudian mengangguk penuh pemahaman.

Apa yang dibicarakan Mike sama sekali tidak bisa dimengerti Ian. Pria itu berbicara tentang tour, tempat wisata dan masalah para pekerja. Ian ingat Faith pernah mengatakan bahwa profesi Mike adalah seorang pemandu wisata, hanya saja Ian menyimak dari semua yang dikatakan Mike bahwa pria itu tidak begitu mencintai profesinya.

Mike kelihatan lebih arogan dari yang ia bayangkan. Hasrat untuk menjauhkan Faith dari pria kasar seperti Mike semakin membubuh dalam benak Ian. Namun, Ian tidak akan melakukan hal itu. Setidaknya tidak dalam waktu dekat. Ia sudah berjanji pada Faith dan itu berarti ia tidak akan melakukan tindakan di luar janji tersebut.

Acara makan telah usai. Mereka memutuskan untuk pergi mengunjungi tempat terdekat selagi menunggu informasi penerbangan selanjutnya. Mike menghentikan Faith di sebuah toko perlengkapan pakaian. Pria itu butuh beberapa pakaian layak untuk beberapa hari ke depan. Sementara mereka sibuk berbelanja, Ian memutuskan untuk menunggu di luar.

"Aku suka ini," ujar Mike sambil mengangkat sebuah piyama tanpa lengan berwarna hitam dengan kain tipis yang transparan, ia menjulurkan pakaian itu ke dalam keranjang belanja.

Faith kelihatannya tidak suka, jadi ia memprotes. "Apa yang kau lakukan?" Faith baru akan berniat mengembalikan pakaian itu sebelum Mike merebutnya dan meletakkannya kembali pada keranjang belanja.

"Sshhh.. Sayang. Aku suka melihatmu memakainya."

"Aku tidak akan memakainya. Tidak di hadapanmu." Faith bersikukuh.

Mike menampakkan seringai kecil yang membuat sisi maskulinnya tampak kentara. Senyum itu yang selalu menyihir Faith bahkan berhasil membawanya ke atas ranjang bersama Mike.

"Lalu siapa? Dokter ahli bedah itu?"

Faith membantah dengan cepat. "Tidak di hadapan siapapun!"

LANDON (seri-1) No Rose Without a ThornWhere stories live. Discover now