Padahal Anka berharap setelah berdamai dengan Brian bisa membuat hidupnya tenang di sekolah. Kenyataannya, dia masih se-gugup dahulu kala saat masih berusaha bersembunyi dari Brian. Habisnya aura Brian tuh tidak enak, membuat siapa pun tidak betah lama-lama di dekatnya. Berasa membuat diri mereka rasanya anjlok dan minder berat. Aura intimidasinya kuat.

"Abis dari mana, Kak?" tanya seorang cewek kuntet. Dia paling pendek di antara mereka. Anka menyadari bahwa itu gadis mungil yang pernah ditabraknya sampai nyaris terjengkang.

"Dari nemuin Coro Sensei di ruang guru. Upss," kata Anka saat menyadari dia menyebut nama guru itu dengan Coro. Semuanya tertawa, kecuali Brian pastinya. Dia memasang ekspresi wajah tak terbaca. "Maksudnya, Koro Sensei." Ralat Anka secepatnya melihat raut tak enak dari Brian.

Siapa tahu bakal diomelin lagi dengan tuntutan betapa pentingnya berlaku sopan terhadap guru dengan memanggil namanya secara benar.

"Dasar!" dengus Brian pelan.

"Oh, Bahasa Jepang nilainya bagus ya, Kak?" tanya si Hera.

Tersentak kaget Anka menutupi salah tingkahnya dengan tawa.

"Kayak gue aja Bahasa Jepangnya 9, tapi dibalik," kekeh Askar. Mendapat senggolan dari Hera.

"Jangan malu-maluin, bahasa Jepang kamu kan-" Hera segera dibekap oleh Askar. Hera meronta-ronta sedangkan Askar tertawa geli asyik menggoda pacarnya.

"Jangan bocorin rahasia aku dong, Sayang."

Tidak peduli mendapat pelototan dari Brian. Adegan tersebut sangat tidak enak ditonton oleh jomblo ngenes akut. Bisa bikin hati cekit-cekit sakit dan timbul rasa iri jadi pengen punya pacar.

Si cewek kuntet menatap tak suka pasangan itu, dia melipat kedua tangannya depan dada. Anka sempat melihat namanya. Sanny Arabella.

"Pacaran mulu, lihat sikon dong. Gak inget apa ada Kakak Brian di sini," tegurnya membuat Askar dan Hera menjauh sambil masih saling menggoda genit.

"Kok bawa-bawa gue?" Brian bertanya polos. Padahal dalam diri dia juga sempat geli melihat Askar dan Hera.

"Muka lo kayak mau menelan dua manusia itu, Kak. Serem." Sanny memutar bola matanya.

"Hmm, omong-omong gue duluan ya bentar lagi bel, gue belum makan nih," ucap Anka.

"Bareng, Kak. Yuklah!" Sanny menarik tangan Hera, yang segera bingung menatap Askar.

"Loh, lo tumben gak sama Niko dan Jack?" Askar maju dekat-dekat Hera. "Cewek gue diculik."

Anka mendecak sebal karena ini kebanyakan jadi ngobrol ngabisin waktunya. Ngobrol tidak kelar-kelar juga.

Huh...

"Biarin ah, males sama mereka sekarang. Bosenin. Ayo, Her, Kak. Eh, Kak Brian bisa balik ke kelas sendiri kan?" Sanny menoleh ke arah Brian yang masih diam saja kayak manekin.

Brian menggumam santai, "Iyalah. Lo pikir gue udah berapa lama sekolah di sini?" Ketus tidak bisa diajak bercanda.

Sekali lagi Anka melirik Brian sebelum diseret paksa oleh Sanny. Tidak tahu mengapa melirik Brian memiliki sensasi sendiri, sekali-kali dia ingin mengedipkan matanya menggoda. Kali saja ternyata Brian khilaf bisa menganggapnya cantik juga seperti cowok normal pada umumnya. Debaran di dada Anka masih terasa meski sudah agak menjauh dari Brian dan Askar.

"Sayang, gue beliin jus jeruk!" teriak seorang cowok, suara Askar. Dan tentunya ditujukan untuk Hera.

Jadi ingin punya pacar, batin Anka mupeng.

EndorphinsWhere stories live. Discover now