Saat itu juga, Eliya menjatuhkan pisau dapur tersebut ke lantai. Dentingannya cukup nyaring, sehingga membuat Rajendra mengalihkan tatapannya.

Di sana, Rajendra melihat pria paruh baya kebangaannya terkapar dengan darah mengenang di sekitar tubuhnya.

Kembali di tatapnya mata istrinya. Mencoba mencari kebenaran akan situasi saat ini.

"Pembunuh!"

Seruan Monik membuat dunia Rajendra runtuh. Eliya telah membunuh papinya.

Pria yang ia hormati seumur hidupnya, pria kesayangannya, pria yang menjadi pusat dunianya setelah maminya. Tergeletak bersimbah darah, tepat di dapur rumahnya.

Rajendra memejamkan matanya guna menyingkirkan kejadian buruk yang berusaha ia lupakan, walau kenyataannya tragedi berdarah itu tak bisa ia enyahkan begitu saja.

"Berengsek!" teriak Jendra menghantamkan kepalan tanganya di atas meja kerjanya yang berlapis kaca, hingga membuatnya retak.

Kejadiannya sudah dua jam yang lalu, tapi amarahnya tak bisa surut. Apalagi jika berurusan dengan mantan istrinya.

Tanpa menghiraukan rasa sakit di tangannya, Jendra keluar dari rumah dan memacu mobilnya keluar kompleks perumahannya.

Perasaannya campur aduk. Yang bahkan ia sendiri tak bisa menjabarkan. Satu yang pasti, amarah lebih mendominasi.

Dengan kecepatan tinggi ia memacu laju mobilnya. Yang ia butuhkan adalah mencari pelampiasan kemarahannya.
.
.
.
.
Eliya meraba dadanya. Detak jantungnya berakselerasi tanpa terkendali, meski pemicu detakan tersebut sudah menghilang berjam-jam yang lalu.

Bohong kalau ia tak merindukan Rajendra. Sedari dulu Eliya selalu lemah jika berhadapan dengan Rajendra.

Jendra yang egois, Jendra yang keras kepala, Jendra yang pemarah, dan Jendra yang manja. Satuan kombinasi yang aneh namun bisa membuat Eliya tak berdaya.

Delapan tahun dirinya tak pernah lagi bertemu dengannya. Terakhir kali bertemu tentu saat vonis hukum penjara sepuluh tahunnya, atas kasus pembunuhan Jetro Kusuma negara—papi mertuanya.

Untuk sesaat tadi Eliya sempat kehilangan orientasinya. Pemandangan Rajendra di depan pintu rumahnya jelas membuat Eliya linglung.

Sekian lama ia menyiapkan diri jika suatu saat bertemu dengan mantan suaminya ini, tetap saja Eliya tak pernah siap.

Bohong jika ia bisa membuang jejak Jendra di kehidupannya. Bukannya menghilang malah bercokol kuat di relung hatinya.

Beberapa bulan terakhir, pikirannya teralihkan dengan keberadaan Rayya. Membuat sedikit banyak ia tak lagi memikirkan soal Rajendra.

Ketika ia membuka pintu rumah yang diketuk dengan tak sabaran, menarik kembali dirinya untuk mengingat akan sosok lelaki tersebut.

Harusnya Eliya mengucap "hai, apa kabarmu?" Bukannya berdiri kaku seperti ada yang memaku kakinya.

Kekagetannya berubah menjadi debaran di dada yang semakin menggila. Belum lagi otaknya yang tiba-tiba kosong, tanpa tahu harus berbuat apa. Juga mulutnya yang tiba-tiba membisu, membuat Eliya seperti orang dungu tak tahu harus berbuat apa.

Yang ia lakukan hanya memandang lekat-lekat wajah berahang keras di depannya. Mematri dalam ingatan. Seperti apa terakhir kali ia bertemu dengan lelakinya.

