Bab 6 - Nolan Bradford

Start from the beginning
                                    

"Kau...kembali?" tanya Rae masih tak percaya Nolan benar-benar berjalan dan duduk di sofa panjang di sebelahnya. "Memangnya kenapa kalau aku kembali?" tanya Nolan balik sambil tangannya menarik lepas dasinya dan kancing kerah kemejanya.

"Aku kira... Aku kira kau akan tinggal di Paris selamanya," Rae tampak salah tingkah, takut Nolan mengira dirinya tak suka cowok itu pulang.

"Paris...membosankan." Nolan menghela napas dan menghenyakkan dirinya ke sandaran sofa itu sambil menghela napas panjang. Kelihatannya lelah sekali setelah perjalanan jauh. Tak lama kemudian ponselnya berdering dan Rae terkejut melihat Nolan malah melempar ponsel itu ke kursi sebelah, bukannya mengangkatnya.

"Kalau kau ingin istirahat di sini, aku bisa pindah ke ruangan lain," Rae menawarkan sambil bersiap merapikan barang-barangnya. Nolan menahan tangan Rae, mencegahnya pergi dari ruangan itu. "Bagaimana kabarmu?" tanya Nolan.

"Baik." Rae langsung menunduk ketika Nolan menatap ke kedua matanya. Entah mengapa Rae merasa Nolan menatapnya dengan agak aneh—seakan-akan Rae adalah sesuatu miliknya yang pernah hilang.

"Masih main anggar bersama mereka?"

Rae mengangguk. "Klub anggar jadi sangat populer di kampus. Ada sekitar 50 orang yang mendaftar semester ini. Sedangkan kita cuma berempat. Kepalaku mau pecah rasanya menyusun anggaran klub."

"Mau kubantu?"

"Bantu dana?"

"Perlu berapa?"

Rae terkejut mendengar pertanyaan balik Nolan. "Nolan...kau tahu aku bercanda kan?"

"Tapi aku serius." Sikapnya yang santai membuat Rae bertanya-tanya apakah pria ini serius dengan tawarannya. Kalau Nolan benar-benar ingin mensponsori klub anggar selama setahun, ia akan melempar laptopnya dan langsung memeluk Nolan karena sudah meringankan setengah bebannya untuk minggu ini.

"Kamarmu sudah siap," Seth muncul dan memberitahu kakaknya.

"Trims. Oh, ngomong-ngomong aku bawa wine enak. Mau?" Nolan berjalan menuju rak penyimpanan dan mengambil 3 gelas wine, kemudian menuang red wine yang ia bawa ke ketiga gelas itu. "Ini nggak terlalu kuat kok," bisik Nolan saat menyodorkan satu gelas pada Rae. Nolan tahu Rae tak suka rasa wine yang terlalu menyengat dan dia tidak bohong. Rasa wine itu pas dengan selera wine Rae.

"Mana Melanie?" Rae bertanya-tanya karena rok macan cewek itu tak kunjung muncul.

"Diusir Nolan." Seth menyesap wine-nya lalu menatap sebal pada Nolan. Nolan pun mengiyakan. "Aku lelah sekali dan hal terakhir yang ingin kulihat di rumahku adalah payudara palsu cewek itu."

"Hmm...memang agak keras sih..." Seth mengiyakan.

"Ah, itu palsu?" Ekspresi terkejut wajah Rae bukan dibuat-buat. "Aku selalu kira dia dianugrahi— Bisa nggak sih kita ganti topik saja?" Rae menutup wajahnya saat sadar betapa bodohnya ia terseret topik pembicaraan itu. Respon Rae membuat Nolan dan Seth tertawa. Biasanya pembicaraan seperti itu dilakukan di antara para lelaki, tapi sepertinya mereka lagi-lagi lupa kalau Rae adalah perempuan.

Nolan berjalan ke dekat Rae dan menunduk memungut majalah yang tak sengaja Rae jatuhkan tadi. Nolan pun tersenyum geli melihat wajahnya sendiri di sampulnya. "Aku tak tahu kau begitu tertarik mencari tahu segala sesuatu tentangku," godanya pada Rae.

"Itu...aku cuma menemukannya di rak sana," Rae menunjuk ke rak majalah tapi sambil berusaha menyembunyikan rona merah di wajahnya.

"Itu Melanie yang bawa dulu sambil teriak-teriak heboh bilang kau membatalkan pertunanganmu. Sebaiknya majalah itu dibakar saja. Kalau Mom lihat, habis sudah kita," Seth mengambil majalah itu dari tangan Nolan dan melemparnya ke tempat sampah.

En Garde!Where stories live. Discover now