"Ini kan ruang tunggu ya?" Celetuk Bianca sambil melihat fotonya dengan baik.

"Tepat seperti dugaan gue sebelumnya. Iya ini ruang tunggu, tapi dimana?"

"Public area?" Jawab Rini.

"Public area macem mana? Terminal? Hmm ini kayaknya ada bapak-bapak pakai seragam sopir bis." Kata Rina.

"Bukan-bukan...sebentar deh guys... coba lihat ini di pojokan banget, ada lambang no smoking area dan dibawah lambang itu ada orang dorong blankar." Kata Bianca yang menjawab kebingungan kami.

"Well... kalau begitu ini ruang tunggu rumah sakit?" Rina memastikan.

"Yah... karena itu berjas putih, ya mungkin beliau dokternya kali." Ucap gue sekenanya.

Memang di sudut pojokan yang hampir tak terlihat di foto itu, ada seseorang yang terlihat buru-buru membawa seseorang dalam selimut putih yang gue rasa itu pasiennya, entah dalam keadaan hidup, sekarat, atau mati.

"Ah... kenapa rasanya deja vu ya? Sepertinya gue kenal rumah sakit ini."

"Hah? Serius Mala?"

"Iya samar-samar sih Rini... tapi gue nggak yakin, karena ada beberapa rumah sakit yang biasa gue kunjungi. Kalian tau lah masa kecil gue berkutat di rumah sakit sekitaran Bandung sini, secara Ayah itu dokter bedah senior, tempat prakteknya pun ada beberapa. Juga Mamah yang cuci darah di rumah sakit."

Suasana hening sejenak setelah mendengar penjelasanku. Aku pun bingung, mengapa satu foto bisa menjabarkan berbagai perkiraan diluar dugaan.

"Kepala gue rasanya sakit. Gue kayaknya mau simpan kotak ini aja dulu ya guys. Kasusnya kita tunda dulu. Gue udah nggak sanggup mikir lagi."

"Oh... iya udah Mala... lo istirahat, kita cabut aja ya."

"Iya Mal, Rini sama Rina Pamit deh kalau begitu."

"Oke Assalamualaikum..."

"Waalaikumsalam."

Dengan langkah yang cukup berat karena vertigo kambuh, gue melangkah menuju rumah. Bianca sih tetep jaga TC berhubung masih waktunya bertugas. Jam lima sore barulah Bi pulang.

Begitu pintu kamar dibuka, kasur mulai menggoda agar segera tidur. Golongan darah tukang tidur memang sulit untuk menahan kantuk. Bukan salah golongan darah juga, tapi kondisi badan memang sedang lemah.

Oh iya... baru ingat! handphone kan seharian ini tersimpan di nakas. Belum dicek sama sekali. Biarlah, nanti saja.

Ini Ashar, dan ga boleh tidur, tapi lagi nggak shalat, tapi...

***

Yaampun! Gue ketiduran!
Ini jam 5 sore. Uh lumayan pusing dan berat. Ya kan nggak boleh tidur pas Ashar. Baiklah harus segera shalat ashar.

Eh iya lupa gue kan lagi nggak shalat. Ya udah... hmm rasanya lapar. Ingin makan camilan yang banyak. Mungkin ada stok di dapur, biskuit, kicimpring, atau apalah yang bikin rasa ingin mengunyah ini tersalurkan.

Oh ada! Yeay. Setoples kue bertabur choco chips gue culik ke kamar. Akan gue eksekusi di mulut yang kelaparan ini. Setelah ini apalagi yang harus gue kerjakan ya? Oh... handphone. Gue belum cek hp.

Waduh. Hpnya sampai mati segala. Berarti kudu di charge dulu. Gue charge aja lima menitan. Setelah itu markicek, mari kita cek siapa aja yang ngehubungin gue.

Setelah lima menit berlalu, gue cek hp. Ternyata yang ngehubungin gue cukup banyak hari ini. Ada empat nomer tapi neleponnya lebih dari sepuluh kali. Gila aja pantesan hp mati.

Nomer pertama hubunginnya pas tadi subuh, well, Rina dan Rini of course. Terus Mamah ngehubungi oh dan ada sms katanya mau ketemu Tante Susi, temannya. Pantesan rumah sepi ga ada penghuni.

Dan yang terakhir...
Nomer ini?

Nomer yang berpuluh kali neleponin gue.

Nomer yang semalam ngehubungi gue sebelum tidur.

Sakti!

Aduh apaan sih dia nggak ada kerjaan banget neleponin gue!!! Sepenting apa coba urusan dia? Paling nggak penting!

Tok tok tok!

Wah ada yang ngetok pintu.
Mamah pulang kali.

Baiklah kubukakan saja pintunya.

"Waalaikumsalam... Ma..."

Eh bukan mamah... dia...

Sakti!

"Ngapain lo kesini? Pergi sana!"

"Galak amat Mala. Gue cuma mau ketemu kakak lo."

"Ga ada! Udah sana pergi!"

"Cie cemburu ya?"

"Ih najis. Udah sana pergi."

"Sebenernya gue kesini nggak nyari kakak lo. Gue mau ambil itu tuh yang lo bawa."

"Hah? Choco chips?"

"Bukan... sebelahnya!"

"Oh... ini? Map ini?"

Waduh berarti...
Gawat!

~^°^°^°^°^°^~

Notes dari hati author yang terdalam

Maafkan untuk janji yang belum ditepati... cerita yang belum dipublish sampai rampung... dan pemenang yang belum juga diumumkan.

Saya menghilang karena kehilangan seseorang yang begitu dekat dengan saya tapi dia lebih dekat dengan takdirnya sendiri untuk menemui-Nya.

Adik bungsu yang sangat saya sayang ternyata amat disayang oleh-Nya sehingga dia nggak diiizinkan tinggal lagi di alam dunia yang mulai kejam.

Sungguh ini pertama kalinya merasa begitu kehilangan... sakitnya luar biasa. Ah sudahlah.

Doakan semoga saya kuat untuk menghadapi kenyataan sambil merampungkan cerita ini. Slow but sure. Maafkan author yang moody ini. Sabar yaa nunggu ceritanya beress... huhuhu.

Thanks fellas.
Amigos permios, bye!

Jodohkan Aku!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang