Hujan sudah reda. London malam itu terasa sunyi, hanya menyisakan kilauan lampu kota yang memantul di jalanan basah. Di apartemen Elliot, kehangatan berbeda tercipta dua hati yang sebelumnya penuh luka, kini saling merajut benang baru.
Nicolas duduk di sofa dengan hoodie hitamnya, rambutnya masih sedikit basah karena ia nekat menjemput Elliot dari kolam renang tadi sore. Elliot duduk di sampingnya, mengenakan kaos longgar, rambut cokelat basahnya menetes di bahu. Mereka berdua tidak berbicara lama hanya saling menatap, seakan kata-kata sudah tidak cukup untuk menggambarkan apa yang mereka rasakan.
“Aku… honestly, I don’t know how to start this,” Nicolas membuka suara, suaranya pelan tapi serak, seperti menahan banyak hal. “Aku nggak pernah merasa setakut ini kehilangan seseorang, Elliot. You drive me crazy.”
Elliot menoleh, matanya berkilat oleh sisa air mata. “Aku juga gila, Nick. Gila karena tetap bertahan meskipun kamu keras kepala, dingin, dan selalu sembunyi di balik topeng juara dunia itu.” Ia menarik napas dalam. “But still… I choose you. Again and again.”
Keheningan jatuh. Hanya suara jam dinding yang berdetak. Nicolas lalu bergerak pelan, jemarinya menyentuh dagu Elliot, mengangkat wajahnya. Tatapan mereka bertemu.
“Kamu tahu nggak,” Nicolas berbisik. “Aku udah balapan di banyak sirkuit, lawan ratusan pembalap, dan selalu menang. Tapi sama kamu, Elliot… aku selalu kalah. Dan jujur, itu satu-satunya kekalahan yang aku mau.”
Elliot tersenyum tipis, lalu matanya basah lagi. “Nick…”
Ciuman itu datang begitu saja. Panas, emosional, dan penuh kerinduan. Tidak ada lagi dinding yang memisahkan mereka. Elliot melingkarkan lengannya ke leher Nicolas, sementara Nicolas menekan tubuh Elliot lebih dekat, seakan tak ingin lagi ada jarak.
---
Beberapa jam kemudian, setelah keintiman yang begitu dalam, mereka berbaring berdua di ranjang Elliot. Tubuh Elliot bersandar di dada Nicolas, napasnya teratur, tangannya memainkan jari-jari Nicolas dengan santai.
“Nick…” suara Elliot pelan, hampir seperti berbisik.
“Hm?” Nicolas mengusap rambut cokelat Elliot yang masih agak berantakan.
“Kamu pernah mikir nggak… kalau dunia kita ini terlalu beda? Aku sama lautku, kamu sama lintasanmu. Kadang aku takut kita nggak bisa nemu titik temu.”
Nicolas tersenyum tipis. “Elliot, laut sama lintasan itu sama. Sama-sama liar, sama-sama nggak bisa ditebak. Dan cuma orang-orang gila yang berani masuk ke dalamnya. Kamu dengan lautmu, aku dengan balapanku. Tapi bedanya…” Nicolas menatap mata Elliot yang melembut. “…aku mau masuk ke lautmu. Kalau kamu izinin.”
Elliot tertawa kecil, menampar dada Nicolas pelan. “Kamu ini cheesy banget.”
“Biarin. Kamu suka kan?” Nicolas mengedip.
Elliot pura-pura menghela napas. “Iya sih… suka banget.”
---
Beberapa minggu kemudian…
Acara gala dinner besar diadakan untuk merayakan kemenangan Nicolas di kejuaraan balap Eropa. Ruangan penuh dengan pebisnis, wartawan, dan sponsor. Nicolas tampil gagah dengan tuxedo hitam, senyumnya memikat seperti biasa. Namun, malam itu semua orang sadar ada seseorang di sisinya yang membuat Nicolas berbeda.
Elliot, dengan jas biru navy, berdiri di samping Nicolas. Tangannya digenggam erat oleh sang pembalap.
Flash kamera berulang kali menyambar, dan Nicolas tanpa ragu berkata lantang ketika seorang reporter bertanya, “So, who is he to you, Mr. Partigon?”
Nicolas menatap Elliot, lalu menatap kamera. “He’s not just someone. He’s the one.”
Ruangan seketika riuh, ada tepuk tangan, ada decak kagum, ada pula tatapan kaget. Namun Nicolas tidak peduli. Untuk pertama kalinya, ia membuka dirinya di depan dunia, tanpa takut lagi.
Elliot menunduk sedikit, wajahnya memerah, tapi senyumnya begitu tulus.
---
Malam itu, setelah acara selesai, mereka berdua berdiri di balkon hotel, menatap lampu-lampu kota London dari ketinggian.
“Aku nggak nyangka kamu berani ngomong itu di depan semua orang,” Elliot berkata pelan.
“Aku capek sembunyi, El.” Nicolas merangkul pinggangnya dari belakang. “Aku capek pura-pura nggak butuh kamu. I want the world to know Nicolas Partigon belongs to Elliot Wave.”
Elliot menutup matanya, membiarkan angin malam menyapu wajahnya. Untuk pertama kalinya, ia merasa benar-benar aman. Tidak ada lagi jarak, tidak ada lagi rahasia.
---
Setahun kemudian, Nicolas berhasil mempertahankan gelarnya, sementara Elliot membuka sekolah renang untuk anak-anak di London, sebuah mimpi lama yang akhirnya ia wujudkan.
Setiap kali Nicolas pulang dari balapan, ia selalu membawa oleh-oleh kecil dari negara tempat ia bertanding. Dan setiap kali Elliot kembali dari pantai atau kolam renang, ia selalu bercerita panjang lebar tentang murid-murid kecilnya.
Mereka masih sering bertengkar kecil, masih keras kepala satu sama lain. Tapi kali ini, tidak ada yang pergi. Karena mereka tahu, sekeras apapun ombak dan secepat apapun lintasan, pada akhirnya mereka selalu kembali ke pelukan yang sama.
Cinta yang mereka perjuangkan bukan hanya sekadar gairah, tapi rumah.
Dan rumah itu bernama mereka berdua.
YOU ARE READING
Between the Track and the Waves • Williamest [END]
Teen FictionDuh maaf ya kalo acak acak wkwkwk,gara gara lihat foto William itu di X jadi pengen buat ceritanya kaya f1 gitu, berhubungan author juga suka nontonin f1. happy reading. HANYA FIKSI GA NYATA YAAAAAA...... sinopsis dikit: Nicolas Partigon, seorang pe...
![Between the Track and the Waves • Williamest [END]](https://img.wattpad.com/cover/400044515-64-k340518.jpg)