Jika dulu pria kesayangannya selalu menampilkan wajah bersih tanpa kumis dan jambang, tak ketinggalan dengan rambut berantakan dan potongan tipis dibagian sampingnya. Belum lagi kaos dan celana jins yang selalu melekat di tubuh jangkung Jendra, memperlihatkan statusnya yang saat itu sebagai remaja kuliahan.

Delapan tahun berlalu begitu lama, bagi Eliya. Dan jangka waktu selama itu membuat Rajendra Kusuma Negara berubah. Dari tampilan fisik yang lebih padat dan berisi, juga menampilkan wajah tegas dan dewasa secara bersamaan. Jangan lupakan bulu-bulu halus yang tumbuh disekitar rahangnya.

Tatanan rambut slicked back, dengan rambut tebalnya yang ia sisir ke belakang dan memangkas tipis rambut sampingnya. Kaos dan celana jins berganti dengan setelan jas kerja yang mahal dan sepatu pantofel yang mengkilat, membuat Jendra semakin terlihat berkharisma.

Beruntung seruan Rania membuyarkan pandangan Eliya, yang kemudian beringsut mundur dan masuk ke dalam kamar. Ia tahu tidak mungkin Jendra peduli pada dirinya, hingga mau mencari tahu kehidupannya pasca keluar dari penjara.

Eliya mendengkus, mengingat siapa dirinya hingga Rajendra harus repot-repot peduli padanya.

Tawa sumbang Eliya menggema ke dalam kepalanya. Ia tak ubahnya sosok mantan istri yang berlabel mantan narapidana.

Terlalu terhormat bagi Eliya kembali menyandang nama Kusuma Negara dibelakang namanya, dan terlalu hina bagi Rajendra menyandang titel suami bagi wanita pembunuh sepertinya.

Eliya merubah posisi tidurnya menghadap ke kiri, berhadapan langsung dengan wajah mungil milik putrinya.

"Andai kamu tau, Jen. Kalo kamu punya Rayya, apa mungkin bisa merubah semuanya," lirih Eliya yang kemudian merangsek memeluk putri kecilnya. Menjadikan lenganya sebagai bantal untuk Rayya, kemudian memeluknya erat.

"Semoga besok lebih baik, dari hari ini."

Eliya sudah terlelap dalam tidurnya, hingga ketukan keras dan tak sabaran terdengar dari luar pintu kamarnya.

"Mbak! Mbak El! Mbak!"

Suara Rania.

Eliya memandang jam beker model klasik di atas nakas. Pukul tiga dini hari. Tergopoh ia bangkit dari tempat tidur dan membuka pintu kamarnya.

"Ada apa, Ran?"

"Bang Jendra kecelakaan."

Eliya hanya bisa mengerjapkan matanya, mencoba mengekstrak informasi yang baru saja ia dapat.

"Di mana?" Suara Eliya tiba-tiba terdengar serak.

"Di jalan raya. Kata polisi bang Jendra mabuk, ngebut dan menabrak pembatas jalan. Dan ..."

Rania tak lagi bisa melanjutkan ucapannya, karena sudah tertimpa dengan tangisannya yang mampu membangunkan Rayya yang sedang tertidur, meski hanya menggeliat kecil.

"Dan apa, Ran?" Eliya menguncang bahu Rania.

"Mo-mobilnya terbakar di lokasi kecelakaan."

Wajah Eliya pias. Isakan lirih Rania seperti alunan musik yang begitu cocok dengan kabar yang baru saja ia terima.

"Astafirugllah, apa lagi ini, Ya Allah!" desis Eliya yang meluruh tepat di kaki Rania.

««««« ○ »»»»»

Ok done yak, ngos-ngosan aku nulisnya. Semoga suka ya. Jangan lupa saran dan kritik. Hehehehehe. Maaf kalo mengecewakan. Author masih sibuuuuuuk. 😘😘😘

Mantan Suami - Tamat  (HAPUS SEBAGIAN) Where stories live. Discover now