1. Hari pertama

En başından başla
                                    

Eh?

Anka memandangi buku-buku tebal yang berceceran di aspal jalanan menuju gerbang kedua. Di depan sudah berdiri sosok cowok, tubuhnya tinggi, dengan berat proporsional, rambut belah pinggir, dia menyipitkan mata dengan ekspresi masam-kecut.

Nah-nah dia akan marah sebentar lagi. Pasti akan marah.

Anka nyengir tak berdosa melewatinya untuk mempermudah proses adaptasi di sekolah ini, kalau hari ini sudah ribut. Bagaimana hari-hari selanjutnya...,

Setelah 2 langkah terdengar suara berat, serak dan dingin di belakangnya, "Hei tunggu! Lo nggak bisa lihat?"

Anka tak peduli dengan teriakan itu. "Dia manggil-manggil astaga! Sial sial!"

Satu...

Dua...

Tiga...

Kabur...

Hosh... Hosh...

Ah....

Anka berhasil masuk ke pintu gerbang kedua dengan napas terengah-engah. Semoga orang itu tidak ingat dengan wajahnya.

"Nak Anka Annasya?"

Jleb. Siapa yang sudah tahu nama lengkapnya?

Anka menoleh dengan gerakan panik, tidak jauh ada seorang guru berwajah ramah namun berwibawa memakai baju batik keemasan dipadu celana bahan hitam, bapak guru ini yang membantunya dan mama saat pertama kali mengurus kepindahan ke sini.

Anka berjalan kikuk ke arahnya memasang senyuman kecil, lalu menyalami tangan, gini-gini dia masih sopan loh sama orang tua.

"Selamat pagi Bapak guru." Gadis itu tersenyum lebar.

"Nak Anka sudah tahu letak kelasnya? Kelas 12 IPS 3 kan? Ada di lantai atas ruangan nomer 69."

"Baik Pak, terima kasih." Anka manggut-manggut sok paham maksudnya biar pembicaraan ini cepat selesainya.

"Mau diantar ke kelas?"

"Tidak usah, Pak. Ah, saya bisa mencari sendiri. Nomer 69 kan yah?"

"Iya, baik. Segera masuk kelas, Nak, karena sebentar lagi bel akan berbunyi," kata Pak Hardi, Anka mengangguk sekali lagi.

Setelah pamit menuju kelas, belum jauh dari tempat tadi terdengar suara Pak Hardi berbicara dengan seseorang menandakan guru itu belum pergi dari posisinya.

"Siapa itu, Pak?" tanya lawan bicaranya, tidak ada nada penasaran, suaranya sangat amat datar.

Dari sekian banyak tangga yang berjejer di koridor Anka memilih salah satu tangga yang terletak di tengah dekat dengan lapangan, setelah menaiki tangga dia berhasil menginjak lantai atas sekolah.

Dinding kelas dicat krem sebatas jendela yang dibiarkan terbuka agar kelas menjadi sejuk dan kaya akan Oksigen. Ruang kelas nomor 69. Ah, ternyata terletak tepat di sebelah kiri tangga.

Saat tiba di depan pintu beberapa anak murid yang sudah berada di dalam mandapati dirinya dengan raut wajah heran sekaligus aneh. Seperti efek domino semuanya langsung memandang ke arah pintu. Anka nyengir kikuk.

"Kamu anak barunya ya?" tanya seorang guru wanita yang tiba-tiba sudah berada di belakang membawa buku absen, Anka mengelus dada karena kaget.

Anka mengerjapkan mata lalu mengangguk kecil. "Iya, Bu."

"Selamat datang di kelas 12 IPS 3. Saya Leni Maryati biasa dipanggil Bu Len, wali kelas 12 IPS 3," katanya dengan senyum ramah.

Anka menyalami guru tersebut mencoba ramah. "Nama saya Anka Annasya, Bu, pindahan dari Bandung."

"Baik. Yuk masuk, akan Ibu perkenalkan dengan teman-temanmu."

"Siap."

"Jangan malu berteman, anak-anak IPS baik-baik kok. Tapi rame banget sih."

Masa depan kelulusan akan ditentukan dalam kelas ini. Dan murid-murid yang menjadi calon temannya ini adalah agen-agen masa depan kelulusannya.

🎓🎓🎓

Semua mata memandang ke arahnya. Anka mengibaskan rambut, tak membiarkan rambut panjangnya melalui bahunya yang sebelah kanan. Gaya Anka memang seperti itu. Gayanya barusan saat mengibaskan rambut membuat para cowok anak kelas 12 IPS 3, mau pun anak cowok kelas sebelah yang penasaran sama anak baru cantik mengintip di jendela langsung menarik napas dan geleng kepala terpesona, tidak lupa mulutnya menganga.

"Hai, cantik!" Seorang cowok menyelinap, wajahnya tampan menarik hati kaum wanita.

Bibir Anka tersenyum tipis.

Lumayan ganteng dan tajir nih daripada Okie, gumamnya.

"Hai."

Tangan cowok itu terulur dengan bibir tersenyum memamerkan gigi jagungnya, "Kenalin nih gue cowok paling ganteng. Davi Dallas." Tidak lupa Davi mengedipkan sebelah matanya genit. "Lo gabung dong sama kita, gue bakal senang banget cewek secantik lo main sama kita-kita."

Siapa maksudnya kita-kita? Anka berdeham supaya bisa mengatur suaranya, dia menatap sekeliling di dekat Davi banyak cowok-cowok serupa -good looking, meskipun tidak ganteng, lumayan keren. Yang cewek juga cantik-cantik dan terlihat seperti kumpulan cewek gaul. Tepat sekali Ankaa memang harus masuk geng keren ini.

"Oke, dengan senang hati," jawab Anka sok classy.

Jawaban Anka membuat suara jadi gaduh, mendadak kelas seperti kandang mafia lotre sedang menggelar perjudian hadiah 10 milyar.

Pengalaman ditusuk oleh Karin memang sedikit membuatnya sedikit trauma menjalin hubungan pertemanan dengan anak-anak populer. Tapi, di kelas ini dia harus memulai dunia baru.

🎓🎓🎓







EndorphinsHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin