12

709 102 2
                                    

*Anne's POV*

Aku berjalan keluar dengan gitarku. Perasaanku terhadap Thomas membuatku bingung dan kepalaku mulai terasa pusing karena semuanya sekarang terasa sangat akrab. Aku berjalan melewati serombongan turis yang senang membeli gelang-gelang di pinggir jalan.

Piazza dei Signori siang itu cerah dan juga ramai. Patung Dante Alighieri berdiri di tengah Piazza itu, membuat daya tarik tersendiri. Aku berjalan melewati Piazza itu menuju sebuah jalan kecil yang menuju sungai. Di sepanjang pinggir sungai banyak terdapat kursi-kursi taman yang disediakan untuk para turis. Aku duduk di salah satu kursi lalu memandang ke dalam air yang beriak-riak dengan pelan.

Apa yang kurasakan pada Thomas?

Aku merasa nyaman berada di dekatnya. Dia selalu terlihat meyakinkan dengan segala hal termasuk ingatanku tentangnya. Senyumnya selalu bisa membuatku kembali tenang. Tawanya yang renyah, rambutnya yang berantakan jika tertiup angin, matanya yang berwarna cokelat gelap. Aku menyukainya.

Aku menyukai Dylan juga tentu, tapi perasaannya berbeda. Dylan lebih terlihat seperti seorang kakak. Sama seperti Max. Aku menyayanginya tapi hanya sebatas teman. Sedangkan Thomas...

Aku tak tahu bagaimana menjelaskannya. Aku menyukainya dan ini berbeda dengan rasa sukaku dengan Dylan. Kadang jika tidak melihatnya saja satu hari aku merasa kesepian dan itu belum pernah terjadi sebelumnya.
Ponselku berdering dengan keras. Aku terlonjak kaget tapi segera mengangkatnya setelah melihat siapa yang menelepon.

"Halo Anne! Bagaimana kabarmu?" suara Dylan terdengar ceria.

"Aku baik-baik saja, thanks."

"Hei kau terdengar lesu. Ada apa?"

Aku menceritakan semua perasaanku pada Dylan. Dia hanya diam mendengarkan dan baru bertanya ketika aku selesai bercerita.

"Jadi kau memintaku untuk memberitahumu apa yang sebenarnya kau rasakan?" tanya Dylan ragu.

"Ya Dylan, aku takut perasaanku salah dan semuanya menjadi canggung." Jawabku pelan.

"Menurutku kau telah menemukan Romeomu. Dan kau harus mengungkapkannya. Pergilah ke rumah Juliet agar kau tidak meledak dengan pikiran ini oke?"

Aku tersenyum mendengar usulan Dylan. Dia memang selalu tahu dimana aku bisa menjernihkan pikiranku.

"Baiklah Dylan. Cepat datang ke Verona, aku sudah merindukan kekonyolanmu! Dan bawa Ki Hong!" ucapku.

Dylan tertawa lalu menutup teleponnya.

Aku berjalan kembali mengitari jalanan yang tadi kulewati. Gerbang melengkung terlihat di depanku dan aku bergegas memasukinya. Dinding itu tetap sama. Dipenuhi berbagai surat dari seluruh wanita di dunia yang bercerita tentang kisah cinta mereka pada Juliet bahkan meminta saran Juliet. Aku tak mengerti kenapa mereka mempercayai bahwa ini adalah rumah Juliet dan memenuhi dinding indahnya dengan surat.

Aku sedang menatap sebuah surat berwarna kuning dengan tulisan yang kabur karena air mata ketika seorang perempuan menabrak bahuku.

"Sorry," ucapnya sembari tersenyum.

Aku melihat dia memegang sebuah surat di tangannya.

"Mengapa kau menulis surat untuk Juliet? Kau tahu dia tidak nyata bukan." Ucapku tak mampu menahannya.

Perempuan itu tersenyum padaku. Umurnya mungkin hanya berkisar empat tahun lebih tua daripadaku.

"Ya aku tahu bahwa Juliet tidak nyata, namun terkadang kita harus menceritakan apa yang kita rasakan meskipun pada orang yang tidak pernah ada di dunia. Aku yakin kau pun menemukan sebuah ketenangan setelah mencurahkan isi hatimu disini."

Setelah mengatakan itu, perempuan tersebut tersenyum lalu berlalu meninggalkanku di tengah dinding penuh kertas.

Aku menyadari apa kata perempuan tadi ketika sekarang Thomas mengatakan sesuatu yang diluar perkiraanku.

Ih ini chapternya aneh dan maafin lagi dikit :(((( sekolah sudah mulai menggila dan aku juga jadi gila (?)

Btw cuman mau ngasih tahu aku lagi mikirin ada buku ke 3 dimana semuanya menjadi lebih baik (janji!)

Amore ➡ Thomas Brodie Sangster (Book 2)Where stories live. Discover now